Jakarta (ANTARA) - KPK kembali memanggil Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M. Idris Froyoto Sihite, Senin, untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di kementerian tersebut.
"Benar, hari ini dijadwalkan pemeriksaan saksi M. Idris Froyoto Sihite selaku Plh. Dirjen Minerba dan Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Meski demikian, Ali mengatakan KPK belum menerima konfirmasi apakah yang bersangkutan akan hadir atau tidak.
Panggilan tersebut merupakan yang kedua dilayangkan lembaga antirasuah KPK setelah Idris Froyoto mangkir dari panggilan pertama yang dijadwalkan pada Kamis (30/3).
Untuk diketahui, KPK telah menggelar penyidikan kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM dan menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Potensi kerugian yang ditimbulkan dalam kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) tersebut diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Meski demikian, KPK belum bersedia mengumumkan siapa saja para pihak yang ditetapkan tersangka.
Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan daftar tersangka, uraian konstruksi dugaan pidana, dan pasal yang disangkakan akan disampaikan kepada publik setelah pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik dinilai lengkap.
Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi, antara lain kantor Ditjen Minerba di Tebet, Jakarta Selatan; Kantor Kementerian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan; rumah tersangka di Depok dan Apartemen Pakubuwono, Jakarta.
Dalam penggeledahan di Apartemen Pakubuwono, Jakarta, penyidik KPK menemukan uang tunai senilai Rp1,3 miliar. Terkait temuan itu, Asep mengatakan penyidik KPK masih mendalami soal temuan uang dan apartemen tersebut. Penyidik tidak serta merta menyimpulkan bahwa uang tunai tersebut terkait dengan kasus yang disidik KPK.
"Kami dalami juga ada keterkaitan atau tidak. Kuncinya memang ada, tetapi kami enggak tahu secara hukum punya siapa itu, bisa saja di sana hanya umpan, kami enggak tahu," ujar Asep.