Purwakarta (Antara Babel) - Seorang pelajar SMP mencegat atau memberhentikan perjalanan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi usai menghadiri sebuah acara di wilayah Kecamatan Bojong, Purwakarta, Selasa.
Iman, seorang pelajar kelas IX SMP Terpadu Cileunca Kecamatan Bojong Purwakarta nekat memberhentikan perjalanan bupati. Sambil tergesa-gesa, ia meminta bupati datang ke rumah kerabatnya.
"Pak, ayo ke rumah saudara saya pak. Kasihan dia, masih anak-anak tapi tidak boleh sekolah oleh orang tuanya," kata Iman yang langsung menghentikan langkah bupati.
Sesaat kemudian, permintaan Iman dipenuhi bupati. Ia langsung menuju rumah yang ditunjukan oleh Iman.
Sesampainya di rumah itu, Dedi bertemu dengan Herman Jayadihardja, orang tua dari seorang anak, Angga Suherman yang berusia 8 tahun. Anak itu merupakan anak yang dilarang sekolah oleh orang tuanya.
Di rumah itu bupati langsung menanyakan alasan orang tua itu yang melarang anaknya sekolah.
Lalu dengan polos Herman menjawab kalau anaknya tersebut sudah memiliki ijazah, sehingga tidak perlu lagi menjalani pendidikan di sekolah.
Tetapi setelah diselidiki, ternyata Herman, orang tua Angga tersebut mengalami gangguan jiwa. Bahkan menurut keterangan kerabatnya, sudah empat kali dia menjalani pengobatan di Rumah Sakit Jiwa Cisarua Bandung Barat, namun belum mendapat hasil yang diharapkan.
Herman diketahui menderita gangguan jiwa sejak ditinggal istrinya yang menjadi tenaga kerja wanita. Perilaku aneh ini muncul karena istrinya tidak memberikan kabar berita tentang keadaannya di tempat perantauan.
Merasa prihatin terhadap masa depan pendidikan anaknya, Dedi kemudian meminta guru di sekolah setempat agar setiap hari datang ke rumah Herman untuk mengajar anaknya, Angga.
"Bu, tolong ini Angga diajari pelajaran sekolah. Kalau terus tidak diizinkan ayahnya untuk keluar rumah, Ibu datang saja setiap hari. Saya tambah honor Ibu Rp1,5 juta," kata Dedi.
Bupati juga memberikan bantuan berupa uang sebesar Rp3 juta untuk Angga agar dapat membeli peralatan sekolah. Selain itu, Angga juga akan memulai berternak domba, setelah mendapat sumbangan dari bupati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Iman, seorang pelajar kelas IX SMP Terpadu Cileunca Kecamatan Bojong Purwakarta nekat memberhentikan perjalanan bupati. Sambil tergesa-gesa, ia meminta bupati datang ke rumah kerabatnya.
"Pak, ayo ke rumah saudara saya pak. Kasihan dia, masih anak-anak tapi tidak boleh sekolah oleh orang tuanya," kata Iman yang langsung menghentikan langkah bupati.
Sesaat kemudian, permintaan Iman dipenuhi bupati. Ia langsung menuju rumah yang ditunjukan oleh Iman.
Sesampainya di rumah itu, Dedi bertemu dengan Herman Jayadihardja, orang tua dari seorang anak, Angga Suherman yang berusia 8 tahun. Anak itu merupakan anak yang dilarang sekolah oleh orang tuanya.
Di rumah itu bupati langsung menanyakan alasan orang tua itu yang melarang anaknya sekolah.
Lalu dengan polos Herman menjawab kalau anaknya tersebut sudah memiliki ijazah, sehingga tidak perlu lagi menjalani pendidikan di sekolah.
Tetapi setelah diselidiki, ternyata Herman, orang tua Angga tersebut mengalami gangguan jiwa. Bahkan menurut keterangan kerabatnya, sudah empat kali dia menjalani pengobatan di Rumah Sakit Jiwa Cisarua Bandung Barat, namun belum mendapat hasil yang diharapkan.
Herman diketahui menderita gangguan jiwa sejak ditinggal istrinya yang menjadi tenaga kerja wanita. Perilaku aneh ini muncul karena istrinya tidak memberikan kabar berita tentang keadaannya di tempat perantauan.
Merasa prihatin terhadap masa depan pendidikan anaknya, Dedi kemudian meminta guru di sekolah setempat agar setiap hari datang ke rumah Herman untuk mengajar anaknya, Angga.
"Bu, tolong ini Angga diajari pelajaran sekolah. Kalau terus tidak diizinkan ayahnya untuk keluar rumah, Ibu datang saja setiap hari. Saya tambah honor Ibu Rp1,5 juta," kata Dedi.
Bupati juga memberikan bantuan berupa uang sebesar Rp3 juta untuk Angga agar dapat membeli peralatan sekolah. Selain itu, Angga juga akan memulai berternak domba, setelah mendapat sumbangan dari bupati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016