Jakarta (Antara Babel) - Dugaan pemberian suap yang dilakukan Eddy Sindoro terkait dengan pengajuan peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di PN Jakpus, KPK menetapkan ESI (Eddy Sindoro) sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat.

ESI diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di PN Jakpus sehubungan dengan permohonan bantuan pengajuan PK di PN Jakpus
   
Atas perbuatannya, Eddy Sindoro yang dalam tuntutan jaksa penuntut umum KPK terhadap panitera PN Jakpus Edy Nasution, disebut sebagai Presiden Komisaris Lippo Grup, disangkakan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

"Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut OTT (operasi tangkap tangan) pada bulan April 2016 dan sudah menetapkan tesangka EN (Edy Nasution) sebagai panitera sekretaris PN Jakpus dan DAS (Dody Arianto Supeno) dari swasta berdasarkan OTT di area parkir bawah tanah hotel di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat," ungkap Febri.

Dalam perkara tersebut, Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

"Sejumlah saksi sudah diperiksa dalam perkara ini, ada sekitar 15 saksi dari berbagai unsur, baik swasta, advokat, maupun pihak pengadilan, yang dipandang punya relasi dan punya punya informasi mengenai penyidikan ini," tambah Febri.

KPK pun tidak menutup kemungkinan untuk memanggil kembali mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dalam perkara ini.

"Semua pihak yang terkait dengan perkara ini sepanjang dibutuhkan dengan penyidikan akan dipanggil apakah keterangannya signifikan atau tidak termasuk untuk meningkatkan status pekara lain, masih akan terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan hal itu," jelas Febri.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50.000 dolar AS untuk pengurusan PK PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh MA melawan PT First Media.

Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna cokelat.

Anggota majelis hakim Yohanes Priyana, dalam sidang 8 Desember 2016, mengatakan bahwa Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon terdakwa Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK.

"Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan dan Nurhadi dalam sidang mengatakan menyampaikan pesan itu karena Nurhadi adalah Sekretaris MA yang bertanggung jawab untuk penyelsaian perkara. Terdakwa juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody. Uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo," kata Yohanes Priyana.

Dari 50.000 dolar AS, sebesar 4.000 dolar Singapura diberikan kepada anak buahnya, Sarwo Edi dan Irdiansyah, dan selanjutnya diberikan ke KPK.

KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016