Nada khas alat musik dambus yang dimainkan dengan mengandalkan rasa dalam petikan dawainya terasa rancak indah mengiringi lagu dan syair yang dilantunkan para penyanyi, setiap perhelatan seni tradisional di Tanah Bangka itu.
Hampir setiap kegiatan yang berbau budaya dan seni tradisional selalu menyertakan alat musik dambus sebagai elemen paling penting dalam menumbuhkan rasa Melayu Bangka.
Keindahan suara hasil kelincahan petikan jari pemusik dambus dengan pengulangan tinggi rendah nada yang dinamis semakin memanjakan telinga siapa saja yang mendengarnya.
Berkat alat musik bersenar enam dengan bentuk mirip alat musik gambus namun berkepala rusa lengkap dengan tanduk cabangnya, banyak seniman lokal yang melanglang buana, mewakili daerah setempat dalam perhelatan seni tradisi tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Namun, riang irama yang dihasilkan alat musik berbahan kayu tersebut, sepertinya belum serancak nasib para perajin dambus di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, daerah yang menjadi salah satu barometer seni di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Peminat alat musik dambus yang bisa dijadikan oleh-oleh khas Bangka masih sedikit, bahkan kadang sampai berbulan-bulan tidak laku, kalah bersaing dengan alat musik modern dan produk kerajinan yang didatangkan dari luar daerah," kata Donor, perajin dambus di Muntok.
Berbagai pola pemasaran tradisional sudah dicoba, seperti titip jual, mengikuti beberapa pameran lokal, maupun pemasaran dari mulut ke mulut. Namun, tetap saja hasilnya masih membuat para perajin lesu.
Bahkan, pada Festival Jiran Nusantara yang digelar untuk memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun Ke-282 Kota Muntok, mulai 3 hingga 7 Septeber 2016, di Lapangan Gelora, hingga hari ketiga belum satu pun alat musik dambus produknya yang laku.
"Hanya beberapa gantungan kunci berbentuk dambus yang laku, dambus ukuran 20 centimeter yang berfungsi sebagai hiasan seharga Rp50.000 baru laku satu buah," katanya.
Camat Muntok Rahmad Dalu yang kebetulan mengunjungi anjungan kerajinan tersebut menyarankan agar mencoba mengkreasikan dambus dan beberapa ikon lokal, seperti Menara Tanjungkalian, Pesanggrahan Menumbing dibuat miniatur sederhana yang bisa diproduksi massal untuk dijadikan suvenir.
"Saat ini hajat pernikahan selalu mendatangkan suvenir dari luar daerah berbentuk gerabah, kipas, gantungan kunci, lilin, dan sebagainya. Kami berharap peluang tersebut bisa ditangkap perajin lokal dengan kreasi yang lebih khas daerah setempat," kata dia.
Ia berharap, perajin lokal jeli memanfaatkan peluang agar produk usahanya semakin diminati masyarakat luas dengan harga yang mampu bersaing dengan barang sejenis dari luar daerah.
Pengurus Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat Rusmanadi mengharapkan pemerintah setempat melalui dinas terkait memberikan pendampingan dan dorongan kepada perajin lokal agar lebih maju dan mampu memanfaatkan peluang.
"Selama ini perajin dambus masih menggunakan pola tradisional dan tahunya hanya memproduksi barang sesuai selera masing-masing, namun pada bidang pemasaran mereka tidak begitu mahir," katanya.
Dengan kondisi seperti itu, dia berharap ke depan ada gebrakan nyata dari pemerintah daerah setempat untuk mendorong perajin lebih maju dan mampu bertahan di bidang produksi yang digelutinya.
"Bisa saja menggunakan pola borong produk dan memasarkannya ke luar daerah, atau yang lebih mudah misalnya memesan dambus ukuran kecil untuk dijadikan piala dalam setiap kegiatan lomba yang dilaksanakan pemerintah daerah," kata dia.
Selama ini, dalam setiap kegiatan lomba yang dilaksanakan pemkab melalui dinas, selalu memberikan piala produk pabrik berbahan plastik dengan harga minimal Rp75.000 per buah, bahkan banyak yang di atas harga tersebut.
Jika satu produk dambus ukuran sekitar 20 hingga 30 centimeter berbanderol Rp50.000, penggantian piala produk pabrik dengan piala berbentuk dambus produk perajin lokal diyakini akan sangat membantu para perajin semakin bersemangat menggeluti usahanya.
"Gebrakan seperti itu kami yakini akan menumbuhkan motivasi bagi para perajin," katanya.
Pegiat seni rupa Muntok, Soekidjo, mengatakan perlu adanya perubahan pola pembinaan perajin yang di luar kebiasaan agar mereka mampu bertahan.
"Perlu adanya gerakan nyata di luar kebiasaan, misalnya yang biasanya memberikan kenang-kenangan kepada pemenang lomba berbentuk piala pabrik diganti dengan piala berbahan kayu dengan bentuk dambus atau bentuk lokal lain. Toh barang itu sama-sama sebagai kenang-kenangan," kata dia.
Keberanian untuk mengubah kebiasaan tersebut, pernah dicontohkan Presiden Joko Widodo pada ajang turnamen sepak bola nasional Piala Presiden beberapa waktu lalu.
Kesebalasan Persib Bandung yang berhasil menjadi jawara pada perhelatan bergengsi tersebut, selain mendapatkan hadiah uang juga berhak memboyong piala berbahan kayu jati, bukan berbahan emas, perak, perunggu, atau logam lain.
Piala tersebut berbahan kayu jati solid dengan tinggi 50 centimeter berat 15 kilogram tersebut, hasil pahatan seniman I.B. Ketut Lasem yang dikerjakan sekitar satu bulan.
Latar belakang yang mendasari munculnya piala berbahan kayu tersebut, tidak terlepas dari filosofi kayu itu sendiri yang mengandung unsur kebersamaan, semangat, gotong royong, dan perjuangan meraih kemenangan.
Selain itu, keunikan serat kayu yang selalu berbeda memiliki pola artistik dan memberikan kekuatan, kemanfaatan untuk kehidupan.
Setidaknya, piala terbuat dari kayu lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan piala berbahan plastik, dan tentunya akan memberikan semangat bagi para perajin lokal agar bisa menikmati alunan musik dambus hasil ciptaannya menjadi lebih indah di tengah kuatnya persaingan pasar global.