Kabupaten Tangerang (ANTARA) - Bakal calon (Bacalon) Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil menyambut baik dan menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait gugatan terhadap UU Pilkada yang mengubah aturan Pilkada selama ini.
"Saya mengikuti saja keputusan/aturan di negeri ini. Dari awal tugas, kami hanya mengikuti," ucapnya RK saat menghadiri konsolidasi nasional PKS di Tangerang, Selasa.
Ia mengaku, atas adanya perubahan terkait aturan Pilkada yang memungkinkan lebih banyak partai politik mengajukan calon sendiri di Pilkada serentak ini tidak perlu dikhawatirkan.
Menurutnya, jika banyak yang mencalonkan dalam perhelatan kepala daerah ini dinilai akan lebih baik. "Kalau ada perubahan aturan atau perubahan pemberlakuan dan lain sebagainya kita tunggu keputusan resminya," ucapnya.
Baginya, apakah mau sedikit, atau mau banyak calon, tidak menjadi masalah. "Karena, pengalaman saya di Kota Bandung itu, ada delapan pasang dan di Gubernur Jawa Barat ada empat pasang. Makin banyak makin bagus," tambahnya.
Sementara itu, Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyatakan pihaknya tidak berpaling dari pencalonan gubernur Daerah Khusus Jakarta yakni kepada Ridwan Kamil - Suswono.
"Hari ini wartawan banyak yang menanyakan kepada saya, juga ada guncangan-guncangan mungkin, terkait dengan keputusan MK dalam proses pendaftaran di KPUD," katanya.
Baca juga: MK ubah ambang batas pencalonan calon kepala daerah
Baca juga: PDIP: putusan MK ubah ambang batas pencalonan angin segar dan harapan
Syaikhu berharap, koalisi banyak partai yang sudah dibangun terus dipertahankan. Ia tidak ingin atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut dapat mengganggu komitmen dari para partai.
"Lalu saya berharap jalinan kerja sama yang sudah kita jalin sudah sedemikian panjang. Kiranya apa yang sudah kita kuatkan, rekatkan tidak terkoyak kembali. Kita memulai sesuatu dari awal lagi kita lanjutkan dan sukseskan sampai menang," kata dia.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
"Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian, kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.
Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
"Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon, sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal, yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.
Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1) tersebut.
MK mempertimbangkan, pengaturan ambang batas perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah tidak rasional jika syarat pengusulannya lebih besar dari pada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan.