London (ANTARA) - Jenderal Angkatan Darat Rusia Sergei Surovikin, yang dijuluki "Jenderal Armageddon" oleh media Rusia karena kebengisannya, menghilang sejak pemberontakan gagal pada Sabtu yang dilakukan kelompok tentara bayaran Wagner Group untuk menggulingkan para petinggi Rusia.
Pria kekar berusia 56 tahun itu terakhir terlihat pada Sabtu pekan lalu dalam video, di mana dia mendesak kepala Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, untuk menyerah. Dalam video itu Surovikin terlihat tidak nyaman, terengah-engah, dan tidak mengenakan lencana.
Laporan New York Times, berdasarkan informasi dari intelijen AS, menyebutkan bahwa Surovikin sebelumnya sudah mengetahui pemberontakan yang dilancarkan Prigozhin. The Times juga melaporkan bahwa pihak berwenang sedang memeriksa kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan itu.
Kremlin menganggap remeh laporan itu, tetapi pada Kamis mereka menolak menjawab pertanyaan seputar sang jenderal.
Berikut beberapa fakta penting tentang Surovikin:
Perang Ukraina
Pada 8 Oktober, Surovikin, yang saat itu panglima pasukan Rusia di Ukraina selatan, diberi wewenang memimpin seluruh operasi militer di Ukraina, menjadikannya orang pertama yang disebut terang-terangan untuk posisi itu.
Rusia baru saja dikalahkan Ukraina di Kharkiv. Dalam waktu sebulan, dia memerintahkan penarikan pasukan dari tepi barat Sungai Dnipro di wilayah Kherson di Ukraina selatan karena menyadari pasukannya terancam tercerai berai oleh bombardemen di Jembatan Antonivskyi.
Pasukan yang diperkirakan oleh AS berjumlah 30.000 prajurit itu mundur teratur sembari meledakkan jembatan itu.
Menteri Pertahanan Ukraina dan para diplomat Barat menyebutkan bahwa Surovikin sepertinya berhasil meningkatkan disiplin pasukan Rusia, selain meningkatkan serangan terhadap infrastruktur.
Citranya sebagai warga Siberia berpostur tinggi besar, yang tak ragu menggunakan taktik brutal demi mencapai hasil, telah memikat kaum nasionalis Rusia, yang menilainya mampu memimpin penarikan mundur tanpa memicu perpecahan internal yang membahayakan.
Namun demikian, karena perang tak mencapai kemajuan, dia kemudian menjadi bawahan Kepala Staf Gabungan Valery Gerasimov pada Januari, tetap sebagai salah satu dari tiga deputi Gerasimov.
Wagner
Setelah penarikan mundur pasukan Rusia dari Kherson, bos Wargner Yevgeny Prigozhin, yang acap mengkritik keras Gerasimov dan Menhan Sergei Shoigu, memuji Surovikin sebagai "orang yang tak gentar memikul tanggung jawab". Sebulan lalu, Prigozhin menilai Surovikin semestinya menggantikan Gerasimov.
Ketika Prigozhin memberontak, Surovikin adalah salah satu dari dua jenderal yang secara terbuka mendesak Prigozhin untuk menyerah. Namun dalam video itu, Surovikin terlihat tegang dan canggung.
Para pejabat AS mengatakan kepada Reuters pada Rabu bahwa Surovikin mendukung Prigozhin, tetapi intelijen Barat tidak mengetahui pasti apakah sang jenderal turut membantu pemberontakan itu.
Moscow Times dan seorang bloger militer Rusia melaporkan penangkapan Surovikin, sementara beberapa koresponden pertahanan lainnya mengungkapkan bahwa dia dan perwira-perwira senior lainnya sedang diinterogasi oleh dinas keamanan FSB untuk memverifikasi kesetiaan mereka. Reuters tidak bisa memverifikasi kebenaran dari laporan itu.
Suriah
Pada 2017, saat menjadi panglima Distrik Militer Timur Rusia yang luas, Surovikin dikirim selama sekitar delapan bulan untuk mengepalai pasukan yang ditempatkan di Suriah guna membantu Presiden Bashar al-Assad menghadapi berbagai kelompok pemberontak.
Pada saat dia menyelesaikan tugasnya itu, perang saudara di Suriah tengah berbalik menguntungkan Assad dan Presiden Vladimir Putin sedang mempersiapkan kunjungan guna mengumumkan penarikan pasukan Rusia dari Suriah.
Surovikin kemudian dianugerahi jabatan panglima Angkatan Dirgantara Rusia dan dinobatkan sebagai Pahlawan Rusia. Pada 2021, dia sudah berpangkat jenderal AD atau setara dengan pangkat Gerasimov.
Kalau Rusia menyangkal telah menyasar warga sipil, maka kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menilai serangan udara dan bombardemen membabi buta yang dilakukan Rusia telah merenggut nyawa 5.700 warga sipil dalam dua tahun hingga September 2017.
Sumber: Reuters