Jakarta (Antara Babel) - KPK akan mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait putusan praperadilan mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo (HP) karena banding yang diajukan lembaga antirasuah itu ditolak.
"Ada penolakan (banding yang kami ajukan) tapi kami belum menerima secara resmi. Salah satu opsi yang kami lakukan adalah mengajukan PK untuk HP tapi kami masih tunggu salinan penolakan banding yang kami ajukan tapi ada opsi untuk PK kalau sudah ditolak dan ada salinannya," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Senin.
KPK pada 1 Juni 2015 mengajukan banding atas putusan hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada Selasa (26/5) memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.
Hakim dalam amar putusannya menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik KPK sesuai dengan Pasal 43 dan Pasal 46 UU KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya baik itu Polri atau Kejaksaan.
Padahal pengajuan banding tersebut tidak dimungkinkan oleh pasal 83 KUHAP yang menyatakan terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding.
"Dalam praperadilan HP kita lakukan banding, tujuannya men-challenge putusan hakim Haswandi, nah banding ditolak kita akan upaya hukum lain yaitu PK," ungkap Johan.
Johan menilai pertimbangan hakim praperadilan mengabulkan tiga gugatan praperadilan terhadap KPK berbeda-beda sehingga perlawanan hukum yang dilakukan KPK pun berbeda-beda.
Misalnya pada praperadilan mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS) yang dikabulkan karena KPK tidak bisa menunjukkan dua alat bukti yang cukup, sehingga saat menghadapi praperadilan HP KPK mengubah dengan menghadirkan bukti-bukti sebanyak tiga troli.
"Tapi ternyata hakim tidak menyinggung bukti tapi tentang keabsahan KPK mengangkat penyelidik dan penyidik di luar polri dan kejaksaan. Namun putusan hakim praperadilan HP tidak bisa dilakukan karena berdasarkan pasal 40 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK, KPK tidak boleh menghentikan penyidikan, sementara putusan hakim Haswandi KPK menghentikan penyidikan, belum lagi putusan berbeda oleh hakim sebelumnya yang menangani praperadilan kasus Innospec karena menyatakan KPK sah mengangkat penyidik dan penyelidik di luar kepolisian, pengadilan bikin ruwet dan tidak ada kepastian hukum jadi HP dan IAS berbeda," ungkap Johan.
Padahal berdasarkan pasal 263 KUHAP, disebutkan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat mengajukan PK ke Mahkamah Agung, sedangkan KPK bukanlah terpidana atau ahli waris.
"(Pertimbangan pasal) itu belum tentu jadi putusan hakim, PK dalam kasus BG (Budi Gunawan) memang ditolak, sekarang HP bisa PK, ini berbeda-beda kasusnya," ungkap Johan berkeras.
Praperadilan memang adalah putusan final dan mengikat, itu sebabnya semua putusan peradailan hanya dapat diajukan upaya hukum PK dengan syarat adanya penyeludupan hukum.
