Sungailiat, (Antara Babel) - Wakil Bupati Bangka, Provinsi Bangka Belitung, Rustamsyah mengatakan tradisi "nuju jerami" yang digelar warga Dusun Pejem, Kecamatan Belinyu merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki dan karuniaNya.

"Kegiatan ini juga merupakan momen yang sangat bagus untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang mulai terkikis dan hilang dimakan zaman," katanya di Sungailiat, Kamis.

Ia menjelaskan, tradisi "nuju jerami" merupakan sebuah ritual yang diselenggarakan Dusun Pejem sebagai bentuk rasa syukur sekaligus permohonan agar diberi limpahan hasil panen oleh Sang Pencipta.

"Ritual ini dilakukan setiap tahun dengan harapan hasil panen padi terus mengalami peningkatan," ujarnya.

Ritual itu sendiri diawali dengan menggotong lesung dan alat-alat menumbuk padi ke depan rumah. Sesampai di depan rumah, lesung diletakkan di tanah dengan dialasi daun terung asam, kemudian disembur dengan bonglai yang sudah diberi doa oleh ketua adat.

Selanjutnya padi dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk tujuh kali, kemudian padi yang ditumbuk tersebut diambil sebanyak tujuh kali, lalu ditampi tujuh kali untuk memisahkan butir padi dengan sekam.

Setelah itu beras disimpan di lanjong, kemudian ditanak di periuk yang ditutup dengan daun terung asam. Ketika air untuk menanak nasi mulai mendidih, sekam ditaburkan di jalan depan rumah agar makhluk halus tidak ikut masuk ke dalam rumah.

Setelah nasi matang lalu diletakkan di timpak dengan ditambah telur rebus, selanjutnya adalah memberi makan "bereje" (alat-alat untuk bertani).

"Untuk ritual terakhir nasi yang sudah masak tersebut dimakan oleh ketua adat terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan makan bersama oleh seluruh warga," ujar Wabup.

"Nuju jerami" sendiri berasal dari kata "nuju" yang berarti angka tujuh dan jerami padi.

"Dalam pesta adat ini masyarakat Dusun Pejem meninggalkan pekerjaan mereka untuk berbaur bersama," ujarnya.

Pewarta: Oleh Kasmono

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014