Pangkalpinang (Antara Babel) - Calon anggota legislatif (caleg) perempuan di Indonesia khususnya Provinsi Bangka Belitung harus mampu mengubah warna politik dalam upaya meraih suara dan simpatisan dari masyarakat pada Pemilu Legislatif, 9 April 2014.


Caleg perempuan dalam dunia politik harus menguatkan warna politiknya, sehingga keterwakilan perempuan di legislatif dapat mencapai 30 persen atau lebih sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang pemilu.


Secara psikologis, warna politik caleg perempuan ini seharusnya warna politik peradaban dan kemanusiaan, dan warna politik caleg laki-laki politik kekuasaan yang tidak memberikan dampak positif terhadap percepatan pembangunan, perekonomian masyarakat yang semakin mengalami keterpurukan.


"Selama ini, caleg perempuan tidak "pede" atau kurang percaya diri karena mereka tidak fasih dan terampil berbicara tentang politik kekuasaan, sehingga mengurangi nilai caleg perempuan di masyarakat," kata caleg perempuan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk DPR RI, Syarifah Amelia, SSi di Pangkalpinang, Jumat.


Menurut dia, sebagai seorang perempuan, politik yang digunakan adalah politik harga cabai dan bawang, karena lebih mudah dikuasai dan dipahami sesama kaum perempuan.


"Hal ini sepertinya lucu, tetapi di dunia ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang perekonomiannya dipengaruhi oleh harga cabai, ketika harga cabai naik maka perekonomiannya akan turun," ujarnya.


Ia mengatakan, ketika wajah politik di Indonesia didominasi oleh laki-laki, maka solusi dari pemerintah pusat menekan kenaikan harga cabai ini dengan mengimpor komiditas tersebut, karena ketahanan pangan yang lemah.


"Tetapi jika perempuan masuk, maka solusi yang ada tidak impor, tetapi bagaimana memberdayakan petani untuk memperkuat ketahanan pangan, sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor kebutuhan pangan," ujarnya.


Ia mengemukakan, untuk mengantisipasi impor pangan ini, perlu kebijakan pemerintah, misalnya memberikan bantuan tiga polibek untuk bertanam cabai ke masing-masing penduduk, maka tidak akan ada lagi kenaikan harga cabai di pasaran yang memberatkan ekonomi masyarakat miskin.


"Masalah kenaikan harga cabai ini akan selesai dan perekonomian Indonesia akan lebih stabil karena tidak mengimpor kebutuhan pangan lagi dari negara lain," ujarnya.


Selain itu, dengan warna politik yang kuat, maka permasalahan air susu ibu (ASI) yang tidak ada gaungnya di Bangka Belitung, tentu akan menjadi gaung yang apik jika diwakili kaum perempuan. Secara sistrakologis, caleg laki-laki tidak akan fasih berbicara tentang ASI ini.


"Saya sudah memutuskan, ketika bersosialisasi tidak akan berbicara tentang undang-undang minerba, hutan lindung dan kebijakan politik kekuasaan lainnya, tetapi saya akan berbicara terkait pemberdayaan perempuan dan anak, peningkatan ekonomi keluarga dan perlindungan terhadap kaum perempuan dan anak," katanya.


Sementara itu, Zubaidah, caleg DPD RI daerah pemilihan Provinsi Bangka Belitung, menyatakan, politik peradaban yang berakar kata adab, bisa ditemukan pada Sila Kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, dan harus ditanamkan karena pendidikan politik beradab ini sebagai jantungnya peradaban dalam sebuah negara dan bangsa.


Dewasa ini, politik beradab dan beretika sudah sulit ditemukan dan ini mengancam peradaban umat manusia yang sedang dihinggapi patologi sosial dan anomali ekonomi, seolah mengisyaratkan satu hal, yakni keruntuhan peradaban.


Untuk itu, diperlukan politik menjunjung tinggi kemanusian dan peradaban, untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan masyarakat sejahtera berkeadilan.


Selain itu, diharapkan caleg perempuan lebih mengutamakan etika dan karakter serta menghindari politik uang dalam bersosialisasi di masyarakat.


Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bangka Belitung Deddy Yulianto, menyatakan, calon anggota legislatif perempuan harus berkarakter dan memiliki pribadi baik untuk meraih simpati masyarakat.


Caleg yang memiliki materi banyak belum tentu memiliki massa, karena mereka belum tentu berkarakter, beretika, dan lainnya dalam menyampaikan visi misi selama masa kampanye. Sebaliknya, caleg yang tidak memiliki materi bisa punya massa karena mereka memiliki nilai  kepribadian yang baik.


"Sekarang bukan musimnya mengumpulkan massa di lapangan dalam jumlah besar, itu hanya akan menghamburkan dana saja. Tetapi lebih pada kampanye dengan karakter yang dibangun di hati para pemilih," ujarnya.


Ia mengatakan, saat ini masyarakat sudah cerdas untuk memilih wakil rakyat di parlemen. Mereka menilai caleg tersebut jujur, amanah dan berkarakter serta mampu memperjuangkan aspirasi dan hak-haknya di parlemen.


"Kita harus bercermin pada Pemilu Legislatif 2009, banyak caleg yang memiliki modal berkampanye besar, tetapi tidak terpilih atau duduk di legislatif, karena  pilihan masyarakat lebih terarah, terukur, sehingga diperlukan caleg-caleg yang berkualitas untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.


Menurut dia, pada Pemilu 2014 pihaknya lebih menekankan karakter pribadi seseorang, karena memiliki karakter maka caleg tidak perlu kampanye. Malah banyak orang yang akan mengampanyekan, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Selain itu, katanya, dengan karakter, caleg akan lebih hemat biaya, dan demokrasi akan menjadi lebih sehat. Bahkan jika pada Pemilu 2014 seorang caleg tidak mempunyai karakter, maka kemungkinan terbesar yang akan terjadi adalah politik uang.


"Yang mampu mengalahkan politik uang adalah karakter. Caleg yang tidak berkarakter akan menggunakan segala cara untuk menarik simpati, bahkan tidak tertutup kemungkinan dengan politik uang," ujarnya.    


Untuk itu, kata dia, diharapkan pada pemilu nanti masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan memilih caleg-caleg yang berkualitas.


"Kami terus berupaya meningkatkan pendidikan politik beradab, berkarakter, agar mereka dapat membawa perubahan yang baik untuk kemajuan Indonesia khususnya Bangka Belitung," ujarnya.

Pewarta: Oleh Aprionis

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014