Jakarta (Antara Babel) - Dalam beberapa waktu terakhir, internet lambat menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan pada sektor komunikasi dan informatika di Tanah Air.
KOodisi itulah yang kemudian menjadi salah satu fokus kerja Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam lima tahun ke depan.
Rudiantara bahkan berani berjanji mulai 2015 rakyat Indonesia akan merasakan jaringan internet dengan teknologi 4G yang merupakan generasi keempat jaringan nirkabel pada mobile network.
Untuk merealisasikan janjinya mengenai kehadiran jaringan internet 4G pada 2015, Rudiantara bersama dengan kementeriannya kini melakukan persiapan bersama beberapa operator selular di Indonesia.
Salah satunya dengan pembangunan infrastruktur penunjang rencana pita lebar untuk mendukung jaringan 4G tersebut untuk meningkatkan kecepatan akses Internet.
Dengan anggaran sekitar Rp270 triliun, Rudiantara berharap agar hingga 2019, jaringan internet yang sering dikatakan lelet dapat segera ditingkatkan secara bertahap.
"Kalau misalkan kita bicara sekarang internet lelet, mudah-mudahan sampai dengan 2019 secara bertahap akan ditingkatkan kapasitas (cakupannya). Total dibutuhkan biaya atau dana kurang lebih Rp270 triliun," ujar Rudiantara.
Dana besar yang rencananya dikeluarkan oleh pemerintah ini akan dipergunakan dalam pembangunan infrastruktur penunjang seperti pemasangan kabel serat optik, kabel bawah laut, radio akses, dan satelit.
Ia mengatakan komersialisasi penyelenggaraan jaringan internet mobile generasi keempat Long Term Evolution (4G-LTE) itu sendiri diharapkan bisa direalisasikan mulai pertengahan 2015 pada frekuensi 900 Mhz.
"4G-LTE ini ada di 900 Mhz, 1.800 Mhz, dan 2,3 Mhz. Kita akan coba dengan 900 Mhz karena yang paling siap. Memang akhir 2014 ini kita akan coba launch tapi tidak akan bisa cepat untuk kemudian langsung dikomersialisasi, lihat dulu ekspektasi masyarakat," kata Rudiantara.
Menurut dia ekspektasi masyarakat harus di-manage sehingga tidak timbul anggapan seolah-olah 4G-LTE sudah bisa diakses di manapun padahal belum seluruhnya siap.
Dari sisi ketersediaan perangkat pendukung teknologi itu yaitu handset dan device juga harus dilihat dengan seksama kesiapannya sehingga masyarakat tidak repot dalam melakukan migrasi handset.
Selain itu, hal lain yang juga harus dipertimbangkan yakni soal kartu SIM seluler dan pusat layanan pelanggan khusus untuk 4G-LTE.
"Biarkan ekosistemnya tumbuh dulu, seiring dengan kebijakan yang kita kembangkan," katanya.
Operator Siap
Rudiantara memperkirakan sampai pertengahan 2015, teknologi 4G-LTE sudah mulai ramai dan populer dimana operator telekomunikasi juga mulai membangun infrastrukturnya.
Pihaknya akan memberikan izin operator seluler untuk memanfaatkan teknologi netral yang memungkinkan para operator menggelar dua teknologi jaringan dalam satu rentang frekuensi yang dimiliki oleh operator misalnya 3G dan 4G sekaligus.
Saat ini pihaknya juga sedang menggodok rencana untuk menetapkan standar pelayanan dalam industri telekomunikasi agar mulai fokus pada kenyamanan konsumen.
Sejumlah operator telekomunikasi menyatakan
jaringannya telah siap untuk penyelenggaraan jaringan internet mobile generasi keempat 4G-LTE misalnya saja Telkomsel, Indosat dan XL yang siap menggelar jaringan dan layanan berteknologi generasi keempat 4G-LTE pada tahun ini.
Ketiga operator GSM itu bahkan sudah menyiapkan BTS 4G sehingga begitu izin Kemkominfo terbit, ketiga operator itu bisa langsung memasarkan layanan 4G LTE.
Presiden Director & CEO Indosat Alexander Rusli mengatakan, secara umum, kesiapan perangkat 4G di BTS-BTS Indosat sudah siap untuk diaktifkan. Namun, Indosat masih menunggu sertifikasi ULO dari pemerintah untuk diluncurkan bersama-sama dengan operator lain.
"Kami akan launch bersama-sama dengan operator lain, sesuai dengan permintaan pemerintah," kata Alexander Rusli.
Menurut Alexander, untuk tahap pertama pihaknya tidak bisa menjanjikan bahwa kecepatan akses internet yang akan dinikmati sesuai dengan ekspektasi masyarakat mengingat pita frekuensi yang digunakan hanya 5 MHz.
Sementara itu, Vice President Coorporate Communication PT XL Axiata Tbk Turina Farouk mengungkapkan, penerapan 4G di frekuensi 900 MHz sudah matang dan siap untuk diluncurkan sehingga, tidak perlu tahap uji coba di frekuensi 900 MHz.
Namun, Turina enggan menyebut wilayah mana saja yang terlebih dahulu menikmati 4G LTE di frekuensi 900 Mhz secara komersial.
"Kalau di 900 Mhz, kita sudah siap komersial, tidak perlu uji coba lagi. Jika dalam waktu dekat sudah dapat sertifikasi ULO, kami bisa langsung jualan. Tidak perlu trial lagi," kata Turina.
Terkait uji coba konektivitas 4G pada frekuensi 1800 MHz, Turina mengatakan, XL mendapat perpanjangan trial hingga Maret 2015.
Uji coba jaringan 4G LTE pada frekuensi 1800 MHz mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan tercapainya target 1.000 SIM card 4G yang telah berhasil diaktivasi.
Beberapa titik uji coba yang diterapkan XL adalah, di kisaran wilayah Senayan City, Central Park, dan Kota Casablanca Jakarta.
"Uji coba jaringan 4G sebenarnya berakhir di awal Desember ini, namun sekarang diperpanjang hingga Maret 2015," kata Turina.
Sementara itu, Telkomsel kabarnya telah menyiapkan 110 BTS 4G yang siap diaktifkan bila sudah ada ¿lampu hijau¿ dari pemerintah. Seluruh BTS 4G yang 110 unit itu hanya di Jakarta, belum termasuk jumlah BTS 4G yang ada di Bali.
Dirut Telkomsel Alex J Sinaga selalu mengatakan, Telkomsel sangat siap untuk segera menggelar jaringan dan layanan 4G LTE.
"Ini bukan hanya untuk memastikan pengalaman pelanggan yang terbaik, juga untuk makin memantapkan kepemimpinan Telkomsel dalam industri telekomunikasi di Tanah Air," katanya.
Operator Kartu Halo, Simpati, Kartu As dan Loop ini sudah melakukan serangkaian uji coba teknologi 4G LTE pada 2010 di Jakarta, dan pada 2013 di Bali.
PR Menkominfo
Menkominfo memiliki segudang pekerjaan rumah (PR) yang harus segera dituntaskan termasuk di dalamnya soal pengembangan internet cepat melalui jaringan pita lebar.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto Santosa menyatakan jaringan fixed broadband atau jaringan pitalebar tetap adalah keniscayaan yang harus dibangun di Indonesia.
Menurut dia pengembangan pita lebar nasional merupakan salah satu strategi terbaik dalam meningkatkan daya saing
bangsa dan kualitas hidup masyarakat di Tanah Air.
Setyanto berpendapat dengan pembangunan infrastruktur bidang TI ini, transformasi ekonomi Indonesia akan dipercepat dan juga daya saing Indonesia akan meningkat.
Bahkan ia mengutip data dari Bank Dunia, penambahan 10 persen pita lebar mampu memicu pertumbuhan ekonomi sebesar 1,38 persen di negara berkembang serta meningkatkan 1,5 persen produktivitas tenaga kerja dalam lima tahun menurut Booz & Company.
Sementara itu, menurut Katz peningkatan 1 persen penetrasi pita lebar rumah tangga mampu mengurangi pertumbuhan pengangguran sebesar 8,6 persen.
Pita lebar didefinisikan sebagai infrastruktur untuk fungsi akses internet dengan jaminan konektivitas selalu tersambung dan memiliki kemampuan mengirim dengan kecepatan minimal 2 Mbps untuk akses tetap dan 1 Mbps untuk akses bergerak (mobile).
"Salah satu infrastruktur yang sering kali luput dari perhatian adalah infrastruktur dalam bidang teknologi informasi yaitu pita lebar atau broadband. Infrastruktur ini sama pentingnya seperti infrastruktur lainnya dalam hal pembangunan," kata mantan Direktur Utama PT Telkom itu.
Ia juga berharap pemerintah ke depan memiliki keberpihakan pada sektor TIK bahkan harus "melek" TIK agar bisa menata sektor TIK menjadi infrastruktur ekonomi yang menyejahterakan masyarakat.
Ia menjelaskan hingga saat ini infrastruktur pita lebar akses tetap baru mencapai 15 persen rumah tangga, 30 persen gedung dan 5 persen populasi serta 12 persen populasi untuk pita lebar akses bergerak.
Pada 2019 ditargetkan dapat mencakup 71 persen rumah tangga, 100 persen gedung, 30 persen populasi, dan 100 persen populasi untuk infrastruktur pita lebar di perkotaan.
Untuk perdesaaan, ditargetkan mampu mencakup 49 persen rumah tangga dan 6 persen populasi serta 52 persen populasi untuk pita lebar bergerak.
Setyanto yang juga mantan Komisaris PT Indosat itu ingin agar
pemerintah menyadari bahwa setidaknya ada tiga pekerjaan rumah yang harus dirampungkan yakni dalam hal peningkatan kualitas informasi, menjamin kelancaran arus informasi, dan mendorong arus informasi untuk
kepentingan produktif.
"Misalnya konsep e-government itu adalah produk, sementara sarana untuk ke arah sana kan harus bagus, jadi kita harus segara menata dan membangun infrastruktur TIK," katanya.
Menurut dia persoalannya lebih terletak pada kemauan pemerintah untuk memulai proyek tersebut mengingat segala hambatan hampir pasti ada jalan keluarnya.
Direktur Eksektif Indonesia ICT Institut Heru Sutadi menyoroti PR Menkominfo terkait seputar pemblokiran website pornografi dimana Rudiantara memiliki komitmen untuk tetap memblokir seluruh website tersebut dan mengatakan "over my dead body" untuk hal-hal yang berbau pornografi di internet.
Hal ini dikarenakan literacy atau kepintaran masyarakat Indonesia yang dinilainya belum siap mengkonsumsi hal itu.
Masalah pembajakan adalah persoalan lain yang menjadi salah satu pertimbangan pemblokiran komik manga online dan website streaming anime dimana banyak website yang menyiarkan konten asal Jepang tersebut secara tidak legal.
Menurut Heru, Menkominfo harus mampu menyinergikan kemampuannya dengan birokasi di lingkungan pemerintahan. "Birokrasi itu lebih seringnya unik dan tentu secara profesional ini harus bisa diatasi sesegera mungkin," katanya.
Menurut dia sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Rudiantara sebagai Menkominfo yang baru di antaranya komitmen Indonesia untuk menghubungkan separuh penduduk Indonesia dengan internet, menyelesaikan jaringan pita lebar di semua desa di tanah air, dan sertifikasi SDM telekomunikasi untuk mengantisipasi MEA.
Dan walau Indonesia merupakan pasar terbesar bagi sejumlah perusahaan IT di Asia Tenggara, kebanyakan dari mereka tetap lebih memilih negara Singapura sebagai kantor pusatnya, contohnya seperti perusahaan internet Zalora, toko online Lazada, dan Yahoo.
Ini dikarenakan adanya sejumlah hal seperti insentif pemotongan pajak yang lebih menarik, serta peraturan yang lebih jelas di negara tersebut.
Lalu ada juga masalah seputar perusahaan global yang meraup uang dari penjualan barang virtual di Indonesia, namun tidak perlu membayar pajak di Indonesia.
Ada juga persoalan kewajiban penempatan data center bagi perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia yang dinilai masih belum konsisten.
Di saat pemain lokal diharuskan membayar pajak dan menggunakan data center lokal, para pemain asing tidak perlu melakukan hal yang sama di negara Indonesia.
Era baru bagi sektor TIK di Indonesia tidak melulu mendatangkan manfaat nyata namun pasti diiringi batu ujian yang membuat buah perjuangan menjadi lebih manis.
