Pangkalpinang (ANTARA) - Generasi Z atau yang sering disebut Gen Z adalah kelompok usia yang lahirnya antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka adalah generasi yang tumbuh dan berkembang bersama pesatnya perkembangan teknologi digital.
Ketika generasi sebelumnya harus beradaptasi terlebih dahulu dengan teknologi, Gen Z justru lahir dan hidup di dalamnya. Mereka sudah akrab dengan internet, media sosial, dan berbagai perangkat digital sejak usia dini. Hal ini membentuk cara berpikir, berkomunikasi, hingga cara mereka bekerja dan memaknai kreativitas.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering menekankan pentingnya kerja keras, lembur, dan rutinitas kerja dari pagi hingga sore, Gen Z lebih memilih pendekatan yang disebut sebagai kerja cerdas (smart word). Bagi mereka, produktivitas bukan diukur dari seberapa lama duduk di meja kerja, melainkan seberapa besar hasil yang bisa dicapai dalam waktu tertentu dengan cara yang efisien dan tetap menjaga keseimbangan hidup.
Gen Z sangat mengandalkan teknologi untuk mendukung gaya kerja mereka. Mereka terbiasa menggunakan aplikasi manajemen tugas seperti Trello, Notion, atau Google Calendar untuk mengatur waktu dan tanggung jawab. Mereka juga tak ragu memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menyusun ide, mengedit dokumen, atau mencari inspirasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bukan sekedar cepat, tapi juga adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan zaman.
Namun, kerja cerdas ala Gen Z bukan berarti menghindari kerja keras. Mereka justru memahami bahwa untuk mencapai tujuan, tetap dibutuhkan disiplin dan ketekunan. Hanya saja, mereka menolak cara kerja yang dianggap tidak efektif. Misalnya, mereka mempertanyakan mengapa harus mengerjakan laporan secara manual jika bisa otomatis, atau mengapa harus rapat berjam - jam jika bisa diselesaikan lewat komunikasi yang singkat dan jelas.
Selain itu, Gen Z juga memiliki kesadaran tinggi terhadap kesehatan mental dan work-life balance. Mereka lebih terbuka dalam membahas kelelahan kerja, stres, hingga tekanan sosial. Banyak dari mereka yang mulai mengatur waktu secara sadar, menghindari burnout, dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan nilai hidup mereka. Ini menjadi pembeda penting dari generasi sebelumnya yang sering mengorbankan waktu pribadi demi pekerjaan.
Namun, di balik semua keunggulan tersebut, Gen Z juga menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Tekanan untuk selalu tampil produktif di media sosial, kecemasan karena membandingkan diri dengan orang lain dan ekspektasi dari lingkungan bisa membuat mereka merasa tertekan. Selain itu, tidak semua Gen Z memiliki akses atau kemampuan yang sama dalam menggunakan teknologi secara maksimal. Artinya, kerja keras juga harus dibarengi dengan literasi digital yang memadai dan lingkungan kerja yang mendukung.
Dunia kerja perlu menyadari bahwa pola pikir Gen Z ini bukanlah bentuk kemalasan atau pembangkangan terhadap sistem yang sudah ada. Sebaliknya, mereka berusaha mencari cara kerja yang lebih relevan dengan kondisi zaman sekarang. Mereka menantikan ruang kerja yang fleksibel, kolaboratif, dan terbuka terhadap ide-ide baru. Perusahaan atau institusi yang mampu memahami dan memfasilitasi gaya kerja ini akan lebih mudah menarik dan mempertahankan talenta muda dari generasi ini.
Akhirnya, Gen Z menunjukkan bahwa produktivitas tidak lagi bisa diukur secara tradisional. Di era serba cepat dan serba digital seperti sekarang, bekerja cerdas bukan hanya pilihan, tapi kebutuhan. Gen Z mengajarkan kita bahwa untuk sukses, kita tidak harus selalu sibuk yang penting adalah cermat, tepat, dan tetap.
*) Penulis adalah mahasiswa Universitas Bangka Belitung