Seorang wanita yang pernah terlibat dalam proses pembahasan proyek pembuatan KTP Elektronik karena duduk di DPR tiba-tiba namanya menjadi terkenal di seluruh Tanah Air karena telah "menjilat ludahnya" sendiri yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan) saat diperiksa oleh tim penyidik KPK.
"Kami harap majelis hakim menetapkan saksi Maryam Haryani untuk keterangan palsu dan untuk itu (perlu) dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan," kata Jaksa KPK Irene Putri, Kamis (30/3) dalam sidang perkara kasus KTP-elektronik di Jakarta.
Nama Maryam selama ini praktis tidak pernah terdengar luas ke seluruh Tanah Air dalam posisinya selaku wakil rakyat di DPR namun tiba-tiba mencuat ke permukaan karena dalam sidang yang membahas dugaan kasus korupsi bernilai Rp2,3 triliun mencabut keterangannya telah ikut membagi-bagikan uang proyek "selangit" ini kepada sesama anggota DPR dari berbagai partai poltik atau fraksi di Senayan.
Ketika menanggapi permintaan itu, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-butar menyatakan pihaknya masih belum bisa memutuskan untuk menerima atau menolak permintaan jaksa penuntut umum itu karena masih harus mendengarkan terlebih daulu keterangan saksi- saksi lainnya.
"(Tapi) tidak berarti anda (KPK) berhenti menempuh jalan hukum yang anda maksud itu," kata Hakim Jhon Butar-butar.
Proyek KTP-el itu menjadi perhatian begitu banyak orang karena nilai totalnya mencapai Rp5,9 triliun namun diduga keras sekitar Rp2,3 triliun di antaranya telah "dimakan" oleh berbagai pihak mulai dari para pejabat Kementerian Dalam Negeri alias Kemdagri, anggota-anggota DPR hingga beberapa pengusaha.
Beberapa wakil rakyat terhormat dan juga mantan anggota DPT telah disebut-sebut ikut menikmati "lezatnya" uang proyek ini mulai dari Setya Novanto, Bambang Soesatyo,, Azis Syamsuddin, Desmond Mahesa, Masinton Pasaribu, Sarifuddin Suding hingga Ganjar Pranowo..
Maryam Hayani mengaku mendapat tekanan dalam proses pemeriksaan oleh tiga penyidik komisi antirasuah itu, mulai dari Novel Baswedan, Ambarita Damanik, serta Irwan Susanto. Namun Novel Baswedan dengan tegas membantah tudingan Maryam itu, antara lain dengan mengatakan kadang-kadang dia tertawa cekikikan".
Ini bukanlah kasus pertama kasus dugaan korupsi yang melibatkan wakil-wakil rakyat yang terhormat karena rakyat pernah melihat Mohammad Nazaridin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh.
Jadi pertanyaan yang pantas muncul pada benak rakyat adalah kalau Maryam merasa ditekan oleh Novel Baswedan rekan- rekannya sedangkan pemberian keterangan Maryam itu direkam secara resmi dan kemudian diputarkan dalam sidang ini maka masih mungkinkah Maryam membantah 1000 kali lagi adanya tekan atau intimidasi atau apa pun istilahnya.
Tanpa bermaksud merendahkan kaum wanita di seluruh Indonesia apa pun profesinya mereka maka bisa diduga Maryam ingin memanfaatkan posisinya segaia perempuan untuk menarik perhatian atau minta belas kasihan rakyat Indonesia.
Ganjar dan Setnov
Saat memberikan keterangan mantan anggota DPR Ganjar Pranowo yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah memberikan kesaksiannya tentang pertemuannya dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat Setya Novanto saat masih menjadi ketua Fraksi Golkar di DPR..
Ketua Majelis Hakim Jhon Butar-butar antara lain bertanya kepada Ganjar" Saat itu , Novanto bilang'jangan galak-galak' soal E-KTP. Benar itu?.
Ganjar kemudian berkata: Benar. Kami bertemu dalam situasi sama-sama menuju pesawat. Saya didatangi dan dikatakan'Jangan galak-galak' soal E-KTP".
Keterlibatan puluhan anggota DPR dalam kasus gratifikasi atau sogok-menyogok misalnya dalam program pembuatan KTP elektronik ini bukanlah yang pertama kalinya karena sebelumnya- sebelumnya telah ada anggota "Senayan" yang terlibat dalam proyek- proyek "menggiurkan" bernilai miliaran atau riliunan rupiah mulai daria kasus pembangunan wisma atlit dan pusat olah raga di Hambang, Bogor, hingga pembuatan kitab suci.
Pada masa pemerintahan Orde Baru pun, pernah seorang wakil rakyat terhormat yang kemudian menjadi gubernur mendatangi pimpinan fraksinya antara lain dengan mengatakan ingin ditempatkan di "komisi yang basah".
Jadi bisa dibayangkan jika pada masa lalu saja sudah banyak anggota DPR yang tergiur untuk mencari "uang sampingan" apalagi sekarang karena APBN yang bernilai lebih dari Rp2.000 triliun./ tahun.
Beberapa tahun lalu dan bahkan sampai sekarang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang nilainya proyek- proyeknya bernilai ratusan miliaran rupiah mencari incaran mata wakil- wakil rakyat di Senayan misalnya seperti yang terjadi di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Kok terjadi sih?
Karena sekarang masyarakat sudah berada pada tahun 2017 sedangkan pemilihan umum akan berlangsung dua tahun lagi atau 2019, maka para wakil rakyat yang masih berambisi untuk duduk lagi di Senayan atau "pendatang baru" yang ingin mencicipi "empuknya kursi" di DPR pasti sudah mulai melakukan penjajakan.
Mereka semua harus mulai memprkenalkan iri kepada pimpinan partai politik mulai dari Jakarta, provinsi dan kota ataupun kabupaten. Mereka juga harus berkampanye kepada "akar rumput" atau calon pemilih terutama pemilih muda.
Selain harus menawarkan program- program kerja yang" serba manis" maka bakal calon anggpta DPR harus siap membekali dirinnya dengan " bahan baku" berupa uang yang bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Tentu itu bukanlah pekerjaan yang mudah atau gampang, sehingga orang- orang yang ingin menjadi wakil rakyat yang terhormat itu harus menyiapkan "bekal" yang maksimal sehingga kampanye nya sukses beaar menuju gedung DPR.
Maka orang-orang sudah duduk di kursi DPR harus mengumpulkan "doku" aliad duit yang banyak sekali yang tentu saja bisa memanfaatkan proyek- proyek pemerintah itu yang ditangani komisi- komisi tempat mereka bertugas.
Sidang dugaan korupsi proyek KTP- El ini masih panjang atau lama karena masih banyak sekali saksi yang harus diperiksa. Bisa saja terjadi ada sikap saling membantah yang memang untuk mencari kebenaran atau cuma "cuci tangan".
Pencabutan kesaksian Mayyam bisa saja diduga sebagian dari upaya "membela diri" atau menunjukkan sikap yang sebetul- betulnya.
Namun bisa dipastikan bahwa semua anggpta DPR yang ingin duduk lagi di DPR periode 2019-2024 harus mampu menunjukkan bahwa mereka adalah wakil rakyat yang bersih dan bukannya sudah pernah merampok atau menggerogoti uang rakyat dari proyek- proytek APBN atau APBD.
Kalau rakyat terus berpikir bahwa semua anggpta DPR atau sebagian mereka hanya tetap merupakan "perampok" maka kapan gedung Senayan akan bisa bersih 100 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Kami harap majelis hakim menetapkan saksi Maryam Haryani untuk keterangan palsu dan untuk itu (perlu) dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan," kata Jaksa KPK Irene Putri, Kamis (30/3) dalam sidang perkara kasus KTP-elektronik di Jakarta.
Nama Maryam selama ini praktis tidak pernah terdengar luas ke seluruh Tanah Air dalam posisinya selaku wakil rakyat di DPR namun tiba-tiba mencuat ke permukaan karena dalam sidang yang membahas dugaan kasus korupsi bernilai Rp2,3 triliun mencabut keterangannya telah ikut membagi-bagikan uang proyek "selangit" ini kepada sesama anggota DPR dari berbagai partai poltik atau fraksi di Senayan.
Ketika menanggapi permintaan itu, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-butar menyatakan pihaknya masih belum bisa memutuskan untuk menerima atau menolak permintaan jaksa penuntut umum itu karena masih harus mendengarkan terlebih daulu keterangan saksi- saksi lainnya.
"(Tapi) tidak berarti anda (KPK) berhenti menempuh jalan hukum yang anda maksud itu," kata Hakim Jhon Butar-butar.
Proyek KTP-el itu menjadi perhatian begitu banyak orang karena nilai totalnya mencapai Rp5,9 triliun namun diduga keras sekitar Rp2,3 triliun di antaranya telah "dimakan" oleh berbagai pihak mulai dari para pejabat Kementerian Dalam Negeri alias Kemdagri, anggota-anggota DPR hingga beberapa pengusaha.
Beberapa wakil rakyat terhormat dan juga mantan anggota DPT telah disebut-sebut ikut menikmati "lezatnya" uang proyek ini mulai dari Setya Novanto, Bambang Soesatyo,, Azis Syamsuddin, Desmond Mahesa, Masinton Pasaribu, Sarifuddin Suding hingga Ganjar Pranowo..
Maryam Hayani mengaku mendapat tekanan dalam proses pemeriksaan oleh tiga penyidik komisi antirasuah itu, mulai dari Novel Baswedan, Ambarita Damanik, serta Irwan Susanto. Namun Novel Baswedan dengan tegas membantah tudingan Maryam itu, antara lain dengan mengatakan kadang-kadang dia tertawa cekikikan".
Ini bukanlah kasus pertama kasus dugaan korupsi yang melibatkan wakil-wakil rakyat yang terhormat karena rakyat pernah melihat Mohammad Nazaridin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh.
Jadi pertanyaan yang pantas muncul pada benak rakyat adalah kalau Maryam merasa ditekan oleh Novel Baswedan rekan- rekannya sedangkan pemberian keterangan Maryam itu direkam secara resmi dan kemudian diputarkan dalam sidang ini maka masih mungkinkah Maryam membantah 1000 kali lagi adanya tekan atau intimidasi atau apa pun istilahnya.
Tanpa bermaksud merendahkan kaum wanita di seluruh Indonesia apa pun profesinya mereka maka bisa diduga Maryam ingin memanfaatkan posisinya segaia perempuan untuk menarik perhatian atau minta belas kasihan rakyat Indonesia.
Ganjar dan Setnov
Saat memberikan keterangan mantan anggota DPR Ganjar Pranowo yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah memberikan kesaksiannya tentang pertemuannya dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat Setya Novanto saat masih menjadi ketua Fraksi Golkar di DPR..
Ketua Majelis Hakim Jhon Butar-butar antara lain bertanya kepada Ganjar" Saat itu , Novanto bilang'jangan galak-galak' soal E-KTP. Benar itu?.
Ganjar kemudian berkata: Benar. Kami bertemu dalam situasi sama-sama menuju pesawat. Saya didatangi dan dikatakan'Jangan galak-galak' soal E-KTP".
Keterlibatan puluhan anggota DPR dalam kasus gratifikasi atau sogok-menyogok misalnya dalam program pembuatan KTP elektronik ini bukanlah yang pertama kalinya karena sebelumnya- sebelumnya telah ada anggota "Senayan" yang terlibat dalam proyek- proyek "menggiurkan" bernilai miliaran atau riliunan rupiah mulai daria kasus pembangunan wisma atlit dan pusat olah raga di Hambang, Bogor, hingga pembuatan kitab suci.
Pada masa pemerintahan Orde Baru pun, pernah seorang wakil rakyat terhormat yang kemudian menjadi gubernur mendatangi pimpinan fraksinya antara lain dengan mengatakan ingin ditempatkan di "komisi yang basah".
Jadi bisa dibayangkan jika pada masa lalu saja sudah banyak anggota DPR yang tergiur untuk mencari "uang sampingan" apalagi sekarang karena APBN yang bernilai lebih dari Rp2.000 triliun./ tahun.
Beberapa tahun lalu dan bahkan sampai sekarang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang nilainya proyek- proyeknya bernilai ratusan miliaran rupiah mencari incaran mata wakil- wakil rakyat di Senayan misalnya seperti yang terjadi di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Kok terjadi sih?
Karena sekarang masyarakat sudah berada pada tahun 2017 sedangkan pemilihan umum akan berlangsung dua tahun lagi atau 2019, maka para wakil rakyat yang masih berambisi untuk duduk lagi di Senayan atau "pendatang baru" yang ingin mencicipi "empuknya kursi" di DPR pasti sudah mulai melakukan penjajakan.
Mereka semua harus mulai memprkenalkan iri kepada pimpinan partai politik mulai dari Jakarta, provinsi dan kota ataupun kabupaten. Mereka juga harus berkampanye kepada "akar rumput" atau calon pemilih terutama pemilih muda.
Selain harus menawarkan program- program kerja yang" serba manis" maka bakal calon anggpta DPR harus siap membekali dirinnya dengan " bahan baku" berupa uang yang bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Tentu itu bukanlah pekerjaan yang mudah atau gampang, sehingga orang- orang yang ingin menjadi wakil rakyat yang terhormat itu harus menyiapkan "bekal" yang maksimal sehingga kampanye nya sukses beaar menuju gedung DPR.
Maka orang-orang sudah duduk di kursi DPR harus mengumpulkan "doku" aliad duit yang banyak sekali yang tentu saja bisa memanfaatkan proyek- proyek pemerintah itu yang ditangani komisi- komisi tempat mereka bertugas.
Sidang dugaan korupsi proyek KTP- El ini masih panjang atau lama karena masih banyak sekali saksi yang harus diperiksa. Bisa saja terjadi ada sikap saling membantah yang memang untuk mencari kebenaran atau cuma "cuci tangan".
Pencabutan kesaksian Mayyam bisa saja diduga sebagian dari upaya "membela diri" atau menunjukkan sikap yang sebetul- betulnya.
Namun bisa dipastikan bahwa semua anggpta DPR yang ingin duduk lagi di DPR periode 2019-2024 harus mampu menunjukkan bahwa mereka adalah wakil rakyat yang bersih dan bukannya sudah pernah merampok atau menggerogoti uang rakyat dari proyek- proytek APBN atau APBD.
Kalau rakyat terus berpikir bahwa semua anggpta DPR atau sebagian mereka hanya tetap merupakan "perampok" maka kapan gedung Senayan akan bisa bersih 100 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017