Jakarta (Antara Babel) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melaporkan pemberian cendera mata dari Raja Arab Saudi berupa pedang berwarna keemasan ke KPK.
"Hari ini saya dapat tamu dari Mabes Polri dalam rangka melaporkan pedang yang disebut pedang emas," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Pedang berwarna keemasan itu diperoleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi sebelum kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud ke Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
"Saya datang ke sini dengan maksud ingin menyampaikan laporan gratifikasi, ini merupakan bentuk kepatuhan Pak Kapolri. Kami menyampaikan laporan gratifikasi dari Kapolri berdasarkan surat perintah sebagai staf pribadi beliau berupa cendera mata yang diterima Pak Kapolri," kata Koordinator Staf Pribadi Pimpinan Polri, Kombes Pol Dadang Hartanto yang menyerahkan langsung pedang itu kepada Laode.
Ia juga mengklarifikasi sejumlah informasi yang sebelumnya beredar mengenai pedang emas tersebut.
"Informasi yang berkembang cendera mata itu adalah pedang emas, namun fakta kita buka panjangnya 1 meter dan di dalamnya warna perak. Pedang memiliki bungkus warna keemasan, jadi perkiraan kami ini bukan pedang dari emas, tapi pedang berwarna keemasan," ungkap Dadang.
Ia pun memperkirakan harga pedang tersebut tidak lebih dari Rp10 juta.
"Jadi kami serahkan hari ini kemudian diterima langsung oleh beliau, Pak Wakil Ketua KPK kemudian kami diberikan tanda terima. Nanti akan dicek dalam beberapa hari, akan dinilai KPK apakah keputusannya apakah dikembalikan atau tidak adalah keputusan KPK," tambah Dadang.
Laode mengatakan bahwa KPK membutuhkan waktu 10-15 hari untuk menentukan apakah pedang tersebut termasuk gratifikasi atau bukan.
"Ketika Kapolri terima ini, Kapolri juga menyerahkan plakat. Ini pertukaran cendera mata biasa. Mengenai keaslian ini emas atau tidak, nanti akan dicek bagian gratifikasi. Biasanya butuh waktu 10-15 hari menyelesaikan laporan, setelah itu kami akan laporkan apakah bisa disimpan atau diletakan di museum, nanti akan kami laporkan," tambah Laode.
Sebagaimana diatur pada pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pegawai negeri atau penyelenggara negara diimbau menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawandan dengan kewajiban atau tugasnya yang diberikan secara langsung.
Pegawai negeri atau penyelengggara negara yang terpaksa menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya demi menghindari ancaman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 12C UU No. 20 tahun 2021 wajib melaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi itu.