Mentok, Babel (ANTARA) - Peneliti politik, pemilu, dan demokrasi dari Jurusan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ranto mengatakan kemunculan calon perseorangan dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Bangka Barat 2020 akan memberikan alternatif pilihan bagi para pemilih.
"Rencana Rieza Firmansyah Parhan maju melalui jalur perseorangan merupakan hal positif dalam memberi banyak pilihan, terutama kepada pemilih yang sudah jenuh dengan partai politik," kata Ranto saat dihubungi dari Mentok, Rabu.
Menurut dia, fenomena kemunculan kandidat dari jalur nonpartai politik di arena pemilu eksekutif daerah bupati/wali kota di Babel mulai ada pada Pilkada Kota Pangkalpinang 2018, ketika itu muncul pasangan Rinaldi-Sarjulianto.
Sayangnya calon tersebut kalah dalam perolehan suara oleh tiga pasangan lain yang diusung partai politik, yaitu Maulana Akil-Sopian,disusul peringkat kedua pasangan Udin-Edison dan peringkat ketiga pasangan Endang-Dodot.
"Dari pengalaman Pilkada Pangkalpinang, kandidat independen belum mendapat kepercayaan publik secara luas," ujarnya.
Ranto mengatakan, di beberapa daerah kemunculan calon perseorangan atau independen mampu mengalahkan kandidat yang diusung oleh partai politik.
"Dalam catatan saya, dari 2006-2015 ada sebanyak 19 pasangan calon nonpartai yang berhasil memenangi kompetisi politik tersebut, mulai dari pemilihan gubernur hingga bupati/wali kota," katanya.
Pada Pilkada serentak 2015, untuk pasangan calon bupati-wakil bupati ada 115 pasangan calon dari jalur perseorangan, yang berhasil memenangi kontestasi hanya tujuh pasang, sementara untuk pemilihan wali kota-wakil wali kota ada 20 pasangan calon independen dan hanya lima pasangan yang menang.
"Dari catatan tadi bisa disimpulkan kemunculan calon perseorangan belum menjadi pesaing kompetitif bagi calon yang diusung oleh partai politik," katanya.
Menurut dia, ada banyak faktor yang menjelaskan mengapa calon perseorangan kurang kompetitif, yang pertama, keterbatasan mobilisasi untuk menggalang dukungan publik, biasanya para calon memiliki keterbatasan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan politik.
"Tidak ada struktur tim politik yang stabil, kondisi ini berbeda dengan partai politik yang memiliki kader di setiap desa hingga pelosok," katanya.
Faktor kedua, untuk menggerakkan mesin politik tersebut membutuhkan investasi politik yang tidak murah atau biaya politiknya terlalu tinggi sehingga perlu penguatan figur kandidat yang populer sekaligus memiliki tingkat dukungan yang tinggi.
Selanjutnya faktor ketiga, ketidakkonsistenan dukungan KTP yang didapatkan sebagai syarat saat pencalonan dengan dukungan aktual di TPS tidak otomatis sama.
"Artinya, bisa saja dukungan KTP sekitar 10.000 pendukung tapi pada hasil akhir malah suara kandidat independen di bawah itu. Dalam hal ini kemungkinan figur tidak cukup kuat secara popularitas dan elektabilitas," katanya.
Belajar dari pengalaman satu dekade terakhir, calon nonpartai yang berhasil memenangi kompetisi politik berasal dari kalangan petahana yang dulunya dicalonkan oleh parpol kemudian keluar partai, pengusaha, dan kader partai politik.
"Oleh karena itu, Rieza Firmansyah, putra mantan Bupati Bangka Barat dua periode Parhan Ali, perlu kerja ekstra keras agar mampu bersaing dalam Pilkada 2020," katanya.
Menurut Ranto, regenerasi politik dari keluarga elit di Bangka Barat tidak berjalan dengan sukses, hal itu terbukti dengan pelaksanaan Pemilu 2019 yang diikuti putra Parhan Ali, Arif Ferdiansyah yang tidak terpilih saat mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Provinsi Babel.
Ia mengatakan, jika regenerasi politik berjalan baik semestinya Arif Ferdiansyah memiliki potensi cukup memadai dibandingkan caleg lainnya, namun kenyataannya tidak terpilih.
"Ini catatan penting bagi kandidat yang memiliki hasrat untuk mencalonkan dari jalur perseorangan," katanya.