Pemilih muda mendapat sorotan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 karena jumlahnya yang mendominasi dan amat memengaruhi hasil hajatan politik itu.
Dari sekitar 200 juta pemilih dalam Pilkada 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat lebih dari setengahnya merupakan pemilih muda yang merupakan milenial dan generasi Z.
Jumlah milenial (kelahiran 1981-1996) sekitar 33 persen dan generasi Z (kelahiran 1997-2012) 22 persen.
Beda generasi, beda pula cara pandang dalam menentukan pilihan kepala daerah yang akan dipercaya memimpin hingga lima tahun ke depan.
Berdasarkan survei terbaru lembaga riset Populix yang melibatkan 962 responden dari berbagai kalangan dan sebagian besar milenial dan generasi Z, profil pasangan calon lebih penting daripada partai pengusungnya.
Hanya 21 persen responden menganggap pilihan partai cenderung memengaruhi pilihan calon kepala daerah yang akan dipilih dan hampir setengahnya atau 46 persen menyatakan pilihan calon tidak berkaitan dengan partai pengusung.
Yang lebih menarik adalah 33 persen responden justru berpikiran calon kepala daerah yang diusung akan memengaruhi pilihan terhadap partai di masa mendatang.
Menurut Manajer Riset Sosial Populix Nazmi Tamara, temuan tersebut menunjukkan calon yang diusung partai dalam kontestasi pilkada merupakan faktor terbesar penentu kemenangan.
Partai besar bukan lagi jadi yang paling menentukan. Fenomena ini diperkirakan masih menjadi tren dalam politik Indonesia di masa mendatang.
Sementara untuk kriteria sosok pemimpin daerah yang disukai para pemilih muda berdasarkan survei tersebut adalah memiliki rekam jejak kinerja yang baik, menawarkan visi-misi dan program kerja yang jelas, memahami isu di daerah yang akan dipimpin dan memiliki karakter personal yang baik.
Ada pun kriteria berpendidikan tinggi, berpenampilan fisik menarik serta memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat lain yang disukai tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan memilih calon kepala daerah.
Hasil survei yang dilakukan secara daring pada Mei 2024 tersebut menunjukkan pemilih muda cenderung memilih secara rasional dengan mempertimbangkan program-program yang ditawarkan para calon kepala daerah.
Apalagi kedekatan pemilih muda dengan teknologi, memudahkan mereka mengakses informasi mengenai rekam jejak para calon dan program yang disampaikan melalui media sosial dan media massa
Antusiasme tinggi yang harus dijaga
Masih berdasarkan survei Populix yang melibatkan 506 responden generasi Z, 400 milenial serta 56 generasi X dan boomers itu, antusiasme pemilih untuk berpartisipasi menyalurkan suara dalam Pilkada 2024 termasuk tinggi, baik untuk pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.
Untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 92 persen responden menyatakan akan menyalurkan suaranya pada 27 November 2024, sementara dua persen tidak akan memilih dan enam persen belum pasti akan memilih.
Tidak berbeda jauh, untuk pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, sebanyak 91 persen menyatakan akan menyalurkan suara, dua persen tidak akan memilih dan tujuh persen belum pasti.
Nazmi Tamara mengatakan antusiasme pemilih muda terhadap Pilkada 2024 dapat dipengaruhi oleh kemeriahan Pemilu 2024 yang belum lama berlalu.
Tingginya antusiasme itu diharapkan akan terkonversi menjadi tingkat partisipasi pemilih Pilkada 2024 yang juga tinggi. Setidaknya lebih dari 80 persen, seperti saat Pemilu 2024.
Namun, tantangan lain seperti apatisme akibat janji politik yang tidak ditepati, penyebaran hoaks, dan polarisasi di media sosial perlu menjadi perhatian.
Apabila dibiarkan, faktor-faktor tersebut dapat menurunkan kepercayaan pemilih muda terhadap proses politik.
Strategi dan inovasi untuk meningkatkan partisipasi
Sementara itu, akademisi Universitas PGRI Madiun Bintang Ulya Kharisma menuturkan partisipasi pemilih pemula dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain keterbukaan dan kepekaan dalam menerima rangsangan politik, seperti melalui media massa.
Selanjutnya karakteristik sosial yang dipengaruhi status ekonomi, suku, jenis kelamin, dan agama. Faktor terakhir adalah sistem politik dalam negara demokratis.
Melihat faktor-faktor tersebut, strategi untuk menarik partisipasi pemilih muda dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran politik sejak dini dari lingkup keluarga agar tertanam pentingnya keikutsertaan dalam pemilihan.
Pemilihan umum yang mudah dan nyaman, seperti pendaftaran atau pemindahan tempat memilih yang tidak rumit, juga akan meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan.
Terakhir, pencegahan politik uang merupakan hal yang krusial lantaran hal tersebut menimbulkan ketidakadilan, merusak integritas pemilihan, dan mengurangi kualitas hasil pemilihan.
Ada pun isu yang dapat menarik perhatian para pemilih muda adalah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, perbaikan kualitas pendidikan, penambahan lapangan pekerjaan, serta pemenuhan hak dan partisipasi perempuan di berbagai bidang.
Mengubah antusiasme menjadi aksi nyata
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyadari pentingnya mengubah antusias pemilih muda agar terwujud menjadi partisipasi nyata saat hari pemilihan.
Berbagai acara kreatif digelar, seperti lomba fotografi, kirab pilkada dan lain-lain, untuk mengedukasi soal tahapan pilkada dan memperkenalkan para calon.
Sosialisasi juga dilakukan melalui berbagai platform media sosial, mengingat berdasarkan survei The Indonesian Institute pada 2022, 76 persen anak muda mengetahui adanya penyelenggaraan Pilkada 2024 dari media sosial, 13 persen dari berita daring, tujuh persen dari TV, dan empat persen dari keluarga-teman.
Sementara untuk para pemilih pemula yang baru pertama kali akan menyalurkan suaranya, KPU melakukan sosialisasi secara langsung ke sekolah dan pesantren di berbagai daerah.
KPU juga menggelar debat dalam beberapa sesi dengan tema yang berbeda-beda untuk memperdalam pengetahuan masyarakat terkait program-program yang dimiliki para calon kepala daerah.
Dengan kedekatan terhadap teknologi, anak-anak muda diminta KPU mengambil peran aktif dalam menyebarkan informasi mengenai pilkada serta menyebarkan pesan perdamaian agar pilkada berjalan dengan sejuk.
Namun, KPU juga perlu memastikan aksesibilitas informasi pilkada tidak hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan tetapi juga menjangkau daerah terpencil.
Penyediaan materi edukasi dalam berbagai bahasa daerah dapat menjadi solusi untuk menjangkau masyarakat yang kurang akrab dengan bahasa Indonesia formal.
Upaya-upaya yang dilakukan KPU berlandaskan fakta bahwa suara pemilih sangat penting dalam menentukan arah pembangunan daerah ke depan serta memilih pemimpin terbaik untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Partisipasi pemilih yang tinggi juga menunjukkan kesuksesan gelaran pilkada.
Dengan peran sebesar itu, mari para pemuda, salurkan suaramu di pilkada!
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Dari sekitar 200 juta pemilih dalam Pilkada 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat lebih dari setengahnya merupakan pemilih muda yang merupakan milenial dan generasi Z.
Jumlah milenial (kelahiran 1981-1996) sekitar 33 persen dan generasi Z (kelahiran 1997-2012) 22 persen.
Beda generasi, beda pula cara pandang dalam menentukan pilihan kepala daerah yang akan dipercaya memimpin hingga lima tahun ke depan.
Berdasarkan survei terbaru lembaga riset Populix yang melibatkan 962 responden dari berbagai kalangan dan sebagian besar milenial dan generasi Z, profil pasangan calon lebih penting daripada partai pengusungnya.
Hanya 21 persen responden menganggap pilihan partai cenderung memengaruhi pilihan calon kepala daerah yang akan dipilih dan hampir setengahnya atau 46 persen menyatakan pilihan calon tidak berkaitan dengan partai pengusung.
Yang lebih menarik adalah 33 persen responden justru berpikiran calon kepala daerah yang diusung akan memengaruhi pilihan terhadap partai di masa mendatang.
Menurut Manajer Riset Sosial Populix Nazmi Tamara, temuan tersebut menunjukkan calon yang diusung partai dalam kontestasi pilkada merupakan faktor terbesar penentu kemenangan.
Partai besar bukan lagi jadi yang paling menentukan. Fenomena ini diperkirakan masih menjadi tren dalam politik Indonesia di masa mendatang.
Sementara untuk kriteria sosok pemimpin daerah yang disukai para pemilih muda berdasarkan survei tersebut adalah memiliki rekam jejak kinerja yang baik, menawarkan visi-misi dan program kerja yang jelas, memahami isu di daerah yang akan dipimpin dan memiliki karakter personal yang baik.
Ada pun kriteria berpendidikan tinggi, berpenampilan fisik menarik serta memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat lain yang disukai tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan memilih calon kepala daerah.
Hasil survei yang dilakukan secara daring pada Mei 2024 tersebut menunjukkan pemilih muda cenderung memilih secara rasional dengan mempertimbangkan program-program yang ditawarkan para calon kepala daerah.
Apalagi kedekatan pemilih muda dengan teknologi, memudahkan mereka mengakses informasi mengenai rekam jejak para calon dan program yang disampaikan melalui media sosial dan media massa
Antusiasme tinggi yang harus dijaga
Masih berdasarkan survei Populix yang melibatkan 506 responden generasi Z, 400 milenial serta 56 generasi X dan boomers itu, antusiasme pemilih untuk berpartisipasi menyalurkan suara dalam Pilkada 2024 termasuk tinggi, baik untuk pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.
Untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 92 persen responden menyatakan akan menyalurkan suaranya pada 27 November 2024, sementara dua persen tidak akan memilih dan enam persen belum pasti akan memilih.
Tidak berbeda jauh, untuk pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, sebanyak 91 persen menyatakan akan menyalurkan suara, dua persen tidak akan memilih dan tujuh persen belum pasti.
Nazmi Tamara mengatakan antusiasme pemilih muda terhadap Pilkada 2024 dapat dipengaruhi oleh kemeriahan Pemilu 2024 yang belum lama berlalu.
Tingginya antusiasme itu diharapkan akan terkonversi menjadi tingkat partisipasi pemilih Pilkada 2024 yang juga tinggi. Setidaknya lebih dari 80 persen, seperti saat Pemilu 2024.
Namun, tantangan lain seperti apatisme akibat janji politik yang tidak ditepati, penyebaran hoaks, dan polarisasi di media sosial perlu menjadi perhatian.
Apabila dibiarkan, faktor-faktor tersebut dapat menurunkan kepercayaan pemilih muda terhadap proses politik.
Strategi dan inovasi untuk meningkatkan partisipasi
Sementara itu, akademisi Universitas PGRI Madiun Bintang Ulya Kharisma menuturkan partisipasi pemilih pemula dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain keterbukaan dan kepekaan dalam menerima rangsangan politik, seperti melalui media massa.
Selanjutnya karakteristik sosial yang dipengaruhi status ekonomi, suku, jenis kelamin, dan agama. Faktor terakhir adalah sistem politik dalam negara demokratis.
Melihat faktor-faktor tersebut, strategi untuk menarik partisipasi pemilih muda dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran politik sejak dini dari lingkup keluarga agar tertanam pentingnya keikutsertaan dalam pemilihan.
Pemilihan umum yang mudah dan nyaman, seperti pendaftaran atau pemindahan tempat memilih yang tidak rumit, juga akan meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan.
Terakhir, pencegahan politik uang merupakan hal yang krusial lantaran hal tersebut menimbulkan ketidakadilan, merusak integritas pemilihan, dan mengurangi kualitas hasil pemilihan.
Ada pun isu yang dapat menarik perhatian para pemilih muda adalah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, perbaikan kualitas pendidikan, penambahan lapangan pekerjaan, serta pemenuhan hak dan partisipasi perempuan di berbagai bidang.
Mengubah antusiasme menjadi aksi nyata
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyadari pentingnya mengubah antusias pemilih muda agar terwujud menjadi partisipasi nyata saat hari pemilihan.
Berbagai acara kreatif digelar, seperti lomba fotografi, kirab pilkada dan lain-lain, untuk mengedukasi soal tahapan pilkada dan memperkenalkan para calon.
Sosialisasi juga dilakukan melalui berbagai platform media sosial, mengingat berdasarkan survei The Indonesian Institute pada 2022, 76 persen anak muda mengetahui adanya penyelenggaraan Pilkada 2024 dari media sosial, 13 persen dari berita daring, tujuh persen dari TV, dan empat persen dari keluarga-teman.
Sementara untuk para pemilih pemula yang baru pertama kali akan menyalurkan suaranya, KPU melakukan sosialisasi secara langsung ke sekolah dan pesantren di berbagai daerah.
KPU juga menggelar debat dalam beberapa sesi dengan tema yang berbeda-beda untuk memperdalam pengetahuan masyarakat terkait program-program yang dimiliki para calon kepala daerah.
Dengan kedekatan terhadap teknologi, anak-anak muda diminta KPU mengambil peran aktif dalam menyebarkan informasi mengenai pilkada serta menyebarkan pesan perdamaian agar pilkada berjalan dengan sejuk.
Namun, KPU juga perlu memastikan aksesibilitas informasi pilkada tidak hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan tetapi juga menjangkau daerah terpencil.
Penyediaan materi edukasi dalam berbagai bahasa daerah dapat menjadi solusi untuk menjangkau masyarakat yang kurang akrab dengan bahasa Indonesia formal.
Upaya-upaya yang dilakukan KPU berlandaskan fakta bahwa suara pemilih sangat penting dalam menentukan arah pembangunan daerah ke depan serta memilih pemimpin terbaik untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Partisipasi pemilih yang tinggi juga menunjukkan kesuksesan gelaran pilkada.
Dengan peran sebesar itu, mari para pemuda, salurkan suaramu di pilkada!
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024