Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berbicara soal penerapan Syariah Islam dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Ijtima' Ulama.
Mahfud menjelaskan syariah dalam arti luas mencakup semua jalan atau ajaran Islam yang meliputi akidah, akhlak, ibadah "mahdhah", muamalah.
"Sedangkan syariah dalam arti khusus sering dikaitkan dengan hukum yang lebih spesifik, yakni dikaitkan dengan fiqih," kata Mahfud saat hadir dalam Ijtima' Ulama, Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, syariah dalam arti spesifik ini melahirkan aturan-aturan tentang ibadah baik "mahdhah" maupun "ghairu mahdhah", sehingga lahir kajian-kajian tentang fiqih ibadah (ritual) dan fiqih sosial yang banyak cabang-cabang nya seperti Jinayah, Syakhsiyah, Siyasah, Mi'sa, dan lainnya.
Mahfud menegaskan di dalam negara Pancasila sebagai negara kebangsaan yang berketuhanan, negara tidak memberlakukan hukum agama tertentu, tetapi melindungi semua pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing.
Menurut Mahfud, negara Pancasila yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah "mietsaqon ghaliedza" atau modus "vivendi" yang oleh NU sering disebut sebagai "Dar al Mietsaq" dan oleh Muhammadiyah disebut "Dar al Ahdi wa al Syahadah", ada juga yang menyebut sebagai "Dar al Hikmah".
"Dalam istilah yang lebih akademis konsep 'Dar al Mietsaq' atau 'Dar al Ahdi' sering disebut sebagai 'Religious Nation State' negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler," papar Mahfud dalam siaran persnya.
Menurut Mahfud, syari’ah dalam arti luas dapat dilaksanakan oleh pemeluk Islam dengan perlindungan negara, sedangkan syariah dalam arti khusus seperti hukum Fiqih Muamalah bergantung pada bidang hukumnya.
"Untuk hukum publik seperti tata negara, administrasi negara, lingkungan hidup, dan lain-lain berlaku unifikasi atau berlaku yang sama untuk seluruh rakyat. Disini bertemu 'Kalimatun Sawa'," ujar Mahfud.
Untuk hukum privat, tambah dia, baik ritual maupun sosial bisa berlaku hukum masing-masing berdasar pilihan dan keyakinannya sendiri dan negara melindungi.
"Jika disepakati secara legislasi yang privat pun bisa hukum nasional. Misalnya, tentang perkawinan, tentang Wakaf, tentang pengelolaan zakat, tentang jaminan produksi halal, tentang peradilan agama dan tentang kompilasi hukum Islam," katanya.