Jakarta (ANTARA) - Sebagai penggemar sepak bola yang berasal dari Indonesia, melihat pertandingan di Piala Dunia Antarklub 2025 rasanya perlu pengorbanan yang lumayan "berdarah-darah".
Bagaimana tidak, perbedaan selisih waktu antara Indonesia yang begitu kontras dengan Amerika Serikat memberikan pengalaman kepada para penggemar yang kurang mengenakkan.
Misalkan saja untuk menonton laga babak 16 besar antara Manchester City menghadapi Al-Hilal yang berlangsung di Stadion Camping World, Orlando.
Pertandingan itu akan dilangsungkan memasuki masa penayangan premier di Amerika Serikat atau Senin, pukul 21.00 ET (Eastern Time USA) atau selisih 12 jam penayangan yang memasuki hari Selasa, pukul 08.00 WIB.
Siksaan tentu saja, ketika masa penayangan premier di Amerika Serikat memasuki jam kerja di Indonesia. Hal yang mustahil memasuki masa kerja, orang-orang berbondong menonton klub idamannya berlaga.
Dari faktor penayangan, gelaran turnamen dengan menggunakan format baru ini serasa galat atau kesalahan untuk para penggemar yang berbasis di zona waktu Asia terutama di Asia Tenggara yang menjadi pangsa pasar besar suporter dari klub-klub Eropa.
Bukan hanya secuplik problem soal penayangan saja, Piala Dunia Antarklub 2025 juga mempunyai sederet problematika yang dikeluhkan oleh pelatih, pemain, hingga menuai kicauan dari Presiden LaLiga.
Lantas, turnamen dengan format baru ini masih kah relevan dengan kebutuhan para kontestan? Mengingat pendapatan besar yang digelontorkan FIFA untuk setiap peserta yang andil dan ambil bagian di turnamen ini, meski harus memotong jatah libur musim panas.
Kondisi Amerika Serikat
Selain kondisi "suhu" politik yang memanas setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga ikut cawe-cawe dalam perang antara Iran menghadapi Israel, nyatanya di Amerika Serikat juga dalam kondisi suhu yang panas.
Sebagian wilayah di Amerika Serikat kini tengah dilanda fenomena heat dome. Sejumlah kota diantaranya Charlotte, Philadelphia, dan Nashville, yang merupakan kota tempat penyelenggaraan turnamen Piala Dunia Klub 2025 dalam laporan Associated Press (AP) mencatatkan suhu melampaui 36 derajat Celsius.
Fenomena ini tentu saja menjadi keluhan utama dan tajuk yang cukup sering disebut oleh mayoritas media massa. Gelandang Real Madrid Jude Bellingham secara terang-terangan mengaku kehilangan beberapa kilogram karena terlalu banyak mengeluarkan cairan keringat menghadapi cuaca panas ekstrem ini.
Lalu gelandang Atletico Madrid Marcos Llorente mengaku bahwa menghadapi suhu panas ini membuat kondisi fisiknya tak dapat menunjukkan performa fisik yang sebagaimana mestinya.
Kejadian lainnya yakni ketika laga yang mempertemukan Benfica melawan Bayern Muenchen di pertandingan ketiga babak penyisihan grup yang berlangsung di Bank of America Stadium, Charlotte, Rabu (25/06).
Di laga itu, pemain cadangan di dua kubu memutuskan untuk memasuki ruang ganti karena kondisi panas yang ekstrim membuat mereka tak mungkin untuk terus-terusan bertahan di pinggir lapangan.
FIFA sebenarnya memberikan solusi untuk bisa menghadapi cuaca ekstrem ini. FIFA mengacu pada pedoman suhu Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) yang mempertimbangkan suhu, kelembapan, dan radiasi matahari.
Jika WBGT mencatatkan suhu mencapai 32 derajat celcius, maka wasit pemimpin pertandingan diwajibkan untuk memberikan cooling break setiap menit ke-30 dan ke-75.
Standar yang sudah diterapkan sejak Piala Dunia 2014 di Brasil ini nyatanya belum mampu menjadi formula untuk memitigasi kondisi cuaca ekstrem yang menerpa di setiap pertandingan yang dilangsungkan di Amerika Serikat ini.
Mengangu ekosistem
Kehadiran Piala Dunia Antarklub dengan menggunakan format baru yakni diikuti sebanyak 32 tim dari total lima konfederasi di seluruh dunia ini dinilai sebagai pengganggu ekosistem sepak bola.
Ajang yang dianggap sebagai panggung untuk mendapatkan gelar klub sepak bola yang terbaik seantero galaksi ini nyatanya mengganggu jadwal dan format dari turnamen-turnamen yang telah berlangsung sebelumnya.
Presiden LaLiga Javier Tebas yang mengkritik bahwa turnamen ini sebaiknya dihapuskan karena membuat para pesepak bola akan keletihan dalam segi fisik dan mental karena terlalu banyak memainkan pertandingan dalam satu musim kalender.
“Saya sangat yakin Piala Dunia Antarklub menghancurkan semua model kompetisi antarklub yang sudah mapan," kata Tebas kepada ANTARA.
“Hal ini terutama mempengaruhi liga nasional, tetapi jelas juga mempengaruhi Liga Champions karena mempengaruhi kalender dan para pemain," imbuhnya.
Senada dengan Tebas, mantan pelatih Liverpool yang kini menjabat sebagai Direktur Sepak Bola Red Bull, Juergen Klopp mengatakan ia takut banyak pemain akan terkapar pada musim depan.
Pria asal Jerman tersebut kesal jika kompetisi dengan format baru ini justru terus memforsir kondisi pemain dan tak memberikan ruang untuk liburan meski baru saja menjalani satu musim kompetisi penuh.
Ekosistem baru ini juga gagal untuk menarik eksposure global. FIFA disebut menurunkan harga tiket untuk bisa menarik minat para penonton, yang khususnya berada di Amerika Serikat. Selain itu FIFA juga memberikan akses gratis untuk setiap siaran langsung pertandingan agar bisa menarik animo para penonton.
Nyatanya, animo tersebut hanya bisa diperoleh ketika klub-klub yang berstatus raksasa saja yang bertanding. Bukan semacam klub antah-berantah seperti Auckland City.
Dalam babak penyisihan grup, FIFA mencatat sudah ada lebih dari 1,5 juta penonton yang hadir secara langsung di stadion menyaksikan aksi para pemain dari klub-klub terbaik di dunia ini.
Laga PSG menghadapi Atletico Madrid menjadi pertandingan yang paling banyak ditonton sepanjang babak penyisihan dengan mencatatkan total 80,619 penonton.
Sedangkan Real Madrid menjadi klub yang paling sering ditonton dengan mencatatkan rerata kehadiran 65,824 penonton per pertandingan sepanjang babak grup.
Tanpa nama klub besar rasanya pertandingan di turnamen ini akan sulit bisa menggaet penonton. Dengan segala pendekatan, FIFA setidaknya perlu untuk mempertimbangkan kembali keberlanjutan turnamen ini.
Mengingat maruah dari Piala Dunia Antarklub yang tak bisa memberikan maruah seterkenal Piala Dunia ataupun menyajikan momen-momen magis layaknya Liga Champions.