Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis obstetri-ginekologi konsultan fertilitas dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta menjelaskan gejala-gejala sindrom ovarium polikistik atau Polycystic Ovary Syndrome (PCOS).
Saat ditemui di Antara Heritage Center, Jakarta, Rabu, dr. Mila Maidarti, SpOG (K) menjelaskan bahwa sindrom ovarium polikistik adalah ketidaknormalan hormon yang dapat memengaruhi ovulasi.
"Sebetulnya, para pakar itu sudah membuat suatu guideline, kita mengatakan PCOS atau bahasa Indonesianya adalah sindrom ovarium polikistik, kalau ada dua dari tiga gejala," kata dosen Universitas Indonesia tersebut.
"Yang pertama adalah adanya siklus menstruasi yang tidak teratur. Polanya khas sekali, misalnya bisa dua bulan tidak mens, tiga bulan enggak mens," ia menambahkan.
Ia menyampaikan bahwa gejala PCOS yang kedua berkaitan dengan hiperandrogen, yaitu peningkatan kadar hormon androgen atau yang dikenal sebagai hormon pria.
Pada perempuan dengan PCOS, ia melanjutkan, kadar hormon androgen bisa meningkat dan menyebabkan munculnya gejala seperti jerawat dan pertumbuhan rambut tidak normal atau kebotakan di area tertentu seperti yang terjadi pada pria.
Gejala sindrom ovarium polikistik yang ketiga, menurut dr. Mila, dapat dilihat dari gambaran ovarium berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan alat ultrasonografi.
Dalam hal ini, dia mengatakan, biasanya pada ovarium terlihat sejumlah besar folikel kecil sehingga dikenal sebagai gambaran polikistik.
Ia menyampaikan bahwa pada perempuan dengan PCOS biasanya terdapat lebih dari 20 folikel kecil dalam satu ovarium, yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam siklus reproduksi.
"Jadi, gambarnya ada kecil-kecil gitu ya, kayak mutiara, kaya roda pedati banyak gitu. Jumlahnya lebih dari 20 telur pada satu indung telur. Nah, itu tidak normal," katanya.
Dokter Mila menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mendiagnosis PCOS. Pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menyimpulkan seseorang mengalami PCOS.
Sebelum menetapkan diagnosis PCOS, dokter juga harus menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gangguan menstruasi.
Misalnya, kadar hormon prolaktin yang tinggi pada perempuan menyusui juga dapat menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur.
Para perempuan diharapkan memahami gejala-gejala yang mengarah pada sindrom ovarium polikistik dan masalah kesehatan reproduksi yang lain agar gangguan ini bisa didiagnosis lebih awal dan ditangani secara tepat.