Para demonstran menuduh pemerintahan Netanyahu menghalangi tercapainya gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Gaza.
Ratusan ribu orang mengkritik Netanyahu, mengulangi tuntutan mereka agar pemerintahannya, yang disebut sebagai "pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah Israel," mengundurkan diri serta mengadakan pemilu dini.
Aksi protes berlangsung di Tel Aviv, Haifa, Beersheba, Yerusalem Barat, dan berbagai daerah lainnya.
Protes utama berpusat di sekitar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, di mana para demonstran membawa spanduk, poster, dan plakat yang mengecam Netanyahu serta anggota pemerintahannya.
Saat berbicara kepada demonstran di Jalan Kaplan dekat kementerian tersebut, pemimpin oposisi sekaligus mantan kepala otoritas pemerintahan Yair Lapid berjanji untuk "menjatuhkan" pemerintah dalam pemilu.
Lapid menegaskan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi dengan pemerintahan Netanyahu dan tidak akan mundur.
"Kami akan menang. Bibi (Netanyahu) sebenarnya tidak semakin kuat. Rakyat tidak mendukung mereka. Tidak ada pemilu karena mereka takut akan hasil pemilu karena mereka tahu kebenarannya," ujarnya.
Dugaan sabotase negosiasi
Sebelum aksi protes di Tel Aviv, Einav Zangauker, ibu dari tahanan Israel Matan Zangauker, menuduh Netanyahu menyabotase negosiasi gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Gaza.
Zangauker mengkritik Netanyahu yang terus melanjutkan operasi militer di Gaza demi keuntungan politik dan menolak kesepakatan pertukaran tahanan.
"Mengakhiri perang bukanlah halangan atau biaya. Mengakhiri perang untuk membawa pulang semua tahanan adalah tujuannya," katanya.
Netanyahu dituduh oleh warga Israel dan opini publik internasional menolak negosiasi pertukaran tahanan dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, karena alasan politik.
Diperkirakan saat ini ada 101 tahanan Israel di Gaza.
Serangan udara di Gaza
Sementara negosiasi gencatan senjata dan pertukaran tahanan terus dilakukan dengan mediasi Mesir dan Qatar, militer Israel tetap melanjutkan serangan udara intensif ke Gaza.
Dalam 24 jam terakhir, serangan Israel telah menewaskan 24 warga Palestina.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan tersebut telah menyebabkan 45.227 warga Palestina meninggal dunia, termasuk 17.492 anak-anak dan 11.979 perempuan. Selain itu, 107.573 orang dilaporkan terluka.
Laporan menunjukkan ribuan jenazah masih terjebak di bawah puing-puing bangunan yang hancur, sementara infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan lembaga pendidikan, terus menjadi sasaran serangan dan dihancurkan.
Sumber: Anadolu