Pangkalpinang (ANTARA) - Perceraian bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia menjadi solusi untuk mengakhiri pernikahan yang tidak harmonis dan penuh konflik. Di sisi lain, perceraian dapat membawa luka dan trauma bagi pasangan, anak-anak, dan keluarga.
Di tengah kompleksitas perceraian, upaya perdamaian menjadi secercah harapan untuk menyelamatkan biduk rumah tangga. Peradilan Agama, sebagai institusi yang berwenang menyelesaikan sengketa perkawinan dan warisan, memiliki peran penting dalam memastikan keadilan gender dalam proses cerai.
Salah satu cara untuk mencapai keadilan gender dalam proses cerai adalah melalui proses perdamaian. Proses perdamaian ini dapat dilakukan sebelum pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim berlangsung, guna mencapai perdamaian ditempuh proses mediasi.
Dalam beberapa kasus, putusan cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama dapat menjadi subjek kontroversial, terutama jika putusan tersebut tidak memperhatikan kepentingan salah satu pihak. Dalam hal ini, upaya hukum banding dapat diajukan terhadap putusan cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.
Upaya hukum banding ini dapat membantu memastikan keadilan gender dalam proses cerai dan memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam proses pengadilan.
Peradilan Agama memiliki kekuatan hukum yang jelas dalam mengatur keputusan hukum banding dalam proses perdamaian putusan cerai.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Badan Peradilan Agama memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk mengusahakan penyelesaian perkara secara damai.
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan juga memberikan pedoman melaksanakan mediasi, sehingga pada praktiknya, sebelum pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim berlangsung, guna mencapai perdamaian ditempuh proses mediasi.
Selanjutnya Putusan cerai, termasuk putusan yang memuat akta perdamaian, dapat diajukan banding oleh pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut. Ketentuan banding diatur dalam Pasal 136 KHI dan Pasal 222 dan 223 HIR (Het Herzien Reglement).
Proses banding dilakukan di Pengadilan Agama Banding dengan mengajukan memori banding yang memuat alasan-alasan mengapa pihak pembanding tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama tingkat pertama.
Peradilan Agama memiliki kekuatan hukum untuk mengatur dan mengadili perkara perceraian, termasuk proses bandingnya. Kekuatan hukum ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Badan Peradilan Agama dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Dalam menangani perkara banding, Pengadilan Agama Banding memiliki kewenangan untuk:
a.Menerima, memeriksa, dan mengadili perkara banding.
b.Menetapkan putusan atas perkara banding.
c.Membatalkan, mengubah, atau menguatkan putusan Pengadilan Agama tingkat pertama.
Peran Penting Perdamaian dalam Mekanisme Banding yang membantu proses perdamaian antara kedua belah pihak dalam proses banding perkara cerai gugat memiliki peran penting, yaitu:
1.Memberikan kesempatan bagi kedua pihak untuk kembali mempertimbangkan kelanjutan pernikahan mereka.
2.Membuka ruang dialog untuk mencari solusi yang lebih adil dan memuaskan bagi kedua belah pihak.
3.Meminimalisir dampak negatif perceraian, terutama bagi anak-anak.
Proses banding dalam perkara cerai gugat dengan upaya perdamaian merupakan mekanisme penting dalam Peradilan Agama untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan bagi semua pihak. Keputusan hukum banding dalam proses perdamaian putusan cerai memiliki peran penting dalam memastikan keadilan gender dalam proses cerai.
Peradilan Agama memiliki kekuatan hukum yang jelas dalam mengatur keputusan hukum banding dalam proses perdamaian putusan cerai.
Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih dalam penggunaan keputusan hukum banding dalam proses perdamaian putusan cerai dan memastikan bahwa prosedur ini digunakan secara jujur dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Peran aktif hakim dalam memandu proses perdamaian, kekuatan hukum Peradilan Agama dalam menangani banding, dan komitmen para pihak untuk mencapai solusi damai menjadi kunci utama dalam mewujudkan tujuan mulia tersebut.
*) Doni Haryanto adalah Mahasiswa UBB Fakultas Hukum 2022