Bandung (Antara Babel) - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
juga Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH Maruf Amin menyatakan, kader NU
harus menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan selalu
menunjukan tentang Islam yang toleran.
"Kita harus menjaga negara dari kelompok-kelompok, paham-paham radikal yang ingin mengganti negara ini," kata Maaruf saat kegiatan Halaqah Kebangsaan yang digelar di Pondok Pesantren As-Saadah, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu.
Ia menuturkan, kader NU memiliki tanggung jawab dalam menjaga negara Indonesia, karena melihat dari sejarah bahwa ulama dan santri merupakan bagian dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Negara dan bangsa ini hasil perjuangan para ulama, dulu belum ada tentara, polisi, belum ada gerakan, yang bergerak itu ulama," katanya.
Berdasarkan fatwa, kata dia, bahwa membela negara dan mengusir penjajah Belanda pada masa itu hukumnya fardu ain atau wajib dilakukan oleh semua umat Islam.
"Seluruh santri untuk berjuang membela negara," katanya.
Ia mengungkapkan, jika negara Indonesia diganti, maka akan kembali seperti semula sebelum kemerdekaan Indonesia.
Jika perselisihan terus terjadi pada bangsa Indonesia, kata dia, maka negara Indonesia tidak akan selesai untuk menuju bangsa yang lebih baik.
"Kalau negara ini diganti seperti sebelum 45, negara ini tidak akan selesai," katanya.
Ia mengajak, seluruh elemen masyarakat khususnya umat NU untuk selalu melakukan tindakan yang baik dalam upaya membangun Indonesia.
"Sekarang mari kita isi dengan cara-cara yang baik, dengan cara Islam yang membawa kemaslahatan," katanya.
Ia menambahkan, NU sebagai organisasi harus mampu menjadi rumah bagi seluruh jamaah NU kultural yang belum masuk ke dalam NU secara struktural.
"Peran ulama itu banyak, himaayatul ummah (memelihara umat) sekaligus himaayatud diin (memelihara agama). Dua hal ini harus seiring sejalan, umat jangan sampai dibawa ke dalam paham radikal. Kiai NU harus berada di garda terdepan untuk menjaganya," katanya.
Ketua DPD Golkar Jabar juga kader NU di Kabupaten Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, kader NU harus mampu menguasai berbagai sektor dalam kehidupan kebangsaan.
Ia yang diundang dalam acara NU itu menjelaskan, akar permasalahan munculnya radikalisme dan intoleransi di Indonesia karena sudah tercabutnya masyarakat dari akar Islam Kultur yang selama ini diajarkan oleh para pendahulu.
Menurut dia, kultur yang saat ini hilang adalah kultur mata pencaharian di pedesaan yang tadinya berbasis pertanian dan kehutanan, karena perubahan gaya hidup, berubah dari kultur produksi menjadi konsumsi.
"Harus dijaga mata pencaharian di pedesaan dengan tetap menjaga sumber penghasilan di desa," katanya.
Ia menyampaikan, upaya menjaga pencaharian pedesaan yaitu dengan menjaga kondisi hutan untuk tidak dirusak.
Menurut dia, pemerintah bisa memanfaatkan masyarakat sekitar hutan untuk menjadi tenaga harian lepas dengan tugas menjaga dan merawat tanaman yang ada di hutan.
"Warga sekitar itu digaji oleh pemerintah, diangkat menjadi Tenaga Harian Lepas sehingga hutan tetap terpelihara, mereka bertugas menjaganya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Kita harus menjaga negara dari kelompok-kelompok, paham-paham radikal yang ingin mengganti negara ini," kata Maaruf saat kegiatan Halaqah Kebangsaan yang digelar di Pondok Pesantren As-Saadah, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu.
Ia menuturkan, kader NU memiliki tanggung jawab dalam menjaga negara Indonesia, karena melihat dari sejarah bahwa ulama dan santri merupakan bagian dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Negara dan bangsa ini hasil perjuangan para ulama, dulu belum ada tentara, polisi, belum ada gerakan, yang bergerak itu ulama," katanya.
Berdasarkan fatwa, kata dia, bahwa membela negara dan mengusir penjajah Belanda pada masa itu hukumnya fardu ain atau wajib dilakukan oleh semua umat Islam.
"Seluruh santri untuk berjuang membela negara," katanya.
Ia mengungkapkan, jika negara Indonesia diganti, maka akan kembali seperti semula sebelum kemerdekaan Indonesia.
Jika perselisihan terus terjadi pada bangsa Indonesia, kata dia, maka negara Indonesia tidak akan selesai untuk menuju bangsa yang lebih baik.
"Kalau negara ini diganti seperti sebelum 45, negara ini tidak akan selesai," katanya.
Ia mengajak, seluruh elemen masyarakat khususnya umat NU untuk selalu melakukan tindakan yang baik dalam upaya membangun Indonesia.
"Sekarang mari kita isi dengan cara-cara yang baik, dengan cara Islam yang membawa kemaslahatan," katanya.
Ia menambahkan, NU sebagai organisasi harus mampu menjadi rumah bagi seluruh jamaah NU kultural yang belum masuk ke dalam NU secara struktural.
"Peran ulama itu banyak, himaayatul ummah (memelihara umat) sekaligus himaayatud diin (memelihara agama). Dua hal ini harus seiring sejalan, umat jangan sampai dibawa ke dalam paham radikal. Kiai NU harus berada di garda terdepan untuk menjaganya," katanya.
Ketua DPD Golkar Jabar juga kader NU di Kabupaten Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, kader NU harus mampu menguasai berbagai sektor dalam kehidupan kebangsaan.
Ia yang diundang dalam acara NU itu menjelaskan, akar permasalahan munculnya radikalisme dan intoleransi di Indonesia karena sudah tercabutnya masyarakat dari akar Islam Kultur yang selama ini diajarkan oleh para pendahulu.
Menurut dia, kultur yang saat ini hilang adalah kultur mata pencaharian di pedesaan yang tadinya berbasis pertanian dan kehutanan, karena perubahan gaya hidup, berubah dari kultur produksi menjadi konsumsi.
"Harus dijaga mata pencaharian di pedesaan dengan tetap menjaga sumber penghasilan di desa," katanya.
Ia menyampaikan, upaya menjaga pencaharian pedesaan yaitu dengan menjaga kondisi hutan untuk tidak dirusak.
Menurut dia, pemerintah bisa memanfaatkan masyarakat sekitar hutan untuk menjadi tenaga harian lepas dengan tugas menjaga dan merawat tanaman yang ada di hutan.
"Warga sekitar itu digaji oleh pemerintah, diangkat menjadi Tenaga Harian Lepas sehingga hutan tetap terpelihara, mereka bertugas menjaganya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017