Jakarta (Antara Babel) - Country Director PT EK Prima Ekspor (EKP) Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair divonis 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair selama 3 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 5 bulan," kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta,

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Rajamohanan divonsi selama 4 tahun ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan sesuai dengan dakwaan pertama pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut majelis hakim yang terdiri atas Jhon Halasan Butarbutar, Emilia Jayasubagja, Franky Tambuwun, Ansyori Syaifuddin dan Anwar; pemberian itu terkait dengan pengurusan sejumlah masalah pajak yang dialami oleh PT EKP yaitu pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 dengan jumlah Rp3,53 miliar.

Kemudian surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) tahun 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan STP PPN tahun 2015 sebesar Rp26,44 miliar, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) pada KPP PMA Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.

Saat berupaya mengajukan Tax Amnesty (TA), PT EKP ditolak karena punya tunggakan pajak dalam STP PPN masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar dan Desember 2014 sebesar Rp26,44 miliar. Kepala KPP PMA Enam Johny pun memerintahkan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) tindak pidana perpajakan atas nama PT EKP tahun pajak 2012-2014 karena adanya dugaan ekspor yang tidak benar dan penyalahgunaan faktur fiktif. Jhonny juga mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP.

Rajamohanan kemudian bertemu dengan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv pada 21 September 2016 dan menyampaikan permohonan pembatalan STP PPN kepada Dirjen Pajak.

Rajamohanan juga meminta bantuan rekannya Direktur Operasional PT Rajakbu Sejahtera Arif Budi Sulisyto agar bertemu dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Pertemuan terjadi pada 23 September 2016 ditemani oleh Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja, Rudi Prijambodo Musdiono.

Pada 28 September 2016, karena permasalah pajak PT EKP tidak dapat diselesaikan Muahmamd Haniv, maka seorang pihak swasta Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja, Rudy Prijambodo Musdiono memberi saran agar Rajamohanan menemui Handang yang jabatannya dianggap lebih tinggi di Ditjen Pajak untuk meminta bantuan menyelesaikan persoalan STP. 

Rajamohanan meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui "whats app" yang diteruskan Arif ke Handang. Atas permintaan itu Handang menyanggupi dengan mengatakan "Siap bapak, besok pagi saya menghadap beliau b apak. Segera saya khabari bapak".

"Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 4 Oktober 2016 untuk memerintahkan kepada saksi Jhony Sirait agar membatalkan surat pembatalan PKP atas PT EKP dan atas saran Haniv tersebut PT EKP pada 5 Oktober 2016 mengirim surat kepada KPP PMA 6 agar ada pembatalan pencabutan pengukuhan kena pajak dan atas surat itu membatalkan pencabutan pengukuhan kena pajak PT EKP," kata hakim Anwar

Handang Sukarno pun menyanggupi proses permintaan pembatalan STP yang diajukan Rajamohanan.

"Sebelumnya pada 10 Oktober 2016 telah dilakukan pertemuan antara terdakwa, Handang Sukarno, dan Siswanto di lantai 13 Dirjen Pajak membicarakan perkembangan pembatalan STP dan terdakwa meminta Handang untuk memperpercepat proses penyelesainnya dan ditindaklanjuti oleh Handang dengan menemui pihak-pihak terkait di KPP PMA Jakarta Khusus," tambah hakim Anwar.

Keesokan harinya pada 5 Oktober 2016 di restoran Nippon Khanantara Rajamohanan, Chief Accounting PT EKP Siswanto, Handang dan Rajamohanan bertemu. Rajamohanan menjanjikan akan memberikan uang dengan jumlah 10 persen dari total nilai STP PPN senilai Rp52,36 miliar dan setelah negosiasi disepakati uang yang diberikan dibulatkan menjadi Rp6 miliar.

Uang Rp6 miliar itu sudah termasuk untuk Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv. Haniv pun lantas mengeluarkan surat Pembatalan Tagihan Pajak untuk masa pajak 2014 dan 2015 senilai total Rp78 miliar pada November 2016.

Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Direktur Jenderal Pajak lalu menerbitkan dua surat keputusan yang membatalkan SKP PT EKP tahun 2014 dan 2015 senilai total Rp78 miliar.

Uang selanjutnya diserahkan secara bertahap, tahap pertama adalah Rp2 miliar pada 21 November 2016 di rumah Rajamohanan.

Dengan adanya penyerahan 148.500 dolar AS oleh terdakwa kepada Handang dan ditaruh di paper back diserahterimakan di rumah terdakwa di Springhill Golf Residence Kemayoran dan tidak lama uang itu diaman petugas KPK bersama Handang dan terdakwa maka penurut majelis hakim telah ada pemberian uang sehingga unsur memberi ada dalam perbuatan terdakwa. 

"Pemberian Handang selaku penyidik PPNS di lingkungan Dirjen Pajak adalah berkaitan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan pajak PT EKP," ungkap hakim Franky 

Atas putusan itu, Rajamohanan dan penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir sedangkan jaksa penuntut umum KPK juga pikir-pikir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017