Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, yakin tanaman pangan alternatif sorgum dapat dikembangkan sebagai salah satu solusi pengentasan kemiskinan ekstrem dan pengurangan prevalensi kekerdilan pada anak alias stunting di Nusa Tenggara Timur.
Yang bisa menggerakkan kemiskinan ekstrem dan stunting adalah sorgum. Tapi kita masih perlu meyakinkan publik bahwa sorgum ini bisa dikembangkan untuk industri makanan dan banyak industri lainnya, kata dia melalui keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut saat beraudiensi dengan Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana dan Universitas Kristen Wira Wacana Sumba di Gedung Bina Graha Jakarta, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Ia berharap budi daya sorgum digencarkan agar dapat mendorong masyarakat menanam dan mengembangkan tanaman pangan itu.
Kantor Staf Presiden terus aktif mendorong program pengembangan riset dan studi sorgum bersama para akademisi, kata dia.
Universitas Kristen Wira Wacana Sumba yang berlokasi di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur berencana mengembangkan program riset dan pengembangan sorgum. Inisiatif Universitas Kristen Wira Wacana Sumba untuk mengembangkan pusat riset dan studi sorgum karena tingkat kemiskinan ekstrem dan prevalensi kekerdilan pada anak yang cukup tinggi di NTT.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga tinggi badan seorang anak terlalu pendek untuk usianya.
Menurut KSP, salah satu penyebab kemiskinan ekstrem di NTT karena pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal. Namun, kata dia, kondisi tanah NTT yang kering dengan wilayah yang sedikit mengalami curah hujan dapat menjadi lahan yang subur bagi tanaman sorgum.
Jika dimanfaatkan secara luas, kata dia, pengembangan sorgum tidak hanya memberikan alternatif pangan nasional, tapi juga menyerap tenaga kerja dan menghasilkan pendapatan daerah.
Dari satu Hektare lahan bisa menghasilkan 3-5 ton sorgum. Satu hektar lahan sorgum ini diproyeksikan menghasilkan Rp12 juta. Budi daya sorgum ini mudah karena pupuknya juga tidak seberapa. Ini bisa mengangkat ekonomi lokal secara dahsyat, kata dia.
Rektor Universitas Kristen Wira Wacana Sumba, Maklon Felipus Killa, dan Wakil Ketua Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana, Fence Emanuel Lase, berharap melalui kemitraan dengan badan usaha di bidang sorgum, pihak perguruan tinggi bisa mengembangkan pusat studi sorgum khas Sumba.
Kami berterima kasih atas perhatian Pak Moeldoko dan KSP yang benar-benar berkomitmen membangun NTT. Kami sangat paham bahwa salah satu isu penting saat ini adalah isu pangan dan energi. Maka kami akan terus berupaya untuk mengembangkan mata kuliah yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, kata Killa.