Geliat pariwisata Pulau Weh yang bak surga di ujung paling barat Indonesia bagi wisatawan domestik dan mancanegara berkat destinasinya yang lengkap telah memberikan berkah bagi roda perekonomian rakyat di sana.

Betapa tidak, dengan mengunjungi kota yang terletak di Pulau Weh dengan luas kawasan mencapai 153 kilometer persegi itu, para pelancong tidak hanya dapat menikmati pesona pantai-pantai berpasir putih nan eksotis dan birunya laut.

Mereka pun dimanjakan oleh udara bersih, keindahan taman-taman bawah laut dengan bebatuan karang dan beraneka jenis ikan warna-warni, alam pegunungan dengan hutan lindungnya yang menghijau, serta tempat-tempat kuliner yang memanjakan lidah.

Tak hanya itu, destinasi wisata kota yang setiap tahun menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal layar (yacht) internasional guna mengikuti rangkaian acara Sabang Marine Festival itu pun mewariskan jejak sejarah era Belanda dan saksi bisu Perang Dunia II.

Jauh sebelum pecah Perang Pasifik yang menyisakan banyak bangunan benteng dan bunker pertahanan Jepang di berbagai titik kota dan daerah pesisir pantainya maupun era perdagangan Kolonial Belanda, Sabang bahkan pernah disinggahi Laksamana Cheng Ho.

Berkah ekonomi yang dirasakan langsung oleh penduduk di pulau itu antara lain datang dari berbagai usaha yang dimiliki mereka, seperti penginapan, kuliner, kedai, penyewaan mobil dan sepeda motor, usaha perahu, peralatan selam, dan pengelolaan obyek wisata.

    
Sate gurita

Di bidang kuliner, Bu Wati yang mampu menjual 30 sampai 50 porsi sate gurita per harinya, misalnya, tidak hanya mendapatkan para pembeli dari warga Gampong Iboih tempatnya menetap tetapi juga dari banyak wisatawan yang menginap di sekitar desa wisata tersebut.

Untuk mendapatkan gurita segar sebagai bahan baku usaha satenya itu, Bu Wati yang membuka kedai kecil sate guritanya di halaman depan rumahnya yang beralamat di Kelurahan Iboih Nomor 3, Lingkungan Tepi Layee, itu, membelinya dari nelayan setempat.

"Setidaknya saya membeli empat sampai enam kilogram gurita segar dari nelayan langganan saya. Stok sebanyak itu untuk dua hari tapi, kalau lagi ramai pembeli, hanya cukup satu hari saja," kata ibu yang membuka usahanya di dekat perduaan Desa Wisata Iboh itu.

Akan halnya Bu Wati, Herman, perantau asal Sumatera Barat, juga merasakan langsung berkah ekonomi dari geliat pariwisata Pulau
Weh dari gerobak usaha sate gurita, sapi dan ayam yang dikelolanya di Jalan Perdagangan, Kota Sabang.

Satu porsi berisi tujuh tusuk sate gurita dan beberapa potong lontong, Herman hargai Rp15.000.

"Kalau lagi ramai pembeli seperti pada Sabtu dan Minggu, saya membeli dua kilogram gurita segar atau yang masih hidup dari nelayan setempat," katanya.

Usaha sewa sepeda motor pun hidup di Kota Sabang. Para wisatawan domestik yang datang dari luar Kota Banda Aceh dan turis asing umumnya menyewa sepeda motor dari warga setempat setibanya di Pelabuhan Balohan untuk mendukung mobilitas mereka selama di Sabang.

Jasa penyewaan sepeda motor ini tidak hanya dikelola dalam bentuk perusahaan yang promosinya sudah menggunakan media sosial seperti blog tetapi juga dilakukan perorangan.

Untuk mendapatkan uang, Muhammad Tony, misalnya, rela menyewakan sepeda motor satu-satunya yang dimilikinya kepada Antara dengan uang sewa per 24 jam pemakaian sebesar Rp100.000.

Usaha sejenis pun dilakoni banyak warga Kota Sabang yang lain, termasuk Abdullah yang dapat menghidupi keluarganya dari usaha penyewaan beberapa unit sepeda motor dan mobil yang dimilikinya kepada para wisatawan lokal dan mancanegara.

Bagi para pengelola bungalow, resor, dan hotel yang bertebaran di Desa Iboih, kawasan wisata yang bertetangga langsung dengan Pulau Rubiah, maupun Pantai Gapang, kehadiran turis domestik dan mancanegara merupakan urat nadi usaha mereka.

Dari kehadiran para pelancong tersebut, penginapan mereka terisi dan bisnis utama lain seperti jasa penyewaan peralatan "snorkeling" dan "diving" (selam) juga hidup berkat banyaknya titik penyelaman dan taman bawah laut di sekitar Iboih dan Gapang itu.

Menurut Basri, kegiatan snorkeling di perairan Pulau Rubiah memerlukan penyewaan perahu Rp100.000, peralatan snorkeling Rp40.000, serta penyewaan kamera bawah air dan tips pemandu Rp300.000.

Bagi wisatawan yang ingin menyelam, biayanya lebih mahal dari snorkeling, yakni Rp500 ribu. Biaya itu sudah termasuk sewa peralatan selam, pemandu dan kapal, kata pemuda asal Gampong Iboih ini.

    
Berkah ekonomi

Berkah ekonomi yang dirasakan banyak penduduk dari berputarnya mesin industri pariwisata Pulau Weh itu tidak datang dengan sendirinya melainkan merupakan buah dari keseriusan berusaha dengan semangat pantang menyerah dan investasi yang tidak kecil.

Pengalaman Teuku Syahrizal menunjukkan hal itu dalam upayanya mengembangkan destinasi wisata Gua Sarang.

Ketua Pemuda Iboih yang namanya menghiasi lembaran karcis masuk pengunjung Gua Sarang itu tak segan-segan mengeluarkan dananya sendiri untuk melengkapi sarana dan prasarana yang memperkuat akses ke objek wisata tersebut.

Dengan dananya sendiri, dia membangun tangga beton sepanjang sekitar 200 meter dari atas tempat parkir sepeda motor berikut dengan saluran air dan beberapa kursi tempat beristirahat menuju titik awal trekking ke tujuh mulut nan eksotis tersebut.

Pembangunan tangga beton lengkap dengan saluran air dan kursi tempat istirahat menuju rumah panggung yang menjadi pusat usaha keluarganya itu telah menghabiskan dana Rp100 juta lebih, katanya.

Pemuda berkulit sawo yang akrab disapa Teuku Ubit ini mengatakan wisata tujuh mulut gua yang menjadi tempat bersarangnya burung walet dan kalong itu rata-rata dikunjungi 60 hingga 100 orang per hari berdasarkan jumlah karcis masuk yang terjual.

Untuk menikmati pasona Gua Sarang berikut dengan panorama perbukitan hutan lindung serta birunya laut Pulau Weh yang menyatu dengan garis horizon Samudera Indonesia itu, setiap wisatawan hanya membayar karcis masuk sebesar Rp5.000.

Kendati uang yang diperoleh dari karcis masuk pengunjung maupun dari penyewaan perahu bermotornya kepada wisatawan yang hendak melihat pesona tujuh mulut gua itu dari laut tidak besar, Teuku Syahrizal memiliki visi.

Visinya yang jauh melampaui eranya seperti tampak dari usahanya mengembangkan Gua Sarang agar anak cucunya kelak dapat ikut menikmati berkah ekonomi dari keberadaan destinasi ini secara berkelanjutan mencerminkan adanya keyakinan pada pariwisata.

Selama bertahun-tahun sektor pariwisata ini terbukti telah ikut memutar roda perekonomian banyak penduduk Pulau Weh, khususnya orang-orang kecil seperti Bu Wati, Herman, Basri dan Syahrizal.

Namun, bagaimana pariwisata Sabang yang bak surga ini dapat terus memberikan berkah ekonomi kepada sebanyak mungkin penduduk tidak hanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah kota dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.

Masa depan pariwisata Sabang juga berada di tangan masyarakat itu sendiri karena merekalah garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan para wisatawan yang datang.

Pewarta: Rahmad Nasution

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017