Jakarta (Antaranews Babel) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menolak keberatan (eksepsi) mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Intinya kami menolak eksepsi itu," kata JPU Haerudin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dijelaskan, perbuatan terdakwa yang didakwa oleh penuntut umum adalah melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Indonesia (BDNI) kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) serta menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski SJamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya.

Kewajiban yang dimaksud adalah terhadap kesalahan dalam menampilkan piutan BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang yang lancar.

"Perbuatan sebagaimana diuraikan pada dakwaan alternatif kesatu atau dakwaan alternatif kedua secara jelas merupakan suatu tindak pidana dan bukan dalam ranah hukum perdata," kata JPU.

Pada sidang 21 Mei 2018, pengacara Syafruddin menyatakan keberatan dengan laporan audit investigasi BPK karena dipakai KPK untuk menyatakan perbuatannya bersama pihak lain merugikan keuangan negara senilai Rp4,58 triliun.

"Laporan Audit Investagatif yang dituangkan dalam Laporan BPK Nomor: 12/LHP/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan yang diatur oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri yaitu peraturan BPK No. 1 tahun 2017," kata pengacara Syafruddin, Ahmad Yani pada Senin (21/5).

Selanjutnya pengacara Syafruddin juga menilai bahwa perbuatan kliennya dan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti sudah memasuki materi pokok perkara.

"Tim penasihat hukum yang mendalilkan bahwa perbuatan terdakwa dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti bukan penyertaan (medeplegen) melainkan perbuatan pembantuan yaitu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang memutuskan sedangkan terdakwa memberi data, merupakan dalil yang telah memasuki materi pokok perkara tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada diri terdakwa yang seharusnya disampaikan pada pemeriksaan persidangan pokok perkara," tambah jaksa.

Menurut jaksa, penutut umum memiliki wewenang untuk penggabungan perkara bila waktunya sama atau hampir bersamaan, sekaligus pemisahan perkara sebagaimana pasal 142 KUHAP.

"Kami penuntut umum berkesimpulan surat dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materil, dan majelis hakim berkenan memutuskan menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa dinyatakan ditolak, menyatakan surat dakwaan sah untuk dijadikan dasar memeriksa dan mengadili perkara pidana dan menyatakan sidang pemeriksaan perkara pidana terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," kata jaksa.

Pada perkara ini Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim telah melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018