Kekalahan dari Korea Selatan U-17 ini tentu telah memupus harapan Indonesia U-17 untuk mengamankan tiket menuju semifinal Piala Asia U-17.
Secara hitung-hitungan, Indonesia yang menjadi bulan-bulanan dalam dua kali dalam pertandingan menghadapi Filipina dan Korea Selatan sudah tak punya harapan. Pasalnya tim asuhan pelatih Satoru Mochizuki tersebut sudah tak mungkin untuk menyalip perolehan poin dari Korea Utara yang mengoleksi enam poin dan perolehan tiga poin yang telah diamankan oleh Korea Selatan dan Filipina.
Dengan sisa satu pertandingan grup A menghadapi Korea Utara, secara matematis Indonesia sudah tak punya kemungkinan untuk merangkak ke peringkat kedua dan mengamankan tiket ke semifinal.
Claudia Scheunemann dan kawan-kawan dipastikan sudah tak dapat melanjutkan langkah dan angkat koper lebih cepat dari Bali meski menyisakan satu pertandingan tersisa.
Timnas putri Indonesia seperti bayi baru lahir
Meski berstatus sebagai tuan rumah yang tampil di hadapan suporter sendiri, timnas remaja putri Indonesia tetaplah seperti bayi yang baru lahir.
Dengan kondisi liga putri yang belum berjalan dan proses seleksi nasional yang dilakukan pada bulan Maret hingga April lalu, Satoru Mochizuki baru mengantongi nama-nama 23 pemain untuk membela Garuda Pertiwi mentas di Piala Asia Putri U-17 2024.
Pemain andalan timnas putri U-17 Claudia Scheunemann mengakui bahwa tim ini memang baru terbentuk dan masih minim menit bermain.
"Kita sudah berusaha paling bagus, kita kan tim juga dibikin baru dibuat satu bulan kan, jadi kita masih harus banyak yang diperbaiki. Jadi semoga kedepannya kita sebagai tim bisa mainnya lebih kompak lagi dan langkah demi langkah bisa bagus," ujar Claudia Scheunemann.
Terlepas dari kendala-kendala tersebut, timnas putri Indonesia U-17 memang masih tertinggal jauh dari tim-tim lain. Namun, kekalahan dalam dua pertandingan terakhir jangan menjadi satu tanda akhir perjalanan mereka, justru ini merupakan perjalanan awal dari generasi baru yang telah mencicipi menit bermain di panggung Asia.
Pelatih timnas Indonesia, Satoru Mochizuki mengungkapkan anak asuhnya menangis di ruang ganti karena kecewa dan sedih akan hasil yang diperoleh dalam dua pertandingan terakhir.
"Tadi sudah di ruang ganti, ada beberapa pemain yang menangis. Mereka merasa kecewa, merasa sedih, itu mungkin saya rasa baik," kata Satoru Mochizuki.
Namun demikian, pelatih yang akrab disapa Mochi tersebut berharap anak asuhnya tak boleh berlarut-larut dengan hasil tersebut karena kekalahan ini bukan berarti perjuangan mereka selesai dan membuat mereka menyerah dengan keadaan.
"Sekali lagi kita tidak bisa berlarut-larut seperti itu, kita tidak ada waktu untuk terus meratapi kekalahan. Jadi kalah itu ya, seperti yang saya katakan, bukan berarti selesai ya, tapi kalau menyerah itu baru selesai. Jadi kita tatap ke depan, dengan berikutnya, untuk selanjutnya jauh harus lebih baik lagi," ungkap mantan pelatih tim nasional Jepang tersebut.
Para pemain putri petik pelajaran
Setidaknya dari gelaran Piala Asia U-17 kali ini banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh tim Garuda Pertiwi, yang terakhir kali mencatatkan penampilan pada edisi pertama Piala Asia U-17 tahun 2005 lalu. Seusai gelaran yang berlangsung pertama kali di Korea Selatan tersebut, Indonesia belum sekali pun mampu menembus Piala Asia U-17 melalui babak kualifikasi.
Berkaca dari delapan edisi sebelumnya gelaran yang berlangsung setiap dua tahun sekali tersebut dikuasai oleh tiga negara yakni Jepang, Korea Utara dan China yang saling sikut untuk memperebutkan peringkat satu sampai tiga yang merupakan tempat untuk memperoleh tiket menuju gelaran Piala Dunia U-17.
Kondisi kompetisi yang belum berjalan, setidaknya akan sangat sulit untuk membawa Indonesia menggusur dominasi Jepang, Korea Utara dan China yang selalu bersaing dalam raihan gelar juara. Bahkan diantara delapan kontestan, hanya Indonesia yang masih belum menggulirkan kompetisi usia muda khusus untuk putri.
Dari 23 pemain Indonesia yang kali ini tampil di Piala Asia U-17 setidaknya ada beberapa pemain yang bisa menjadi modal untuk mempersiapkan tim menuju Piala Dunia dengan jangka waktu 10-15 tahun mendatang.
Paling tidak, generasi tim U-17 ini mempunyai kesiapan mental yang telah teruji dan selalu ditunjukkan di dua pertandingan grup A Piala Asia Putri U-17. Gadhiza Asnanza dan kawan-kawan selalu tak kenal menyerah dengan menjaga tempo permainan tinggi hingga peluit akhir pertandingan.
"Mungkin dengan kekalahan telak tadi dibanding lawan Filipina, saya lihat teman-teman pemain berjuang sampai akhir. Itu hal yang positif," ujar Satoru Mochizuki atau yang lebih akrab disapa Mochi tersebut.
Namun, dari aspek permainan tentu masih membutuhkan waktu yang sangat lama bagi Gadhiza Asnanza dan kawan-kawan untuk bisa menerapkan skema permainan sepak bola modern yang diterapkan Mochizuki.
Skema permainan yang coba ditampilkan oleh Mochi adalah permainan sepak bola modern yang mengandalkan permainan kolektif untuk menekan lawan dengan garis pertahanan tinggi. Selain itu Mochi juga mencoba gaya permainan umpan antar lini yang terkoordinasi.
Selain membutuhkan komunikasi yang baik antar pemain, skema permainan tersebut juga menuntut para pemain untuk mempunyai fisik yang kuat ketika beradu fisik dan stamina yang mampu bertahan lama.
Saat ini dengan 23 nama pemain yang masih muda, tentu Mochi masih mempunyai kesempatan yang terbuka lebar untuk meramu taktik dan fisik agar membawa Garuda Pertiwi bisa menembus Piala Dunia.
Para pemain putri petik pelajaran
Setidaknya dari gelaran Piala Asia U-17 kali ini banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh tim Garuda Pertiwi, yang terakhir kali mencatatkan penampilan pada edisi pertama Piala Asia U-17 tahun 2005 lalu. Seusai gelaran yang berlangsung pertama kali di Korea Selatan tersebut, Indonesia belum sekali pun mampu menembus Piala Asia U-17 melalui babak kualifikasi.
Berkaca dari delapan edisi sebelumnya gelaran yang berlangsung setiap dua tahun sekali tersebut dikuasai oleh tiga negara yakni Jepang, Korea Utara dan China yang saling sikut untuk memperebutkan peringkat satu sampai tiga yang merupakan tempat untuk memperoleh tiket menuju gelaran Piala Dunia U-17.
Kondisi kompetisi yang belum berjalan, setidaknya akan sangat sulit untuk membawa Indonesia menggusur dominasi Jepang, Korea Utara dan China yang selalu bersaing dalam raihan gelar juara. Bahkan diantara delapan kontestan, hanya Indonesia yang masih belum menggulirkan kompetisi usia muda khusus untuk putri.
Dari 23 pemain Indonesia yang kali ini tampil di Piala Asia U-17 setidaknya ada beberapa pemain yang bisa menjadi modal untuk mempersiapkan tim menuju Piala Dunia dengan jangka waktu 10-15 tahun mendatang.
Paling tidak, generasi tim U-17 ini mempunyai kesiapan mental yang telah teruji dan selalu ditunjukkan di dua pertandingan grup A Piala Asia Putri U-17. Gadhiza Asnanza dan kawan-kawan selalu tak kenal menyerah dengan menjaga tempo permainan tinggi hingga peluit akhir pertandingan.
"Mungkin dengan kekalahan telak tadi dibanding lawan Filipina, saya lihat teman-teman pemain berjuang sampai akhir. Itu hal yang positif," ujar Satoru Mochizuki atau yang lebih akrab disapa Mochi tersebut.
Namun, dari aspek permainan tentu masih membutuhkan waktu yang sangat lama bagi Gadhiza Asnanza dan kawan-kawan untuk bisa menerapkan skema permainan sepak bola modern yang diterapkan Mochizuki.
Skema permainan yang coba ditampilkan oleh Mochi adalah permainan sepak bola modern yang mengandalkan permainan kolektif untuk menekan lawan dengan garis pertahanan tinggi. Selain itu Mochi juga mencoba gaya permainan umpan antar lini yang terkoordinasi.
Selain membutuhkan komunikasi yang baik antar pemain, skema permainan tersebut juga menuntut para pemain untuk mempunyai fisik yang kuat ketika beradu fisik dan stamina yang mampu bertahan lama.
Saat ini dengan 23 nama pemain yang masih muda, tentu Mochi masih mempunyai kesempatan yang terbuka lebar untuk meramu taktik dan fisik agar membawa Garuda Pertiwi bisa menembus Piala Dunia.