Judi telah lama menjadi salah satu masalah sosial yang sulit dipecahkan. Sifatnya yang menghibur, disertai harapan akan keuntungan instan menjadikannya daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Dalam era digital, daya tarik ini semakin meningkat dengan hadirnya judi online, yang menawarkan kemudahan akses tanpa batasan waktu dan tempat.
Judi online semakin marak dan mudah diakses, merambah semua kalangan tanpa memandang usia atau status sosial. Hanya bermodal ponsel dan koneksi internet, siapa saja dapat terjebak dalam dunia taruhan digital yang menjanjikan kekayaan dan kemewahan secara instan.
Di balik euforia sementara yang ditawarkan, judi online memiliki potensi untuk menciptakan kecanduan yang mirip dengan narkoba.
Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dr Kristiana Siste Kurniasanti mengungkapkan perbedaan utama antara kecanduan narkoba dan judi online terletak pada mekanisme penyebabnya.
"Kalau narkoba itu ada zat yang masuk ke dalam otak, sedangkan pada judi online, tidak ada zat fisik yang masuk. Namun, aktivitas berjudi mengaktifkan sistem reward di otak yang memproduksi zat kimia bernama dopamin," jelasnya.
Dopamin merupakan neurotransmiter atau pembawa pesan yang menciptakan rasa senang dan euforia. Ketika seseorang berjudi dan menang, lonjakan dopamin memberikan rasa kepuasan yang luar biasa.
Hal ini mendorong individu untuk terus berjudi demi mengejar sensasi tersebut. Namun, ketika perilaku ini berlangsung terus-menerus, sirkuit di otak mulai terbiasa dan beradaptasi, sehingga mampu menciptakan pola otomatis yang sulit dihentikan.
Perilaku berjudi secara berulang akan mengakibatkan kerusakan pada area prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian diri.
"Ketika prefrontal cortex terganggu, individu kehilangan kendali atas perilaku mereka. Misalnya, meski sudah kalah banyak uang, mereka tidak mampu berhenti bermain," tambah dr Siste.
Parahnya, gejala kecanduan judi online tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga fisik. Di mana saat sedang tidak berjudi, seorang pecandu dapat merasa sangat cemas, jantung berdebar cepat, bahkan gemetar.
Gejala tersebut menyerupai gejala withdrawal syndrome, yang merupakan respons tubuh yang terjadi ketika seorang pecandu menghentikan penggunaan zat adiktif, yang jika tidak segera ditangani, kecanduan ini dapat memicu depresi berat, frustrasi, hingga munculnya ide-ide untuk mengakhiri hidup.
Efek domino kecanduan judi juga sering kali menjerumuskan seseorang ke dalam lingkaran setan yang sulit dihentikan.
Dr Siste memaparkan, ketika kalah judi, seorang pecandu meminjam uang dari aplikasi pinjaman online, di mana uang itu dipakai untuk berjudi lagi dengan harapan menang dan mampu melunasi utang.
Namun ketika kalah lagi, dia akan meminjam lebih banyak uang. Siklus ini bisa terus berulang hingga mereka terjebak dalam jeratan utang.
Lebih parah lagi, dalam banyak kasus, individu yang kecanduan judi online mulai melakukan tindakan kriminal seperti mencuri barang-barang di rumah untuk mendapatkan modal berjudi.
Hal ini menunjukkan betapa dalam dampak judi terhadap moral dan perilaku seseorang.
Salah satu faktor yang membuat judi online sulit dihentikan adalah munculnya "cognitive error" atau pikiran yang salah. Banyak pecandu judi online percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membaca pola permainan atau memprediksi hasil.
"Padahal, permainan seperti bakarat itu berdasarkan probabilitas, bukan keahlian. Namun, mereka merasa memiliki kekuatan untuk menang. Ini adalah kesalahan kognitif yang perlu diluruskan melalui terapi," jelas dr Siste.
Selain itu, keberadaan iklan judi online di berbagai media sosial semakin memperparah situasi. Iklan-iklan ini dirancang dengan algoritma yang secara otomatis menargetkan individu yang pernah mengakses situs judi sebelumnya.
"Iklan itu kemudian menstimulus otak bagian depan, maka langsung muncul craving, ingin bermain judi dengan mengklik link-nya," lanjutnya.
Penanganan kecanduan judi online memerlukan pendekatan holistik, yang mencakup terapi psikologis dan medis.
Terapi kognitif perilaku (CBT) menjadi salah satu metode utama dalam rehabilitasi. Tujuannya adalah mengubah pola pikir dan memperbaiki kesalahan kognitif yang ada.
Selain itu, teknologi seperti Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) digunakan untuk mengaktifkan "stop system" di otak, demi membantu individu mengendalikan dorongan berjudi.
Obat-obatan tertentu juga sering kali diperlukan, terutama bagi mereka yang telah mengalami kerusakan otak akibat kecanduan.
Pemerintah RI juga menekankan bahwa pemberantasan judi online menjadi salah satu upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi masalah sosial.
Pada sisi rehabilitasi, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyatakan rehabilitasi pecandu judi online akan mendapat bantuan dari pemerintah.
Bantuan tersebut diwujudkan berupa biaya perawatan rehabilitasi di rumah sakit melalui skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta bantuan sosial dari Kementerian Sosial.
Di samping itu, pemerintah juga akan memberikan berbagai modal pelatihan kepada korban agar dapat mencari nafkah, setelah korban kembali pulih.
Tak hanya menyangkut rehabilitasi, Muhaimin Iskandar juga menegaskan pihaknya berkomitmen untuk menekan dan menyelesaikan persoalan judi online melalui koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Kecanduan judi bukanlah masalah sepele. Dampaknya merusak tidak hanya individu tetapi juga keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, edukasi tentang bahaya judi perlu digalakkan, terutama di kalangan generasi muda.
Peran serta banyak pihak termasuk masyarakat juga diperlukan untuk mencegah adanya pemain baru. Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa judi bukanlah cara cepat untuk meraih kesuksesan, justru sebaliknya, judi merupakan jalan pintas menuju kehancuran.
Dengan pendekatan yang tepat, individu yang kecanduan judi masih memiliki kesempatan untuk sembuh dan memulai hidup baru yang lebih baik.
Semuanya bermula dari kesadaran dan kemauan untuk berubah. Dukungan keluarga, teman, serta bantuan profesional seperti konselor atau terapi rehabilitasi memainkan peran penting dalam proses pemulihan.
Selain itu, edukasi tentang bahaya judi online perlu digencarkan, baik melalui media, sekolah, maupun komunitas, untuk mencegah generasi berikutnya terjerat dalam lingkaran setan ini.
Jika masyarakat bersama-sama bersikap tegas terhadap bahaya judi online dan pemerintah memperketat regulasi serta pengawasan, maka langkah nyata untuk mengatasi masalah ini bukanlah hal yang mustahil.
Masa depan yang lebih baik tanpa bayang-bayang perjudian ada di tangan kita semua.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Dalam era digital, daya tarik ini semakin meningkat dengan hadirnya judi online, yang menawarkan kemudahan akses tanpa batasan waktu dan tempat.
Judi online semakin marak dan mudah diakses, merambah semua kalangan tanpa memandang usia atau status sosial. Hanya bermodal ponsel dan koneksi internet, siapa saja dapat terjebak dalam dunia taruhan digital yang menjanjikan kekayaan dan kemewahan secara instan.
Di balik euforia sementara yang ditawarkan, judi online memiliki potensi untuk menciptakan kecanduan yang mirip dengan narkoba.
Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dr Kristiana Siste Kurniasanti mengungkapkan perbedaan utama antara kecanduan narkoba dan judi online terletak pada mekanisme penyebabnya.
"Kalau narkoba itu ada zat yang masuk ke dalam otak, sedangkan pada judi online, tidak ada zat fisik yang masuk. Namun, aktivitas berjudi mengaktifkan sistem reward di otak yang memproduksi zat kimia bernama dopamin," jelasnya.
Dopamin merupakan neurotransmiter atau pembawa pesan yang menciptakan rasa senang dan euforia. Ketika seseorang berjudi dan menang, lonjakan dopamin memberikan rasa kepuasan yang luar biasa.
Hal ini mendorong individu untuk terus berjudi demi mengejar sensasi tersebut. Namun, ketika perilaku ini berlangsung terus-menerus, sirkuit di otak mulai terbiasa dan beradaptasi, sehingga mampu menciptakan pola otomatis yang sulit dihentikan.
Perilaku berjudi secara berulang akan mengakibatkan kerusakan pada area prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian diri.
"Ketika prefrontal cortex terganggu, individu kehilangan kendali atas perilaku mereka. Misalnya, meski sudah kalah banyak uang, mereka tidak mampu berhenti bermain," tambah dr Siste.
Parahnya, gejala kecanduan judi online tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga fisik. Di mana saat sedang tidak berjudi, seorang pecandu dapat merasa sangat cemas, jantung berdebar cepat, bahkan gemetar.
Gejala tersebut menyerupai gejala withdrawal syndrome, yang merupakan respons tubuh yang terjadi ketika seorang pecandu menghentikan penggunaan zat adiktif, yang jika tidak segera ditangani, kecanduan ini dapat memicu depresi berat, frustrasi, hingga munculnya ide-ide untuk mengakhiri hidup.
Efek domino kecanduan judi juga sering kali menjerumuskan seseorang ke dalam lingkaran setan yang sulit dihentikan.
Dr Siste memaparkan, ketika kalah judi, seorang pecandu meminjam uang dari aplikasi pinjaman online, di mana uang itu dipakai untuk berjudi lagi dengan harapan menang dan mampu melunasi utang.
Namun ketika kalah lagi, dia akan meminjam lebih banyak uang. Siklus ini bisa terus berulang hingga mereka terjebak dalam jeratan utang.
Lebih parah lagi, dalam banyak kasus, individu yang kecanduan judi online mulai melakukan tindakan kriminal seperti mencuri barang-barang di rumah untuk mendapatkan modal berjudi.
Hal ini menunjukkan betapa dalam dampak judi terhadap moral dan perilaku seseorang.
Salah satu faktor yang membuat judi online sulit dihentikan adalah munculnya "cognitive error" atau pikiran yang salah. Banyak pecandu judi online percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membaca pola permainan atau memprediksi hasil.
"Padahal, permainan seperti bakarat itu berdasarkan probabilitas, bukan keahlian. Namun, mereka merasa memiliki kekuatan untuk menang. Ini adalah kesalahan kognitif yang perlu diluruskan melalui terapi," jelas dr Siste.
Selain itu, keberadaan iklan judi online di berbagai media sosial semakin memperparah situasi. Iklan-iklan ini dirancang dengan algoritma yang secara otomatis menargetkan individu yang pernah mengakses situs judi sebelumnya.
"Iklan itu kemudian menstimulus otak bagian depan, maka langsung muncul craving, ingin bermain judi dengan mengklik link-nya," lanjutnya.
Terapi dan rehabilitasi
Penanganan kecanduan judi online memerlukan pendekatan holistik, yang mencakup terapi psikologis dan medis.Terapi kognitif perilaku (CBT) menjadi salah satu metode utama dalam rehabilitasi. Tujuannya adalah mengubah pola pikir dan memperbaiki kesalahan kognitif yang ada.
Selain itu, teknologi seperti Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) digunakan untuk mengaktifkan "stop system" di otak, demi membantu individu mengendalikan dorongan berjudi.
Obat-obatan tertentu juga sering kali diperlukan, terutama bagi mereka yang telah mengalami kerusakan otak akibat kecanduan.
Pemerintah RI juga menekankan bahwa pemberantasan judi online menjadi salah satu upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi masalah sosial.
Pada sisi rehabilitasi, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyatakan rehabilitasi pecandu judi online akan mendapat bantuan dari pemerintah.
Bantuan tersebut diwujudkan berupa biaya perawatan rehabilitasi di rumah sakit melalui skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta bantuan sosial dari Kementerian Sosial.
Di samping itu, pemerintah juga akan memberikan berbagai modal pelatihan kepada korban agar dapat mencari nafkah, setelah korban kembali pulih.
Tak hanya menyangkut rehabilitasi, Muhaimin Iskandar juga menegaskan pihaknya berkomitmen untuk menekan dan menyelesaikan persoalan judi online melalui koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Kecanduan judi bukanlah masalah sepele. Dampaknya merusak tidak hanya individu tetapi juga keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, edukasi tentang bahaya judi perlu digalakkan, terutama di kalangan generasi muda.
Peran serta banyak pihak termasuk masyarakat juga diperlukan untuk mencegah adanya pemain baru. Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa judi bukanlah cara cepat untuk meraih kesuksesan, justru sebaliknya, judi merupakan jalan pintas menuju kehancuran.
Dengan pendekatan yang tepat, individu yang kecanduan judi masih memiliki kesempatan untuk sembuh dan memulai hidup baru yang lebih baik.
Semuanya bermula dari kesadaran dan kemauan untuk berubah. Dukungan keluarga, teman, serta bantuan profesional seperti konselor atau terapi rehabilitasi memainkan peran penting dalam proses pemulihan.
Selain itu, edukasi tentang bahaya judi online perlu digencarkan, baik melalui media, sekolah, maupun komunitas, untuk mencegah generasi berikutnya terjerat dalam lingkaran setan ini.
Jika masyarakat bersama-sama bersikap tegas terhadap bahaya judi online dan pemerintah memperketat regulasi serta pengawasan, maka langkah nyata untuk mengatasi masalah ini bukanlah hal yang mustahil.
Masa depan yang lebih baik tanpa bayang-bayang perjudian ada di tangan kita semua.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024