Pangkalpinang (ANTARA) - Berangkat dari kesadaran tingkat dewa terhadap akses, relevansi dan kualitas SDM bagi pembangunan, Fauzan Azima membangun Indonesia dari pinggiran sejak zaman mahasiswa. Kini, dia masuk bursa calon bupati Bangka. Bukan tokoh baru, tapi membawa harapan baru.
Dia seperti menikmati makna nama belakang dirinya: “Azima”. Dalam literatur Fiqih, artinya hukum yang berlaku bagi setiap mukallaf atau seseorang yang wajib melaksanakan syariat dalam semua kondisi.
Baginya pertemuan secara intensif berupa rapat kecil pada suatu malam di sebuah restoran di Senayan City Jakarta, awal Mei 2025, telah menjadi janji yang tak mungkin ia khianati untuk bertemu dengan rombongan pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.
Pemkab Kaur menambatkan harapan kepada pria kelahiran Sungailiat-Bangka, 3 Maret 1975 ini untuk membantu mereka dapat memperjuangkan dana alokasi khusus (DAK) untuk Tahun Anggaran (TA) 2026, terutama DAK Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur, melalui serangkaian riset pembangunan dan lobi politik anggaran kepada pemerintah pusat. Semua itu diusulkan melalui sebuah proses perencanaan pada TA 2025 atau tahun sebelumnya.
Pria berusia 50 tahun itu—Fauzan Azima—merasa dirinya seorang Mukallaf untuk hal-hal penting sejenis ini. Ia bersedia membantu Pemkab Kaur, karena di kancah politik nasional, dia dikenal sebagai konsultan politik, hukum, dan pembangunan yang ulung, yang mampu memenuhi harapan para pemangku kepentingan.
Inilah garis Mukallafnya, karena dirinya memenuhi berbagai syarat wajib untuk digolongkan berkemampuan untuk hal itu. Padahal pertemuan pada malam tersebut sudah tidak memungkinkan dirinya bisa hadir, karena padatnya jadual.
Sebelum pertemuan dengan Pemkab Kaur, dia sudah menghabiskan lima pertemuan secara intensif atau rapat kecil sejak pagi di tempat yang berbeda dengan beragam kepentingan. Tetapi apa mau dikata—janji tetaplah janji—yang harus dipenuhi walau tanpa kontrak atau perjanjian kerjasama tertulis.
Demikian itu rutinitas Fauzan Azima menghabiskan waktunya lebih dari dua dekade ini sejak periode pemerintahan 2004-2009. Dulu saat masih berusia 20an akhir sampai pertengahan 40an, satu hari dia bisa ‘melahap’ lebih dari 10 kali pertemuan secara intensif dalam sehari, dari pagi ke pagi lagi.
“Mungkin karena faktor usia, sekarang (usia 50-red) paling kuatnya 5-6 kali pertemuan secara intensif, dan berakhir paling banter sampai pukul 01.00 pagi. Sebetulnya tidak bagus bagi kesehatan, jangan ditiru ya…,” kata Fauzan.
Janji pertemuan dengan Pemkab Kaur di Senayan City mengingatkan dirinya pada peristiwa 26 tahun silam. Fauzan merasakan betapa perjuangan sengit suatu daerah pemekaran memperjuangkan hak-hak mereka dalam sistem desentralisasi, yang tengah diformatkan pada periode 1998/1999.
Kala itu, tahun 1999, aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Senayan pernah menangkap dirinya saat aksi demonstrasi berlangsung di Istora Senayan Jakarta.
Fauzan Azima dan puluhan aktivis mahasiswa asal Pulau Bangka dan Pulau Belitung kala itu menekan pemerintah untuk segera menetapkan Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sebagai provinsi sendiri yang terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), tetapi hanya Fauzan yang ditangkap.
Sempat diintrogasi selama tiga jam lebih, beruntung Yusril Ihza Mahendra ikut memberi jaminan agar Fauzan Azima dibebaskan dari kantor Polsek Senayan. “Bang Yusril waktu itu baru beberapa bulan menjabat Menteri Hukum dan Perundang-undangan periode 1999–2001,” kisah Fauzan.
Komitmen desentralisasi daerah
Fauzan Azima seperti melepaskan totalitas energi dalam membangun Indonesia dari pinggiran. Dia mulai dari daerah satuan administratif terkecil; paling banter dari tingkat kab/kota. Terlibat dalam gerakan reformasi 1998, sampai hari ini dia masih teguh memegang komitmen mewujudkan sistem desentralisasi di daerah-daerah Indonesia.
Betul bahwa Indonesia sekarang ini sudah menjalankan sistem desentralisasi, tetapi masih sebatas desentralisasi politik; belum desentralisasi fiskal. “Desentralisasi politik Indonesia paling menonjol adalah,” urai Fauzan, “Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung, pelayanan publik berdasarkan peraturan daerah (Perda), dan membuat Perda.”
Untuk desentralisasi fiskal, sambung Fauzan, masih semu berlaku. Tentang hal ini, ia pernah terlibat diskusi secara mendalam dengan mendiang Taufiq Kiemas, kala menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2009-2013.
Berdasarkan hasil diskusinya dengan almarhum dan lingkaran Taufiq Kiemas di berbagai kesempatan, terdapat permasalahan akut desentralisasi fikal, terutama ketimpangan kebijakan dana perimbangan pusat-daerah berupa transfer APBN jenis dana alokasi umum (DAU), DAK, dana bagi hasil (DBH), dan otonomi khusus (Otsus), termasuk dana desa selama ini.
Inti ketimpangannya adalah berbagai sumber pemasukan bagi Pemda; bukan ketersediaan fiskal pada APBN. Sumber daya alam (SDA) di sebuah daerah tidak bebas dan tidak berlaku dikelola oleh Pemda secara mandiri.
Semangat pemerintah pusat mengintervensi pemasukan SDA di daerah sebagai upaya mensubsidi bagi daerah-daerah yang minim SDA, kurang diimbangi dengan aspek prestasi daerah pemilik SDA. Semestinya menjadi pertimbangan volume DAU dan DAK bagi suatu daerah yang kaya SDA atau daerah yang daratan dan lautnya luas.
Hampir seluruh daerah di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan beberapa daerah di Sumatera, termasuk di Provinsi Kepulauan Babel sebagai eksportir timah terbesar di dunia dan pemilik cadangan timah terbesar kedua di dunia, terbelit ketimpangan pembangunan.
Mereka tergolong daerah yang kaya SDA, demografinya kecil dan geografisnya luas, tapi APBD tergolong kecil; tidak sebanding dengan pemasukan dari SDA yang dikuasai oleh korporasi swasta dan BUMN di daerah tersebut.
Fauzan Azima mencontohkan Tahun Anggaran 2024 bagi Kabupaten Bangka. PT Timah Tbk membukukan laba bersih Rp 1,19 triliun atau naik 364% secara tahunan atau year of year (yoy) sepanjang 2024. Sementara APBN Bangka tahun anggaran itu hanya Rp1.308 triliun; sedikit menurun dari TA 2023 sebesar Rp 1.481 triliun.
Sekilas, antara laba bersih PT Timah dan realisasi APBN Bangka tampak hampir setara. Jalan tengah yang ditawarkan tim Fauzan Azima, jika realisasi DBH ke daerah yang kaya SDA tidak sebanding dengan realisasi laba bersih korporasi/BUMN atau royalti SDA ke negara, maka pemerintah patut mempertimbangkan adanya insentif fiskal dalam alokasi DAU dan DAK maupun insentif non fiskal di luar mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah.
“Berbagai izin operasi SDA yang diterbitkan Pemda, sebetulnya dapat menjadi portofolio dan daya tawar untuk mengusulkan kenaikan volume DAU, DAK, dan DBH mereka kepada pemerintah, sepanjang ada komunikasi politik anggaran atau difasilitasi melalui DPR dan pertimbangan DPD RI serta transparasi pengelolaan SDA oleh Pemda,” terang Manajer Government Relation Blossom Group 2004-2006 ini.
Selain itu, menurutnya, pemerintah sangat perlu memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mengelola pajak dan retribusi dari sektor-sektor strategis yang selama ini menjadi distingsi SDA di suatu daerah untuk menjadi Pemasukan Aseli Daerah (PAD) mereka.
Tanpa insentif dan perimbangan kewenangan dalam pajak dan retribusi itulah, menurut Fauzan, memicu sejumlah daerah yang kaya SDA selalu memprotes pemerintah. Reaksi paling keras sebagaimana kasus Muhammad Adil, mantan Bupati Kepulauan Meranti, Riau.
Mantan bupati tersebut bahkan sempat menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) isinya “iblis” melalui video yang viral di media sosial (medsos), Desember 2022. Adil marah-marah karena kecilnya alokasi DBH minyak untuk Kab Meranti di tengah besarnya hasil produksi minyak di daerahnya dan liftingnya yang naik.
Nasibnya: setelah ditegur oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal April 2023 menciduk Muhammad Adil dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam rangka menaikan daya tawar usulan volume DAK untuk TA 2026 itulah Fauzan Azima bersedia membantu Pemkab Kaur, termasuk DAK untuk Kota Bengkulu dan Kab Halmahera Utara, melalui analisis data-data pembangunan serta lobi politik anggaran perimbangan pusat-daerah.
Disamping itu, baginya suatu Pemda pun tertuntut untuk meningkatkan kapasitas SDM, teknologi, dan sistem organisasi kelembagaan dalam pengelolaan anggaran dan keuangan melalui suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Dalam kajian Fauzan Azima, di antara permasalahan krusial desentralisasi fiskal pasca reformasi 1998 sampai sekarang, selain ketimpangan alokasi APBN, adalah keterbatasan keahlian SDM biokrasi pengelola serta buruknya tata kelola anggaran dan keuangan.
Fauzan mengamini penilaian Amich Alhumami, Deputi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, bahwa pada era desentralisasi, tata kelola pembangunan relatif kompleks ketika otoritas politik dalam pelayanan publik diserahkan kepada Pemda.
Selain merupakan keniscayaan karena luasnya geografi dan besarnya demografi Indonesia, efek desentralisasi ini, sebut Amich, berdampak terhadap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian program pembangunan yang dilaksanakan secara bertingkat: pusat, provinsi, kabupaten/kota.
Di antara akibatnya, sambung Amich, nomenklatur anggaran kegiatan belum berlaku sama, sehingga pemerintah sedang mengembangkan nomenklatur kegiatan dan pembiayaan, termasuk pemerataan penerapan sistem pelacakan anggaran (budget tagging).
Menurut Amich Alhumami, budget tagging merupakan proses penandaan anggaran untuk melacak dan memantau pengeluaran, terutama berkaitan dengan isu dan program prioritas nasional.
“Sistem budget tagging kini menjadi alat utama pelacakan APBN. Bappenas melakukan budget tagging untuk memastikan berbagai kegiatan prioritas yang harus didanai dan untuk mendukung percepatan pencapaian target,” papar Amich, yang juga Ketua Gugus Kerja Manajemen Talenta Nasional pemerintah RI.
Kementerian PPN/Bappenas selaku otoritas perencanaan pembangunan nasional mengemban tugas bagaimana mengorkestrasi alokasi pendanaan disamping turut mengembangkan kapasitas Pemda untuk memastikan program prioritas dapat dilaksanakan secara efektif dan sampai ke masyarakat sebagai penerima manfaat.
Untuk itulah, menurut Fauzan Azima, otoritas perencanaan, anggaran dan keuangan suatu Pemda tertuntut mengakselerasikan dan mengharmonisasi kepentingan daerah mereka dengan garis-garis kebijakan di Bappenas. Termasuk yang paling krusial baginya adalah pelaksanaan integrasi budget tagging pada sistem perencanaan dan pengganggaran, serta penanggung jawab pada setiap jenis mata kegiatan.
Melalui sumber daya yang mereka miliki, Fauzan Azima dan timnya, pada TA 2025 ini berkomitmen untuk mengawal proses budget tagging agar dapat diterapkan di sejumlah daerah, termasuk melalui aplikasi yang disediakan oleh otoritas.
“Kalau berbicara fase pasca reformasi 1998, antara lain ditandai melalui konsolidasi demokrasi, proses budget tagging menjadi salah satu pekerjaan rumah besar agar desentralisasi daerah lebih nyata dan membumi,” terang Konsultan PT. Agro Jabar (BUMD Jawa Barat) 2020 ini.
Aktivitas politik anggaran mulai insentif dia jalani sejak periode 2019-2024 melalui pelaksanaan desentralisasi fiskal. Sebelumnya, Fauzan Azima lebih dikenal konsultan Komunikasi Politik, terutama untuk berbagai kontestasi elektoral di tingkat nasional dan daerah.
Jadi tampak ada pergeseran aktivisme dirinya: dari konsultan Politik Elektoral ke Politik Anggaran dalam pelbagai dinamika zaman desentralisasi di Indonesia.
Garis keilmuan, keahlian, dan mentor
Sepanjang berkarier sebagai konsultan Politik, Hukum dan Pembangunan sejak 2003 sampai kini—berlangsung 22 tahun—dia telah memenuhi berbagai syarat keilmuan dan keahlian praktik dalam membangun Indonesia dari pinggiran.
Dari garis keilmuan, dia Sarjana Hukum Islam (S1) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan Ahli Madya (D3) Komputer Akuntansi di Politeknik Bina Sarana Informatika (BSI). Sempat menekuni Ilmu Akuntansi di Institut Kejuruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jogja, tetapi tidak selesai.
Dari garis praktik keahlian, dia telah bergelut lebih dari dua dekade dalam proses komunikasi politik, manajemen pengembangan komunitas untuk demokrasi, manajemen proyek fisik dan non fisik pembangunan daerah, dan non-litigasi (hukum), yang ditopang melalui keahlian dalam komunikasi politik, politik hukum, dan ekonomi politik, yang berbasis penelitian dan riset kualitatif dan eksperimental.
Seperti puzzle—sepanjang itu—jika ditarik dari garis keilmuan dan keahlian tersebut, Fauzan Azima lebih bergerak ke sektor politik praktis, politik elektoral (pemilu), politik hukum, komunikasi politik, ekonomi-politik, non litigasi hukum, komunikasi hukum, dan rekayasa sosial.
Hampir tiga dekade, sejak zaman mahasiswa, Fauzan Azima telah berguru dengan para mentor berkelas dari tokoh nasional dan internasional. Dari merekalah Fauzan memetik pengetahuan dan pengalaman yang hidup atau nyata.
Untuk menyebut nama, para mentor itu antara lain Adi Sasono, Akbar Tandjung, Adi Sasono, Ahmad Syafi’i Ma’arif, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah), Makarim Wibisono (mantan diplomat senior), Prof. Irjen (purn) Farouk Muhammad, Eggy Sudjana, hingga Ichsan Loulembah dan cendikiawan Hamid Basyaib.
Untuk tokoh nasional asal Kepulauan Babel, dia lebih banyak berguru dengan Dr. Halim Alamsyah, Rusli Rachman, Prof. Bustami Rachman, Ir. Azhar Romli, Dr. Rasio Ridho Sani, dan Aswandi As’an.
Untuk beberapa nama di atas, Fauzan Azima pernah menjadi staf khusus dan staf ahli mereka. Seperti menjadi staf khusus informal Irjen Pol (purn) Farouk Muhammad saat menjabat Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) 2002-2006.
Selain itu, Fauzan menjadi staf khusus KH. Salahuddin Wahid saat menjabat Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2003-2005; Tenaga Ahli Rusli Rachman, anggota Dewan Perwakilan (DPD) RI daerah pilihan (dapil) Provinsi Kepulauan Babel 2004-2008; staf khusus buya Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah 2005-2006; dan Tenaga Ahli informal Ir. Azhar Romli saat menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Golkar dapil Kepulauan Babel 2012-2019.
Di Istana, secara informal, Fauzan Azima pernah menjadi analis bidang Informasi dan Komunikasi Politik Staf Khusus Presiden RI 2012- 2014 serta staf bidang Kesejahteraan Sosial di kelembagaan Staf Khusus Wakil Presiden RI 2014-2016.
Menimbang garis keilmuan, keahlian praktis, dan para mentor itulah—jika ketiganya dikonvergensi—menjadi jawaban mengapa sejumlah elit dan pemimpin kelompok masyarakat Provinsi Kepulauan Babel mempersepsikan Fauzan Azima memiliki jaringan yang mendalam dan luas di panggung politik dan pembangunan nasional.
Bio Data Lengkap:
Nama Lengkap : Fauzan Azima, S.H.I
Tempat/Tanggal Lahir : Sungailiat, Bangka / 03 Maret 1975
Usia : 50 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan
Sarjana Akhwal Syakhsiyah (Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah,
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta, 1997-2003
Diploma Komputer Akuntansi,
Politeknik Bina Sarana Informatika (BSI) Yogjakarta, 1994-1996
SMAN 01 Sungailiat, Bangka, Tahun 1990-1993
SMPN 01 Sungailiat, Bangka, 1987-1990
SDN 06 Sungailiat, Bangka, Tahun 1981-1987
Pekerjaan Profesional
Staf, Sudjana, Kantor Hamdan, Jauhari (SHJ) & Partners, 2002-2003
Staf Khusus, Dr. (H.C.) Ir. KH. Salahuddin Wahid, Ketua PBNU, 2003-2005
Manajer Komunikasi Kelembagaan, Blossom Group, 2004-2006
Tenaga Ahli, Rusli Rachman, Anggota DPD RI dapil Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, 2004-2008
Managing Director, PT. McLeader Campaign Consulting, 2005-2006
Staf Khusus, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ketua Umum PP Muhammadiyah, 2005-2006
Senior Partner/Non Litigasi, Kantor Fahreza & Aries Lawfirm (2006-2008) &
Kantor Irfan Melayu & Associates (2008-2010)
Direktur Marketing, PT. Starpro Dynamic Smartech, 2007-2008
Staf Ahli, Panitia Musyawarah Pimpinan (Panmus), DPD RI, 2008-2009
Staf Ahli, Bidang Kerjasama & Komunikasi, Rektorat Universitas Bangka Belitung (UBB), 2008-2010.
Peneliti Senior, Lamotu Institute, 2013-2015
Staf Khusus, Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri Baru (FPPTNB) Indonesia, 2014.
Konsultan, PT. Agro Jabar (BUMD Jawa Barat), 2020.
Peneliti Senior, Pusat Polling (Puspoll) Indonesia, 2023-sekarang
Karya Tulis Publikasi
Tim Penulis & Editor, Buku Jejak Langkah Panitia Ad Hoc (PAH) II DPD RI, 2008
Tim Penulis & Editor, Buku Jejak Langkah Panitia Ad Hoc II DPD RI, 2009
Tim Penulis, Panduan Kegiatan Anggota DPD RI di Daerah, 2009
Tim Penulis, Buku Energi Sudjiatmi: Revolusi Mental Ibunda Presiden Jokowi,
Yayasan Indonesia Sentris Center/Indonesiasentris Foundation, Cet.1. 2022