Manggar, Babel (ANTARA) - Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyosialisasikan indikator keluarga berisiko stunting di Kabupaten Belitung Timur, untuk mengurangi tingkat risiko.
Koordinator Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Yudi Rafani di Manggar, Jumat, mengatakan ada beberapa indikator untuk menetapkan keluarga berisiko stunting.
"Di antara indikator itu adalah kurang layaknya infrastruktur lingkungan dan pernikahan di usia remaja yaitu di bawah 21 tahun," katanya.
Kemudian kata dia keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor risiko stunting yang terdiri dari keluarga yang memiliki anak remaja, puteri/calon pengantin, Ibu hamil, anak usia 0 - 23 bulan, anak usia 24 - 59 bulan berasal dari keluarga miskin, pendidikan orang tua rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan air minum tidak layak.
"Jika dalam satu rumah ada anggota keluarga yang merokok, maka masuk ke dalam keluarga berisiko stunting,” ujarnya.
Banyaknya pernikahan usia pasangan di bawah 21 tahun, kata dia, memicu anggota keluarga berisiko stunting. Ditambah pula kurang layaknya infrastruktur perumahan atau sanitasi lingkungan yang kurang baik.
Yudi mengungkapkan, di Belitung Timur terdata sebanyak 10.965 keluarga berisiko stunting, namun tidak semuanya dijadikan sasaran pendampingan untuk tim audit stunting.
"Pendampingan hanya untuk keluarga berisiko tinggi saja yakni hanya 1.899 orang," ujarnya
Yudi mengatakan, angka keluarga berisiko stunting diambil dari verifikasi pendataan keluarga verval yang selalu fluktuatif atau jumlahnya bisa berubah dari waktu ke waktu.
"Kami berupaya membantu Belitung Timur, terus melakukan pendampingan untuk menekan kasus stunting," katanya.