Jakarta (ANTARA) -
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi seorang mahasiswa bernama Melita De Grave terkait dengan penyidikan perkara dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019—2024 dengan tersangka HM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, Ali belum menjelaskan lebih lanjut kaitan antara saksi dan Harun Masiku yang membuatnya dipanggil oleh tim penyidik KPK.
KPK kembali memanggil saksi-saksi penyidikan perkara dengan tersangka Harun Masiku. Terbaru, KPK memeriksa advokat bernama Simon Petrus pada hari Rabu (29/5) dan seorang mahasiswa bernama Hugo Ganda pada hari Kamis (30/5).
Dijelaskan pula bahwa kedua saksi tersebut diperiksa dan dimintai keterangan dalam rangka pelacakan keberadaan Harun Masiku.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menemukan informasi soalnya adanya pihak yang dengan sengaja menyembunyikan Harun Masiku dan menghalangi penyidikan KPK.
Baca juga: KPK periksa dua saksi telusuri pihak sembunyikan Harun Masiku
"Selain itu, juga soal dugaan adanya pihak tertentu yang melindungi tersangka dimaksud sehingga menghambat pencarian dari tim penyidik," ujarnya.
Untuk diketahui bahwa Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.
KPK menjebloskan Wahyu Setiawan ke balik jeruji besi berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Terpidana Wahyu Setiawan juga dibebani kewajiban membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Wahyu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.
Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu Setiawan adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.