Jakarta (Antara Babel) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan institusinya akan meminta dukungan kepada Presiden Joko Widodo, terkait wacana menggulirkan hak angket terkait kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik, agar ditemukan kejelasan dalam kasus tersebut.

"Saya akan meminta kepada Pak Jokowi, istilahnya pemerintah juga mendorong penggunaan hak angket agar ditemukan kejelasan," kata Fahri di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa.

Fahri mengatakan dirinya mendapatkan banyak respon dukungan dari anggota DPR terkait usulan digulirkannya hak angket KTP-E.

Dia menilai dalam kasus itu institusi DPR menjadi korban sehingga diperlukan keterbukaan kepada masyarakat apakah benar ada "pesta" pembagian uang dalam proyek itu.

"Saya minta supaya pemerintah mendorong dan mendukung penggunana angket bagi anggota DPR untuk menyelidiki kasus ini karena ini tidak terkait dengan pemerintahan yang sekarang, tapi pemerintahan yang lalu," ujarnya.

Fahri menilai perlu diungkap terkait perencanaan anggaran, permainan tender dan kongkalikong yang muncul dalam pengadaan barang dan jasa.

Dia juga menyoroti posisi Ketua KPK Agus Rahardjo ketika proyek itu bergulir menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sejak tahun 2010.

"Dan dalam hal ini, kepentingan Agus Rahardjo sangat tampak, karena setelah audit BPK menyatakan kasus ini bersih, begitu Agus Rahardjo jadi Ketua KPK, lalu ini dijadikan kasus korupsi," katanya.

Selain itu dia mengatakan banyak anggota DPR menyatakan siap untuk menjadi pengusul dan hal itu akan terlihat ketika masa sidang dimulai pada Rabu (15/3).

Namun dia enggan mengungkapkan siapa saja anggota DPR yang sudah menyatakan dukungan pengguliran hak angket KTP-E.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan alasan dirinya mengusulkan penggunaan angket kasus e-KTP yang menyeret sejumlah pejabat negara, petinggi partai politik dan anggota-anggota dewan.

Fahri mengungkapkan hak angket dibutuhkan untuk menggali keterangan soal kronologis masuknya nama-nama tokoh politik dalam berkas dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri.

Menurut saya itu perlu ada klarifikasi terbuka, yaitu tentang bagaimana caranya nama-nama itu masuk dalam list dan apa yang sebetulnya terjadi di masa lalu," kata Fahri di Jakarta, Senin.

Fahri melihat kasus KTP-E tergolong unik dan tidak yakin korupsi sebesar Rp2,3 triliun itu merupakan hasil "kongkalikong" antara anggota-anggota DPR dan pemerintah.

Dia menilai munculnya korupsi penambahan anggaran proyek e-KTP terjadi saat anggota DPR dan Menteri Dalam Negeri periode lalu Gawaman Fauzi sama-sama baru dilantik.

Karena yang unik di kasus ini kan kasusnya terjadi persis setelah anggota DPR periode lalu dilantik. APBN-P sebetulnya. Mulainya November 2009, artinya anggota DPR periode lalu persis pada awal dilantik dan bisa dibilang Pak Gamawan juga baru dilantik," katanya.

Dia mengaku heran bagaimana Gamawan dan anggota-anggota DPR bisa membuat kesepakatan bersama untuk melakukan korupsi dengan mengatur penambahan anggaran KTP-E menjadi Rp5,9 triliun.

Pewarta: Imam Budilaksono

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017