Dalam pementasan Festival Tari Kreasi Sejiran Setason beberapa waktu lalu, Fikri Umbara pemimpin produksi Sanggar Dayang Molek mengolah cerita rakyat "Wak Penebuk" menjadi sebuah komposisi gerak tari kreasi yang komunikatif, menghibur dan berhasil mendapat sambutan meriah dari penonton.

Cerita lisan di Tanah Bangka dengan tokoh utama Wak Penebuk adalah sebuah sosok penculik anak nakal, bermuka seram, menjijikkan, menakutkan dan gemar menculik anak yang melanggar aturan untuk dijadikannya santapan.

Cerita turun temurun itu sering diceritakan kembali oleh para orang tua kepada anak-anaknya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap nasihat orang tua, aturan, hukum dan norma sosial.

Dalam pertunjukkan para penari, pemusik didukung tata rias dan kostum berhasil mentransformasikan cerita ke dalam sebuah penampilan komposisi karya tari kreasi yang mengambil motif gerak dasar tari tradisi lokal, seperti Kembang Cabik dari Kecamatan Kelapa, Serimbang dari Tempilang, dan tari Sipen dari Kecamatan Simpangteritip.

Berkat dukungan delapan orang penari dan delapan pemusik dipimpin Leo Pradana dipadukan dengan tata busana Ferdianti Qomalasari, cerita mengalir dan mampu menghipnotis penonton.

Cerita rakyat "Wak Penebuk" yang muncul pada pementasan festival tari tersebut hanya salah satu contoh cerita rakyat turun temurun di Tanah Bangka yang berisi petuah orang tua untuk meningkatkan budi pekerti generasi selanjutnya.

Cerita rakyat dengan beberapa tokoh di dalamnya biasanyanya memiliki alur sederhana untuk memudahkan pendengar dalam mengikuti alur dan pesan yang akan disampaikan.

Tanah Bangka memiliki segudang cerita rakyat dan hingga sekarang masih sering dijumpai.

Menurut pemerhati budaya Bangka yang juga pengajar di Universitas Bangka Belitung, Ranto ,MA, tanah Bangka kaya akan budaya lisan, baik berupa cerita, tutur, pantun, puisi, puja-puji, jampik dan jenis lainnya.

Namun, kata dia, sayang belum terdokumentasi dengan baik, padahal cerita rakyat dan legenda merupakan kekayaan dan bisa menjadi aset berharga untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya.

"Budaya lokal memiliki nilai kearifan lokal tinggi, bahkan tutur para tetua adat di beberapa desa masih lebih dipegang teguh warga dibandingkan petuah pemuka agama, penegak hukum maupun anjuran pemerintah," kata dia.

Manjurnya tutur para tetua adat, tokoh adat dan dukun adat, kata dia, merupakan peluang bagi pemerintah untuk menggali berbagai budaya lisan yang ada di daerah itu yang kemudian mendokumentasikannya sebagai kekayaan khasanah budaya lokal.

"Agar mudah dipahami masyarakat, khususnya generasi muda, dibutuhkan kreativitas dalam mengemas aset menjadi buku, animasi atau bentuk lain dari cerita-cerita itu sehingga menjadi lebih menarik," katanya.

Menjawab kekhawatiran masyarakat akan potensi hilangnya berbagai cerita rakyat yang ada di daerah itu, dalam dua tahun terakhir Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bangka Barat menggelar lomba penulisan cerita rakyat yang diharapkan mampu mengungkit dan mengangkat kembali berbagai cerita rakyat yang ada di daerah itu.

"Meskipun belum banyak yang terkumpul, namun kami harapkan melalui lomba menulis cerita rakyat ini bisa menginventarisasi lebih banyak lagi cerita-cerita yang ada, sekaligus meningkatkan minat baca dan menulis masyarakat," kata Kepala Kantor Arsip dan Perpusda Kabupaten Bangka Barat Rino Rizandi.

Cerita rakyat yang terkumpul merupakan hasil penelitian para penulis berdasarkan cerita atau legenda yang berkembang di masyarakat diolah dengan pendekatan sosial budaya, disajikan cukup menarik dan mudah dipahami.

Kandungan nilai kearifan lokal patut dimunculkan kembali untuk membangun jati diri masyarakat.

Peserta berasal dari kalangan pelajar SMP, SMA, pegawai, guru, ibu rumah tangga, bahkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja juga ada yang ikut mengirimkan karya cerita.

"Tahun ini kami seleksi sebanyak 36 judul cerita, sedangkan tahun lalu ada sekitar 30 cerita yang terkumpul," kata salah satu juri penulisan cerita rakyat," kata Eka Prabawa.

Beberapa cerita, seperti Hikayat Menimbung Padi karya Respinarni mengangkat cerita bertemakan kehidupan sehari-hari warga petani di sekitar Kecamatan Kelapa hasil pengumpulan data dari nenek penulis.

Cerita dengan tokoh Akak Gat berwatak keras kepala, ingin menang sendiri dan malas bekerja, Si Bungsu berwatak kebalikannya dan dua tokoh lain yaitu dua orang tua dua anak tersebut.

Tulisan kaya kosa kata lokal berhasil membangun suasana yang ingin disampaikan penulis sekaligus menyisipkan secara halus pesan kepada pembaca agar semakin giat bekerja, tidak mudah marah dan berhati-hati dalam bertutur kata.

Selain Respinarni, dari puluhan karya yang terkumpul, muncul beberapa nama peserta yang masih duduk di bangku sekolah menengah, seperti Kesia Agatha dengan cerita berjudul Peri Umang-Umang dan Keluarga Nelayan, Seftian Jerry menulis Cai Lam Sin, dan Ariesza Starry dengan cerita Kisah Pek Leng Guan yang memiliki kekuatan materi cerita, teknik penulisan yang cukup rapi.

Apabila mendapatkan bimbingan dan kesempatan, bukan tidak mungkin mereka akan semakin produktif menulis.

Melalui lomba yang digelar terus menerus oleh pemerintah, besar kemungkinan cerita-cerita akan semakin banyak yang terkumpul dan akan menyemangati generasi muda semakin gemar membaca sekaligus penelitian.

Pengumpulkan cerita rakyat yang sudah dimulai, perlu ditindaklanjuti dengan langkah, misalnya dibukukan atau dikemas dalam bentuk kreatif lain sehingga aset sarat nilai kearifan lokal tersebut bisa dinikmati generasi selanjutnya.

Atau hanya sekedar tumpukan berkas-berkas hasil kegiatan tahunan untuk memenuhi syarat administrasi penganggaran kemudian menumpuk di gudang. Kita tunggu saja.  

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016