Jakarta (Antara Babel) - Perseroan Terbatas Bank Central Asia Tbk (BCA) meraup laba bersih Rp15,1 triliun atau tumbuh secara tahunan sebesar 13,2 persen hingga triwulan ketiga 2016 meskipun penyaluran kredit masih lesu karena lambatnya permintaan domestik.
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatdmadja di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa pertumbuhan kredit BCA pada Triwulan III 2016 masih satu digit atau 5,8 persen secara tahunan (yoy) sebesar Rp386,1 triliun.
Pendapatan bunga bersih yang menopang pendapatan operasional BCA hingga Triwulan III 2016 sebesar Rp30 triliun. Namun, pertumbuhan tahunannya 14 persen (yoy) atau lebih rendah daripada pendapatan nonbunga yang terangkat sebesar 19 persen (yoy) menjadi Rp9,7 triliun.
"Kredit bahkan secara tahun berjalan (year to date) masih cenderung flat, ya. Akan tetapi, secara tahunan tumbuhnya 5,8 persen," kata Jahja.
Jahja memperkirakan di akhir tahun pertumbuhan kredit BCA maksimum sebesar 6 persen.
Dalam menyalurkan kredit hingga Triwulan III 2016, BCA lebih banyak mengandalkan lini konsumer. Lini kredit konsumer BCA yang mengandalkan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) secara total hingga September 2016 tumbuh 8,1 persen (yoy) menjadi Rp106,4 triliun.
Di lini kredit lainnya, seperti korporasi tumbuh 5,7 persen (yoy) menjadi Rp133,3 triliun dan kredit komersial serta usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh 4,4 persen menjadi Rp146,5 triliun.
"Kredit korporasi dan UKM memang lemah. Yang kami lihat yang berkembang adalah KKB dan KPR," katanya.
Tekanan terhadap penyaluran kredit itu terlihat dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) BCA yang naik menjadi 1,5 persen secara gross dibanding Triwulan II 2016 sebesar 1,4 persen dan Triwulan I 2016 yang sebesar 1,1 persen.
"Namun, saya kira seharusnya mulai flat NPL di akhir tahun 1,5 persen," katanya.
Untuk memitigasi dampak dari kenaikan NPL itu, BCA membentuk biaya pencadangan sebesar Rp3,1 triliun, sehingga rasio cadangan terhadap total NPL menjadi 201 persen hingga September 2016.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) meningkat 6,7 persen menjadi Rp493,1 triliun. Hal itu ditopang dari komposisi dana murah (CASA) yang berkontribusi sebesar 78,2 persen dari total DPK dengan mencatatkan Rp385,4 triliun atau naik 8,9 persen (yoy).
Jahja mengatakan bahwa likuiditas masih terjaga baik dengan indikator rasio kredit terhadap pendanaan (loan to funding ratio/LFR) yang sebesar 77,3 persen dan rasio kecukupan modal inti (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 21,5 persen.
Dengan capaian kredit dan DPK tersebut, aset BCA terkumpul Rp660,1 triliun atau tumbuh 13 persen hingga Triwulan III 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatdmadja di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa pertumbuhan kredit BCA pada Triwulan III 2016 masih satu digit atau 5,8 persen secara tahunan (yoy) sebesar Rp386,1 triliun.
Pendapatan bunga bersih yang menopang pendapatan operasional BCA hingga Triwulan III 2016 sebesar Rp30 triliun. Namun, pertumbuhan tahunannya 14 persen (yoy) atau lebih rendah daripada pendapatan nonbunga yang terangkat sebesar 19 persen (yoy) menjadi Rp9,7 triliun.
"Kredit bahkan secara tahun berjalan (year to date) masih cenderung flat, ya. Akan tetapi, secara tahunan tumbuhnya 5,8 persen," kata Jahja.
Jahja memperkirakan di akhir tahun pertumbuhan kredit BCA maksimum sebesar 6 persen.
Dalam menyalurkan kredit hingga Triwulan III 2016, BCA lebih banyak mengandalkan lini konsumer. Lini kredit konsumer BCA yang mengandalkan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) secara total hingga September 2016 tumbuh 8,1 persen (yoy) menjadi Rp106,4 triliun.
Di lini kredit lainnya, seperti korporasi tumbuh 5,7 persen (yoy) menjadi Rp133,3 triliun dan kredit komersial serta usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh 4,4 persen menjadi Rp146,5 triliun.
"Kredit korporasi dan UKM memang lemah. Yang kami lihat yang berkembang adalah KKB dan KPR," katanya.
Tekanan terhadap penyaluran kredit itu terlihat dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) BCA yang naik menjadi 1,5 persen secara gross dibanding Triwulan II 2016 sebesar 1,4 persen dan Triwulan I 2016 yang sebesar 1,1 persen.
"Namun, saya kira seharusnya mulai flat NPL di akhir tahun 1,5 persen," katanya.
Untuk memitigasi dampak dari kenaikan NPL itu, BCA membentuk biaya pencadangan sebesar Rp3,1 triliun, sehingga rasio cadangan terhadap total NPL menjadi 201 persen hingga September 2016.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) meningkat 6,7 persen menjadi Rp493,1 triliun. Hal itu ditopang dari komposisi dana murah (CASA) yang berkontribusi sebesar 78,2 persen dari total DPK dengan mencatatkan Rp385,4 triliun atau naik 8,9 persen (yoy).
Jahja mengatakan bahwa likuiditas masih terjaga baik dengan indikator rasio kredit terhadap pendanaan (loan to funding ratio/LFR) yang sebesar 77,3 persen dan rasio kecukupan modal inti (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 21,5 persen.
Dengan capaian kredit dan DPK tersebut, aset BCA terkumpul Rp660,1 triliun atau tumbuh 13 persen hingga Triwulan III 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016