Jakarta (Antaranews Babel) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai defisit neraca transaksi berjalan pada akhir 2018 masih berada pada tingkat yang aman, meski diperkirakan mencapai 25 miliar dolar AS atau lebih tinggi dari pencapaian 2017.
"Defisit transaksi berjalan ini masih dalam batas yang aman," ujar Perry saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Perry tidak mengkhawatikan proyeksi defisit neraca transaksi berjalan pada akhir 2018 yang nisbi tinggi ini, karena secara persentase masih berada dibawah tiga persen terhadap PDB.
Ia menjelaskan salah satu penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan tersebut adalah karena adanya kenaikan impor bahan baku maupun barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong kinerja investasi.
"Impor naik terutama impor bahan baku karena produksi kita meningkat dan geliat ekonomi meningkat. Impor barang modal juga karena adanya akselerasi infrastruktur dan tidak seluruh bahan bisa dihasilkan di dalam negeri seperti plat baja," ujar Perry.
Untuk itu, Perry menyambut baik upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan dengan memperbaiki proses perizinan berusaha agar investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor dapat masuk ke Indonesia.
Selain meningkatkan ekspor untuk mengundang devisa, hal lain yang bisa dilakukan untuk menarik devisa adalah dengan mendorong kualitas sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing.
"Pemerintah sudah memiliki komitmen kuat untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dan menciptakan pertumbuhan serta lapangan pekerjaan. Maka pariwisata, investasi untuk ekspor dan subtitusi impor terus digenjot," kata Perry.
Bagi bank sentral, pembenahan neraca transaksi berjalan menjadi penting, karena secara tidak langsung bisa menjadi salah satu alat untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan pada 2017 tercatat sebesar 17,3 miliar atau 1,7 persen dari PDB. Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan defisit neraca transaksi berjalan tahun 2016 sebesar 1,8 persen dari PDB.
Perbaikan defisit transaksi berjalan tersebut bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah meningkatnya impor migas, defisit neraca jasa terkait defisit jasa transportasi, dan neraca pendapatan primer terutama untuk pembayaran repatriasi hasil investasi asing.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Defisit transaksi berjalan ini masih dalam batas yang aman," ujar Perry saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Perry tidak mengkhawatikan proyeksi defisit neraca transaksi berjalan pada akhir 2018 yang nisbi tinggi ini, karena secara persentase masih berada dibawah tiga persen terhadap PDB.
Ia menjelaskan salah satu penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan tersebut adalah karena adanya kenaikan impor bahan baku maupun barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong kinerja investasi.
"Impor naik terutama impor bahan baku karena produksi kita meningkat dan geliat ekonomi meningkat. Impor barang modal juga karena adanya akselerasi infrastruktur dan tidak seluruh bahan bisa dihasilkan di dalam negeri seperti plat baja," ujar Perry.
Untuk itu, Perry menyambut baik upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan dengan memperbaiki proses perizinan berusaha agar investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor dapat masuk ke Indonesia.
Selain meningkatkan ekspor untuk mengundang devisa, hal lain yang bisa dilakukan untuk menarik devisa adalah dengan mendorong kualitas sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing.
"Pemerintah sudah memiliki komitmen kuat untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dan menciptakan pertumbuhan serta lapangan pekerjaan. Maka pariwisata, investasi untuk ekspor dan subtitusi impor terus digenjot," kata Perry.
Bagi bank sentral, pembenahan neraca transaksi berjalan menjadi penting, karena secara tidak langsung bisa menjadi salah satu alat untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan pada 2017 tercatat sebesar 17,3 miliar atau 1,7 persen dari PDB. Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan defisit neraca transaksi berjalan tahun 2016 sebesar 1,8 persen dari PDB.
Perbaikan defisit transaksi berjalan tersebut bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah meningkatnya impor migas, defisit neraca jasa terkait defisit jasa transportasi, dan neraca pendapatan primer terutama untuk pembayaran repatriasi hasil investasi asing.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018