Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, pada Selasa pagi masih terus melemah tertekan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve.
Rupiah pagi ini melemah 12 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.725 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.713 per dolar AS.
Analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan data ekonomi AS menunjukkan nilai yang cukup baik, meski suku bunga telah naik cukup tinggi sejak awal tahun.
"Kondisi ini memberikan angin bagi The Fed untuk terus lanjut menaikkan nilai suku bunga untuk melawan inflasi dengan risiko resesi yang lebih rendah dari sebelumnya," ujar Revandra.
Meski demikian, lanjut Revandra, beberapa pendapat menyatakan bahwa laju kenaikan suku bunga The Fed berpotensi lebih lambat dari sebelumnya.
Ia menyampaikan, kondisi suku bunga AS yang tinggi, menyebabkan dolar AS tertarik keluar dari negara lain sehingga timbul masalah kekurangan dolar AS di beberapa negara, termasuk Indonesia.
"Hal ini yang menyebabkan nilai USD menjadi mahal jika dipasangkan dengan rupiah," kata Revandra.
Pasar tengah mempertimbangkan pernyataan yang hawkish dari pejabat Federal Reserve AS, salah satunya Presiden Fed St. Louis James Bullard yang mengatakan bahwa zona suku bunga acuan yang sesuai adalah di antara 5-7 persen, lebih tinggi dari antisipasi pasar.
Sementara itu, Presiden Fed Minnesota Neil Kashkari mengatakan bahwa data satu bulan tidak dapat meyakinkan The Fed secara berlebihan, karena bank sentral harus terus menjalankan kebijakannya sampai mereka yakin bahwa inflasi telah berhenti naik.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp15.650 per dolar AS hingga Rp15.800 per dolar AS.
Pada Senin (21/11) lalu, rupiah ditutup melemah 29 poin atau 0,18 persen ke posisi Rp15.713 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.684 per dolar AS.