Jakarta (Antaranews Babel) - Bank Indonesia (BI) menyebut nilai tukar rupiah yang dalam beberapa hari terakhir terus bergerak di kisaran Rp13.900, masih terlalu murah (undervalue), dan mengindikasikan terdapat ruang penguatan pada waktu ke depan.
Ditemui di Jakarta, Jumat, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah saat ini belum mencerminkan fundamental perekonomian yang terus membaik, seperti terlihat dari indikator inflasi, prospek pertumbuhan ekonomi 2019, dan juga neraca pembayaran.
"Secara hitung-hitungan fundamental, rupiah kita masih undervalue (terlalu murah), baik dari inflasi rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang akan lebih baik, dan juga NPI yang lebih baik," kata Perry.
Merujuk kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah sejak Jumat (1/2/ 2019), terus merangsek ke kisaran Rp13.970 dari sebelumnya di Rp14.072. Pada Jumat ini, kurs tengah BI menetapkan rupiah di Rp13.992 per dolar AS.
Adapun di pasar spot, Jumat pagi ini, kurs rupiah dibuka di level Rp13.995 per dolar AS atau melemah 22 poin dibanding posisi sebelumnya Rp13.973 per dolar AS
Menurut analis ekonomi Samuel Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, pada Jumat ini, nilai tukar rupiah kemungkinan bergerak melemah karena pesimisme yang kembali muncul pada pelaku pasar atas penyelesaian perang dagang Amerika Serikat dan China.
"Kemungkinan kurs rupiah melemah karena isu perang dagang AS-China," ujar Lana di Jakarta, Jumat.
Kendati belum ada pernyataan resmi, tetapi Presiden Donald Trump menyatakan tidak ada pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden China Xi Jinping, seperti mengonfirmasi potensi kebuntuan pembicaraan mengenai kesepakatan dagang tersebut pada saat ini.
Efek perang dagang antara AS dan China terhadap perdagangan global, kata Lana, mulai terlihat.
Neraca transaksi berjalan Jepang misalnya, mencatatkan surplus pada Desember 2019, semakin kecil sejak empat bulan terakhir.
Penurunan surplus tersebut terutama berasal dari neraca barang yaitu ekspor-impor Jepang.
Dia mengatakan kekhawatiran utama efek perang dagang AS-China berdampak pada melambatnya ekonomi global.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen untuk 2019.
"Kurs rupiah kemungkinan melemah ke tingkat Rp13.980 per dolar AS sampai Rp14.000 per dolar AS," kata Lana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
Ditemui di Jakarta, Jumat, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah saat ini belum mencerminkan fundamental perekonomian yang terus membaik, seperti terlihat dari indikator inflasi, prospek pertumbuhan ekonomi 2019, dan juga neraca pembayaran.
"Secara hitung-hitungan fundamental, rupiah kita masih undervalue (terlalu murah), baik dari inflasi rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang akan lebih baik, dan juga NPI yang lebih baik," kata Perry.
Merujuk kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah sejak Jumat (1/2/ 2019), terus merangsek ke kisaran Rp13.970 dari sebelumnya di Rp14.072. Pada Jumat ini, kurs tengah BI menetapkan rupiah di Rp13.992 per dolar AS.
Adapun di pasar spot, Jumat pagi ini, kurs rupiah dibuka di level Rp13.995 per dolar AS atau melemah 22 poin dibanding posisi sebelumnya Rp13.973 per dolar AS
Menurut analis ekonomi Samuel Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, pada Jumat ini, nilai tukar rupiah kemungkinan bergerak melemah karena pesimisme yang kembali muncul pada pelaku pasar atas penyelesaian perang dagang Amerika Serikat dan China.
"Kemungkinan kurs rupiah melemah karena isu perang dagang AS-China," ujar Lana di Jakarta, Jumat.
Kendati belum ada pernyataan resmi, tetapi Presiden Donald Trump menyatakan tidak ada pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden China Xi Jinping, seperti mengonfirmasi potensi kebuntuan pembicaraan mengenai kesepakatan dagang tersebut pada saat ini.
Efek perang dagang antara AS dan China terhadap perdagangan global, kata Lana, mulai terlihat.
Neraca transaksi berjalan Jepang misalnya, mencatatkan surplus pada Desember 2019, semakin kecil sejak empat bulan terakhir.
Penurunan surplus tersebut terutama berasal dari neraca barang yaitu ekspor-impor Jepang.
Dia mengatakan kekhawatiran utama efek perang dagang AS-China berdampak pada melambatnya ekonomi global.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen untuk 2019.
"Kurs rupiah kemungkinan melemah ke tingkat Rp13.980 per dolar AS sampai Rp14.000 per dolar AS," kata Lana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019