Jakarta (ANTARA) - Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) memperoleh izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sebagai Bursa Penyelenggara Perdagangan Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan.
Dengan adanya izin ini, ICDX akan menjadi bursa berjangka pertama di Indonesia yang memperdagangkan Kontrak Fisik Renewable Energy Certificate (REC).
REC merupakan sertifikat atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sesuai standar yang diakui secara nasional dan atau internasional. Dalam perhitungannya, satu REC akan setara dengan satu MWh.
"Izin yang diberikan Bappebti kepada ICDX untuk dapat menfasilitasi perdagangan REC ini merupakan mandat dari pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan EBT, serta mendukung upaya Indonesia untuk penurunan emisi karbon," kata Direktur Utama ICDX Fajar Wibhiyadi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Upaya ICDX ini adalah bagian dari terobosan serta inovasi berkelanjutan untuk pengembangan industri perdagangan berjangka komoditi di Indonesia.
Selain itu, perdagangan REC di ICDX merupakan langkah nyata dari komitmen ICDX untuk percepatan pertumbuhan energi baru terbarukan (EBT), serta mendukung upaya pemerintah untuk penurunan emisi karbon di Indonesia.
Fajar menuturkan, dalam menunjang perdagangan REC, infrastruktur ICDX telah terkoneksi dengan sistem registrasi dari Evident I-REC dan APX TIGRs sesuai dengan standar internasional, sehingga pelaku pasar yang terlibat perdagangan REC melalui ICDX akan berlangsung secara real-time.
Dalam ekosistem perdagangan REC, Indonesia Clearing House akan berperan sebagai Lembaga kliring dengan fungsi menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Tirta Karma Sanjaya menuturkan, tenaga listrik terbarukan merupakan komoditas yang memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia.
Adanya perdagangan pasar fisik Tenaga Listrik Terbarukan ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memenuhi pelaporan emisi tidak langsung dari konsumsi energi Listrik (pelaporan lingkup 2) dan mencapai target Net-Zero Emission.
REC merupakan instrumen yang kredibel untuk melacak dan melaporkan penggunaan energi terbarukan serta diakui oleh berbagai platform dan standar dalam mitigasi perubahan iklim dan pelaporan emisi gas rumah kaca seperti GHG Protocol, CDP, RE100, SBTi, dan lainnya.
Tirta mengatakan, adanya bursa untuk perdagangan Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan ini juga merupakan wujud komitmen Bappebti untuk meningkatkan pemanfaatan energi bersih di Indonesia, meningkatkan nilai dan pendapatan listrik yang produsen hasilkan, serta insentif untuk mengembangkan lebih banyak program Energi Baru Terbarukan. Hal ini juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk dapat mendukung terciptanya energi bersih yang berkelanjutan.
Dilansir dari Peraturan Bappebti Nomor 11 tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan di Bursa Berjangka, Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan adalah perdagangan pasar fisik Tenaga Listrik Terbarukan terorganisir yang difasilitasi dan atau diselenggarakan oleh Bursa Tenaga Listrik Terbarukan untuk transaksi jual atau beli Kontrak Fisik REC.
Terkait Perdagangan Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan sebagai komoditi di Bursa Berjangka, beberapa negara telah menjalankan hal ini seperti India Energy Exchange di India, European Energy Exchange di Eropa, Intercontinental Exchange di Amerika Serikat, Xpansiv di Australia, Air Carbon Exchange di Singapura serta Bursa Malaysia di Malaysia.
Di Indonesia, potensi energi baru terbarukan sangat besar. Melansir data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2024, potensinya mencapai 4.686 Giga Watt (GW) yang berasal dari surya, angin, hidro, bioenergy, panas bumi, dan arus laut.