Jakarta (ANTARA) - engacara Hotman Paris menyatakan dukungannya terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebab selama ini dia menilai bahwa pengacara hanya seperti patung ketika mendampingi kliennya.
Dia mengatakan bahwa hal itu tercermin ketika Presiden Ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menghadiri pemeriksaan di Polda Metro Jaya, beberapa waktu lalu. Saat itu, kata dia, pengacara dari Jokowi hanya duduk di belakang hingga seolah-olah profesi itu tak memiliki harga diri.
"Itu sangat menyediakan. Selama ini kita antar klien ke KPK, kita disuruh duduk kayak patung di bawah," kata Hotman saat rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.
Selama 43 tahun berprofesi sebagai pengacara, dia mengaku bahwa mayoritas perkara yang ditangani adalah kasus-kasus bisnis yang besar. Namun dalam 10 tahun terakhir, dia pun sudah membela rakyat kecil yang bermasalah dengan hukum.
Untuk itu, dia pun berterima kasih kepada Komisi III DPR RI yang memberikan hak kepada tersangka, terlapor, atau saksi, untuk didampingi oleh pengacara selama proses pemeriksaan, di dalam revisi KUHAP.
"Mudah-mudahan itu tidak berubah," kata dia.
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa di Indonesia terdapat 194 juta penduduk miskin dari total 280 juta populasi. Artinya, kata dia, 194 juta warga Indonesia tidak mampu menyewa pengacara jika berhadapan dengan hukum.
Maka dari itu, mekanisme praperadilan merupakan kunci untuk mengungkap apakah hukum acara sudah dilaksanakan secara benar. Maka, kata dia, perlu ada pasal yang jelas dalam mengatur hak praperadilan bagi tersangka.
Dia menilai bahwa ketentuan praperadilan dalam revisi KUHAP itu masih terlalu umum hanya sebatas penahanan dan lainnya.
"Itu akan sangat membantu untuk rakyat miskin terutama," katanya.