Pangkalpinang (Antaranews Babel) - DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyetujui penggunaan hak interpelasi terhadap gubernur karena dinilai terindikasi melakukan 17 pelanggaran terkait kebijakan yang dikeluarkan.

"Hak interpelasi ini bukan penilaian terhadap kinerja Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan, tetapi digunakan hanya untuk meminta keterangan atas kebijakan yang dikeluarkan di luar kewenangannya," kata Ketua DPRD Kepulauan Babel, Didit Srigusjaya usai menandatangani persetujuan hak interpelasi dalam sidang paripurna di Pangkalpinang, Selasa.

Menurut dia DPRD melihat ada 17 indikasi pelanggaran terkait kebijakan gubernur yang akan berdampak luas terhadap sistem pemerintah dan masyarakat daerah, di antaranya gubernur melakukan kerja sama internasional antara pemerintah provinsi dengan Hongfu International Technology Co Ltd Taiwan tanpa berkoordinasi dengan DPRD, Kementerian Dalam Negeri dan tidak pernah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat serta tidak berkoordinasi dengan Kementrian Luar Negeri.

Kebijakan ini dinilai sudah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 101 dan 367, Permendagri Nomor 03 Tahun 2008 dan Permenlu Nomor 9/A/KP/XII/2006/I.

"Kita menilai kerja sama internasional ini cacat prosedur dan hukum. Sebanyak 66 anak-anak kita yang dikirim ke Taiwan tidak diketahui statusnya, apa sebagai pekerja, mahasiswa atau wisatawan," ujarnya.

Selain itu, pemberian izin usaha pertambangan timah dan perpanjangan IUP operasi produksi kepada beberapa perusahaan yang telah menyalahi aturan.

Berdasarkan aturan yang ada, pemprov sempat mengeluarkan aturan terkait moratorium pertambangan. Aturan tersebut hingga kini belum dicabut. Ini diperkuat dengan aturan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang meminta pemda untuk menghentikan sementara aktifitas pertambangan di laut.

"Dampak dari kebijakan ini adanya legal formal yang menjadi dasar bagi pelaksanaan pertambangan oleh pihak yang telah mendapat izin. Dampak lain juga menimbulkan konflik horizontal di masyarakat nelayan dan pesisir karena berakibat pada lingkungan dan habitat ikan yang membuat rendahnya hasil tangkapan nelayan," ujarnya.

Ia menyebut indikasi pelanggaran lain seperti pembentukan tim komunikasi gubernur (TKG), aturan absensi empat kali sehari bagi ASN, permasalahan sumbangan pihak ketiga, Perda Zonasi, jaminan reklamasi dari kabupaten, pengangkatan ASN dan penerbitan izin HTI.

Pembiaran terhadap pengiriman zircon, penerbitan perizinan terkait RKBA, kunjungan ke luar negeri menggunakan dana pihak penyelenggara (gratifikasi) dan pembiaran terkait wilayah penambangan negara (WPN) eks Kobatin.

Pewarta: Elza Elvia

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018