Sebanyak tiga petinggi smelter swasta dituntut pidana penjara selama 8 tahun hingga 14 tahun terkait kasus dugaan korupsi timah.
Ketiga petinggi smelter dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon yang dituntut 14 tahun penjara serta General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani dan Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie yang dituntut masing-masing 8 tahun penjara.
"Kami menuntut agar para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Tak hanya pidana penjara, keempat terdakwa turut dituntut JPU agar dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron, sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dituntut pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.
Sementara untuk Tamron, dituntut pula pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,66 triliun subsider 8 tahun penjara.
Dengan demikian, JPU menilai perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Khusus Tamron, JPU menuntut agar dirinya dinyatakan pula telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dakwaan kedua primer.
Dalam memberikan tuntutan, JPU mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan bagi keempat terdakwa. Hal memberatkan, yakni perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kemudian, perbuatan para terdakwa dinilai turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar termasuk kerugian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif, tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya, serta telah menikmati hasil tindak pidana yang sangat besar.
Sementara, hal meringankan yang dipertimbangkan, yaitu para terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga serta belum pernah dihukum.
Adapun keempat terdakwa sebelumnya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Dengan begitu, perbuatan keempatnya didakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kendati demikian khusus Tamron, terancam pula pidana dalam Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tamron diduga melalukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
Dalam kasus tersebut, Tamron bersama-sama dengan Achmad, Hasan, serta Buyung, melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, didakwa telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kegiatan itu turut dilakukan bersama-sama dengan smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024