Pangkalpinang (Antara Babel) - Diakhir liburan Lebaran Idul Fitri 1438 Hijriyah sudah menjadi tradisi bagi perantau untuk berburu kuliner khas daerah Kepulauan Bangka Belitung sebagai 'buah tangan', karena membawa oleh-oleh menandakan identitas sebagai perantau.
Berlebaran di kampung halaman, bagi perantau merupakan momentum paling tepat untuk berkumpul dan melepas rindu dengan orang tua dan sanak famili serta berburu kuliner menjadi agenda favorit dan ajang bernostalgia untuk merasakan nikmatnya makanan khas daerah asal.
Selama arus balik lebaran ini, pemudik singgah di tempat-tempat menjual kuliner khas daerah. Makanan berat seperti tekwan, lempah kuning, lempah darat langsung disantap. Sedangkan makanan ringan seperti kricu, kemplang, terasi, rusip, madu pahit dan sebagainya menjadi buah tangan untuk keluarga serta tetangga di daerah rantauannya.
Andri seorang pemudik yang akan kembali ke Bandung sengaja membeli puluhan kilogram berbagai makanan khas daerah untuk dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke tetangga di rantauannya.
Di toko makanan khas itu, ia menemukan berbagai makanan khas daerah yang berbahan baku ikan, cumi, rumput laut dan hasil alam di Pulau Bangka seperti madu pahit dan lada putih.
Ia mengaku berbagai kuliner Bangka ini sulit ditemukan di daerah rantauannya. Meskipun ada namun cita rasanya tidak seperti yang dibuat orang Bangka.
"Makanan daerah ini gurih dan kental dengan cita rasa ikan," ujarnya.
Demikian juga Nita yang akan kembali ke Jakarta membeli berbagai makanan khas daerahnya dalam jumlah banyak sebagai oleh-oleh.
Sebelum mudik lebaran, tetangga dan teman-teman sekantornya sudah memesan oleh-oleh kemplang ikan, cumi, udang, terasi dan madu pahit.
Menurut pengakuan teman-teman di kota tempat Nita selama ini bekerja, kuliner khas Bangka sangat enak dan sulit dicari di Jakarta.
Baginya membeli oleh-oleh sehabis liburan lebaran di kampung halaman sudah menjadi agenda tahunan dan ini dapat mempererat pertemanan di daerah rantau.
Rahma Dewi, perajin makanan khas Bangka mengaku permintaan makanan khas selama mudik dan arus balik lebaran mengalami peningkatan dibandingkan hari biasanya.
"Alhamdulillah libur lebaran ini menjadi berkah bagi usaha kami, karena permintaan yang meningkat tajam," ujarnya.
Ia mengaku selama arus mudik dan balik lebaran mampu memproduksi 1,5 ton kemplang ikan, cumi dan udang atau meningkat dibandingkan hari-hari biasanya hanya kisaran 200 hingga 300 kilogram per hari.
Perempuan itu cukup kewalahan menerima pesanan dari toko-toko penjualan makanan khas ini, mengingat bahan baku utama seperti ikan, cumi dan udang yang cukup sulit didapatkan menjelang dan selama liburan lebaran.
Menurut dia saat ini persediaan ikan dan cumi di tempat pelelangan kurang, karena sebagian besar nelayan masih istirahat melaut merayakan lebaran bersama keluarganya.
Tidak hanya itu, pabrik pengolahan ikan juga masih tutup karena karyawan di perusahaan itu masih libur lebaran, sehingga pelaku usaha kecil pangan ini terpaksa menaikkan harga makanan khas ini.
Saat ini harga berbagai makanan khas daerah ini naik kisaran Rp5.000 hingga Rp10.000 per kilogram, karena harga bahan baku yang naik dan sulit diperoleh.
Demikian juga Bi Inah pelaku usaha kecil kuliner khas daerah mengatakan permintaan mengalami peningkatan hingga 200 persen dibandingkan hari biasanya.
Untuk memenuhi permintaan dan pesanan toko-toko kuliner khas daerah ini, ia terpaksa menambah karyawan sebanyak empat orang dibandingkan hari biasanya hanya memperkerjakan karyawan sebanyak dua orang.
"Kita tidak hanya menerima pesanan toko-toko, tetapi juga menjual langsung kepada konsumen dan alhamdulillah masyarakat Bangka yang pulang kampung untuk berlebaran dan kembali ke daerah tempat mereka bekerja banyak yang beli ke rumah," katanya.
Terkait berkurangnya persediaan bahan baku utama makanan khas daerah itu, ia menyiasatinya dengan membeli langsung ke nelayan-nelayan di pulau-pulau kecil yang masih berlimpah.
Selama lebaran, ujarnya, persediaan ikan dan cumi di pasar sini memang kurang dan mahal, sehingga kami terpaksa membeli ikan segar ke nelayan di pulau-pulau kecil dengan menyewa perahu nelayan di daerah sini yang masih merayakan lebaran.
Ia mengaku tidak lagi memproduksi kemplang telur cumi, karena harga bahan baku telur cumi yang tinggi mencapai Rp150.000 per kilogram.
Terbitkan HET
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman segera mengeluarkan ketentuan harga eceran tertinggi telur cumi-cumi sebesar Rp90.000 per kilogram guna membantu pelaku usaha kecil menengah dalam meningkatkan produksi kerupuk telur cumi di daerah itu.
"Kami minta perusahaan telur cumi ini untuk menaikkan harga tinggi, jika tidak maka kita akan keluarkan HET (Harga Eceran Tertinggi)," katanya.
Pada kegiatan bazar produk hasil perikanan yang diikuti 34 pelaku usaha kecil menengah, Gubernur Kepulauan Babel banyak menerima keluhan dari pelaku usaha diantaranya tingginya harga telur cumi di perusahaan pengolahan ikan yang mencapai Rp130.000 per kilogram dan sulitnya mendapatkan bahan baku cumi-cumi.
Tidak hanya itu, pihak perusahaan juga menerapkan penjualan sistem order sehingga pelaku usaha kecil sulit untuk membeli telur dan cumi-cumi sebagai bahan baku utama makanan khas daerah itu.
Pihaknya minta Dinas Kelautan dan Perikanan segera menindaklanjuti keluhan pelaku usaha kecil ini, agar usaha masyarakat ini tidak terhenti karena tinggi harga bahan baku.
Menurut Erzaldi, apabila harga telur cumi ini masih Rp130.000 per kilogram, saya minta pelaku usaha segera lapor ke dinas terkait.
Pihaknya meminta perusahaan perikanan segera menurunkan harga dan memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk membeli bahan baku cumi.
Dia berharap melalui CSR perusahaan ini untuk ikut memberdayakan ekonomi masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil dalam mengembangkan usahanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Babel, Hardi mengatakan segera menindaklanjuti pemberlakuan HET telur cumi untuk mendorong usaha kecil menengah pengolahan hasil perikanan dan kelautan di daerah itu.
Pihaknya akan segera membentuk tim untuk menindaklanjuti HET telur cumi ini, guna meningkatkan produktivitas dan tingkat konsumsi ikan masyarakat.
Ia menjelaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menargetkan konsumsi ikan masyarakat 2017 sebesar 33,14 kilogram per kapita per tahun.
"Kita cukup berbangga karena tingkat konsumsi ikan masyarakat Kepulauan Babel telah melampui target yaitu mencapai 50,50 kilogram per kapita per tahun dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 47,12 kilogram/kapita/tahun," ujarnya.
Ia menjelaskan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki wilayah perairan mencapai 80,04 persen dari keseluruhan wilayah, dengan kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan program pembangunan pemerintah daerah.
Sementara itu jumlah pengolah dan pemasaran hasil perikanan di daerah ini mencapai 3.580 unit terdiri dari 1.834 unit pengolahan hasil perikanan dan 1.746 unit pemasaran hasil perikanan.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya meningkatkan produksi, kualitas dan kemandirian pelaku usaha pengolah hasil perikanan ini melalui pembinaan, pelatihan, bantuan modal usaha dan pemasaran.
Upaya-upaya pemberdayaan usaha kecil diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan produktivitas makanan berbahan baku ikan dengan harga yang relatif terjangkau.
Selain itu, kata dia melalui berbagai upaya ini dapat meningkatkan citra kuliner makanan khas daerah dengan bahan baku ikan, memfasilitasi pelaku usaha dalam mempromosikan produknya.
"Kami berharap program pemberdayaan pelaku pengolah hasil perikanan ini dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap kuliner khas daerah dan menciptakan keanekaragaman menu makanan berbahan baku ikan," ujar Hardi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Berlebaran di kampung halaman, bagi perantau merupakan momentum paling tepat untuk berkumpul dan melepas rindu dengan orang tua dan sanak famili serta berburu kuliner menjadi agenda favorit dan ajang bernostalgia untuk merasakan nikmatnya makanan khas daerah asal.
Selama arus balik lebaran ini, pemudik singgah di tempat-tempat menjual kuliner khas daerah. Makanan berat seperti tekwan, lempah kuning, lempah darat langsung disantap. Sedangkan makanan ringan seperti kricu, kemplang, terasi, rusip, madu pahit dan sebagainya menjadi buah tangan untuk keluarga serta tetangga di daerah rantauannya.
Andri seorang pemudik yang akan kembali ke Bandung sengaja membeli puluhan kilogram berbagai makanan khas daerah untuk dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke tetangga di rantauannya.
Di toko makanan khas itu, ia menemukan berbagai makanan khas daerah yang berbahan baku ikan, cumi, rumput laut dan hasil alam di Pulau Bangka seperti madu pahit dan lada putih.
Ia mengaku berbagai kuliner Bangka ini sulit ditemukan di daerah rantauannya. Meskipun ada namun cita rasanya tidak seperti yang dibuat orang Bangka.
"Makanan daerah ini gurih dan kental dengan cita rasa ikan," ujarnya.
Demikian juga Nita yang akan kembali ke Jakarta membeli berbagai makanan khas daerahnya dalam jumlah banyak sebagai oleh-oleh.
Sebelum mudik lebaran, tetangga dan teman-teman sekantornya sudah memesan oleh-oleh kemplang ikan, cumi, udang, terasi dan madu pahit.
Menurut pengakuan teman-teman di kota tempat Nita selama ini bekerja, kuliner khas Bangka sangat enak dan sulit dicari di Jakarta.
Baginya membeli oleh-oleh sehabis liburan lebaran di kampung halaman sudah menjadi agenda tahunan dan ini dapat mempererat pertemanan di daerah rantau.
Rahma Dewi, perajin makanan khas Bangka mengaku permintaan makanan khas selama mudik dan arus balik lebaran mengalami peningkatan dibandingkan hari biasanya.
"Alhamdulillah libur lebaran ini menjadi berkah bagi usaha kami, karena permintaan yang meningkat tajam," ujarnya.
Ia mengaku selama arus mudik dan balik lebaran mampu memproduksi 1,5 ton kemplang ikan, cumi dan udang atau meningkat dibandingkan hari-hari biasanya hanya kisaran 200 hingga 300 kilogram per hari.
Perempuan itu cukup kewalahan menerima pesanan dari toko-toko penjualan makanan khas ini, mengingat bahan baku utama seperti ikan, cumi dan udang yang cukup sulit didapatkan menjelang dan selama liburan lebaran.
Menurut dia saat ini persediaan ikan dan cumi di tempat pelelangan kurang, karena sebagian besar nelayan masih istirahat melaut merayakan lebaran bersama keluarganya.
Tidak hanya itu, pabrik pengolahan ikan juga masih tutup karena karyawan di perusahaan itu masih libur lebaran, sehingga pelaku usaha kecil pangan ini terpaksa menaikkan harga makanan khas ini.
Saat ini harga berbagai makanan khas daerah ini naik kisaran Rp5.000 hingga Rp10.000 per kilogram, karena harga bahan baku yang naik dan sulit diperoleh.
Demikian juga Bi Inah pelaku usaha kecil kuliner khas daerah mengatakan permintaan mengalami peningkatan hingga 200 persen dibandingkan hari biasanya.
Untuk memenuhi permintaan dan pesanan toko-toko kuliner khas daerah ini, ia terpaksa menambah karyawan sebanyak empat orang dibandingkan hari biasanya hanya memperkerjakan karyawan sebanyak dua orang.
"Kita tidak hanya menerima pesanan toko-toko, tetapi juga menjual langsung kepada konsumen dan alhamdulillah masyarakat Bangka yang pulang kampung untuk berlebaran dan kembali ke daerah tempat mereka bekerja banyak yang beli ke rumah," katanya.
Terkait berkurangnya persediaan bahan baku utama makanan khas daerah itu, ia menyiasatinya dengan membeli langsung ke nelayan-nelayan di pulau-pulau kecil yang masih berlimpah.
Selama lebaran, ujarnya, persediaan ikan dan cumi di pasar sini memang kurang dan mahal, sehingga kami terpaksa membeli ikan segar ke nelayan di pulau-pulau kecil dengan menyewa perahu nelayan di daerah sini yang masih merayakan lebaran.
Ia mengaku tidak lagi memproduksi kemplang telur cumi, karena harga bahan baku telur cumi yang tinggi mencapai Rp150.000 per kilogram.
Terbitkan HET
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman segera mengeluarkan ketentuan harga eceran tertinggi telur cumi-cumi sebesar Rp90.000 per kilogram guna membantu pelaku usaha kecil menengah dalam meningkatkan produksi kerupuk telur cumi di daerah itu.
"Kami minta perusahaan telur cumi ini untuk menaikkan harga tinggi, jika tidak maka kita akan keluarkan HET (Harga Eceran Tertinggi)," katanya.
Pada kegiatan bazar produk hasil perikanan yang diikuti 34 pelaku usaha kecil menengah, Gubernur Kepulauan Babel banyak menerima keluhan dari pelaku usaha diantaranya tingginya harga telur cumi di perusahaan pengolahan ikan yang mencapai Rp130.000 per kilogram dan sulitnya mendapatkan bahan baku cumi-cumi.
Tidak hanya itu, pihak perusahaan juga menerapkan penjualan sistem order sehingga pelaku usaha kecil sulit untuk membeli telur dan cumi-cumi sebagai bahan baku utama makanan khas daerah itu.
Pihaknya minta Dinas Kelautan dan Perikanan segera menindaklanjuti keluhan pelaku usaha kecil ini, agar usaha masyarakat ini tidak terhenti karena tinggi harga bahan baku.
Menurut Erzaldi, apabila harga telur cumi ini masih Rp130.000 per kilogram, saya minta pelaku usaha segera lapor ke dinas terkait.
Pihaknya meminta perusahaan perikanan segera menurunkan harga dan memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk membeli bahan baku cumi.
Dia berharap melalui CSR perusahaan ini untuk ikut memberdayakan ekonomi masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil dalam mengembangkan usahanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Babel, Hardi mengatakan segera menindaklanjuti pemberlakuan HET telur cumi untuk mendorong usaha kecil menengah pengolahan hasil perikanan dan kelautan di daerah itu.
Pihaknya akan segera membentuk tim untuk menindaklanjuti HET telur cumi ini, guna meningkatkan produktivitas dan tingkat konsumsi ikan masyarakat.
Ia menjelaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menargetkan konsumsi ikan masyarakat 2017 sebesar 33,14 kilogram per kapita per tahun.
"Kita cukup berbangga karena tingkat konsumsi ikan masyarakat Kepulauan Babel telah melampui target yaitu mencapai 50,50 kilogram per kapita per tahun dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 47,12 kilogram/kapita/tahun," ujarnya.
Ia menjelaskan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki wilayah perairan mencapai 80,04 persen dari keseluruhan wilayah, dengan kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan program pembangunan pemerintah daerah.
Sementara itu jumlah pengolah dan pemasaran hasil perikanan di daerah ini mencapai 3.580 unit terdiri dari 1.834 unit pengolahan hasil perikanan dan 1.746 unit pemasaran hasil perikanan.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya meningkatkan produksi, kualitas dan kemandirian pelaku usaha pengolah hasil perikanan ini melalui pembinaan, pelatihan, bantuan modal usaha dan pemasaran.
Upaya-upaya pemberdayaan usaha kecil diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan produktivitas makanan berbahan baku ikan dengan harga yang relatif terjangkau.
Selain itu, kata dia melalui berbagai upaya ini dapat meningkatkan citra kuliner makanan khas daerah dengan bahan baku ikan, memfasilitasi pelaku usaha dalam mempromosikan produknya.
"Kami berharap program pemberdayaan pelaku pengolah hasil perikanan ini dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap kuliner khas daerah dan menciptakan keanekaragaman menu makanan berbahan baku ikan," ujar Hardi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017