Jakarta (Antara Babel) - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus  Polri menemukan temuan baru bahwa istri pejabat Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor, Jawa Barat, tersangka kasus kredit fiktif diduga ikut menerima aliran dana senilai Rp2,5 miliar.


Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri Brigjen Polisi Arief Sulistyanto di Jakarta, Jumat, mengatakan penyidik menemukan satu bukti aliran transaksi ke rekening istri Haeruli Hermawan (HH) senilai Rp2,5 miliar di salah satu bank syariah nasional di Bandung.


"Rupanya uang itu keluar, tersisa Rp85.000 setelah kita buka. Ada yang diambil tunai, ada yang lewat transfer. Artinya kalau uang ini keluar, lalu diterima atau diberikan ke pihak lain atau ada pihak lain sengaja menyembunyikan, maka akan bertambah tersangka pencucian uang," katanya.


Menurut pengakuan istri HH, ia tidak mengetahui sama sekali soal rekening yang menerima aliran uang tersebut. Rekening itu diketahui dibuat atas nama istri HH tanpa sepengetahuannya.


Istri HH sendiri mengaku belum pernah mengambil uang dari rekening tersebut secara tunai maupun transfer. Oleh karena itu kepolisian akan terus melakukan pemeriksaan dengan meminta bantuan pihak bank atau melalui rekaman CCTV di ATM


"Namun, kita sedang periksa kebenarannya. Kalau dia tidak tahu tapi bisa mengambil (uang), bisa jadi dia akan kena tindak pidana pencucian uang," katanya.

    
Dimintai keterangan Lebih lanjut, Brigjen Arief mengatakan hingga saat ini istri HH masih dimintai keterangan oleh kepolisian.


"Sementara ini istri HH masih diperiksa, belum ada rencana cekal karena dia bersikap kooperatif," katanya.


Sebelumnya, polisi telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus kredit fiktif itu, diantaranya Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agus (MA), Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Haerul Hermawan (HH), Account Officer BSM Bogor John Lopulisa (JL), serta tiga debitur Iyan Permana (IP), Hen Hen Gunawan (HG) dan Rizky Adiansyah (RA) dan notaris Sri Dewi (SD).


Dalam kasus itu, IP bersama HG dan RA yang bertindak sebagai debitur mengajukan akad murabahah untuk pembiayaan perumahan. Mereka mengajukan kredit atas nama 197 nasabah dengan data palsu dan berhasil mencairkan Rp102 miliar untuk kepentingan pribadi. Sekitar Rp43 miliar telah dibayarkan ke pihak bank sehingga perseroan masih merugi Rp59 miliar.


Keenam tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


Sementara notaris SD dipersangkakan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Perbankan Syariah, Pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsukan dokumen oleh notaris, serta Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pewarta: Pewarta: Ade Irma Junida

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013