Jakarta (Antaranews Babel) - Perayaan Hari Nelayan Indonesia setiap tanggal 6 April seharusnya dapat menjadi momentum guna mengoptimalkan cakupan program asuransi nelayan untuk perlindungan nelayan tradisional dan anggota keluarganya.

"Dalam konteks perlindungan, banyak skema yang dimandatkan oleh UU No. 7/2016 (tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan) belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah. Contohnya, nelayan kecil yang dilindungi melalui asuransi hanya 55 persen," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim di Jakarta, Jumat.

Abdul Halim mengingatkan bahwa masa pemerintahan saat ini tersisa sekitar satu tahun sehingga implementasi UU No. 7/2016 harus dapat dijalankan dengan sungguh-sungguh.

Ia berpendapat bahwa indikator yang paling mudah untuk mengukur penerapan UU No. 7/2016 adalah bangaimana 100 persen nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dilindungi melalui skema asuransi.

Menurut dia, proses pendataan dan verifikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah masih sangat lambat, padahal prosesnya sudah diatur dengan jelas melalui peraturan menteri KP.

Namun, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga mengakui bahwa diberlakukannya UU No. 7/2016 adalah pencapaian terbaik yang dicapai oleh DPR dan pemerintahan periode 2014-2019.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menginginkan berbagai kebijakan sektor kelautan dapat meningkatkan kesejahteraan para nelayan di berbagai daerah dari kondisi memprihatinkan selama ini.

"Seharusnya kalau hasil kelautan Indonesia bisa mencapai triliunan dolar AS setiap tahunnya, itu bisa dinikmati oleh nelayan," kata Bambang Soesatyo.

Namun, Bambang melihat bahwa kehidupan para nelayan seperti di kawasan pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa dinilai masih identik dengan kemiskinan dan kekumuhan.

Untuk itu, ujar dia, pengolahan perikanan yang dilakukan pemerintah sudah selayaknya harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan.

Politisi Partai Golkar itu mencontohkan bahwa kapal pencuri ikan yang tertangkap di kawasan perairan nasional, maka seharusnya tidak ditenggelamkan tetapi diberikan gratis kepada nelayan.

Ia mengingatkan bahwa selama ini nelayan, pembudidaya ikan dan penambak garam sudah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan pedesaan.

Oleh karenanya, Bambang mendorong potensi ekonomi sektor kelautan yang mencapai lebih 1,3 triliun dolar AS per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 40 juta jiwa itu bisa memberikan kontribusi nyata lebih besar lagi terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ketua DPR memaparkan, bila pada 2016 sektor perikanan menyumbang tiga persen PDB nasional, maka diharapkan pada 2019 angka tersebut bisa mampu meningkat hingga mencapai 9 persen.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menegaskan pemerintah perlu mempercepat berbagai program terkait agenda peningkatan kesejahteraan nelayan di Tanah Air.

"Penghasilan nelayan sudah tidak sesuai dan tidak seimbang dengan kebutuhan pokok sehari-hari, baik kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya," kata Ketua Departemen Pendidikan dan Penguatan Jaringan KNTI Misbachul Munir.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018