Jakarta (Antara Babel) - Hari bersejarah terukir pada 10 April 2017 di Batam, Kepulauan Riau, saat beroperasinya pemanduan di Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura oleh operator yang secara resmi ditunjuk PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).
Proses beroperasinya pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura ini merupakan hasil perjuangan yang panjang Pemerintah Indonesia melalui pembahasan antarnegara pantai yang terdiri dari negara Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam Forum "Tripartite Technical Expert Group" (TTEG) dalam kurun dasa warsa.
Hingga pada pertemuan Forum TTEG ke-41 di Yogyakarta yang ditindaklanjuti dengan pertemuan "Intersessional Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage Services in Straits of Malacca and Singapore" yang diselenggarakan di Bandung pada Januari 2017.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan secara resmi menyampaikan kesanggupan untuk melaksanakan pemanduan Selat Malaka dan Selat Singapura dengan target pelaksanaan pada tahun 2017.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang siap dalam melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Kesiapan pemanduan ini selain untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim juga untuk menjaga kedaulatan wilayah teritorial Indonesia.
Guna mewujudkan target tersebut, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor. HK.103/2/4/DJPL-17 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura//
Selain itu Kementerian Perhubungan juga telah menunjuk PT. Pelabuhan Indonesia I atau Pelindo sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor BX.428/PP 304 tanggal 25 November 2016 tentang Pemberian Izin Kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) untuk melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Penunjukan ini merupakan pelimpahan fungsi pemerintahan di bidang pemanduan kapal meliputi kapal-kapal yang melintas maupun yang melaksanakan kegiatan di perairan pandu luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan berharap agar dengan diresmikannya pelayanan pemanduan di perairan luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di wilayah ini dapat lebih terjamin.
Sehingga pada gilirannya akan menunjang perkembangan perekonomian secara nasional dan meningkatkan kepercayaan dunia internasional bagi bangsa Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan, yaitu Perairan Wajib Pandu dan Perairan Pandu Luar Biasa.
Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 Gross Tonnage (GT) atau lebih.
Sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan. Adapun perairan Selat Malaka dan Selat Singapura termasuk Perairan Pandu Luar Biasa.
Harga Diri
Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara.
Kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya.
Dari data yang ada sekitar 70.000 sampai 80.000 kapal per tahun menggunakan jalur ini baik itu kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar melintasi Selat ini sehingga rawan terhadap kecelakaan di laut.
Kondisi tersebut menjadikan pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura ini menjadi sangat penting terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pemanduan kapal di Selat Malaka memiliki fungsi strategis berkaitan dengan keamanan, harga diri dan kedaulatan bangsa, serta nilai ekonomis bagi Indonesia.
"Selain masalah keamanan, juga menyangkut harga diri bangsa selain ada nilai ekonominya," kata Menhub Budi Karya
Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwasanya maritim merupakan inisiatif yang harus dimenangkan maka harus berupaya 100 persen agar bisa dimenangkan.
Pemanduan terhadap kapal-kapal di Selat Malaka tersebut akan dilakukan setiap bulan pada sekitar 2.220 kapal.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang siap dalam melaksanakan pemanduan pada wilayah tersebut.
Pihak Pelindo I menyatakan telah menyiapkan seluruh sumber daya sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan internasional, seperti tenaga pandu, kapal pandu dan stasiun pandu, serta peralatan bantu pelayanan pemanduan di Selat Malaka-Selat Singapura.
Pelindo I juga memiliki lokasi stasiun utama yang strategis, yaitu di sisi barat ada Pulau Sabang dan Pulau Berhala dan disisi timur ada Pelabuhan Nongsa (Batam) dan atau Tanjung Uban (Bintan). Pelayanan pemanduan yang dilakukan Pelindo juga akan berkolaborasi bersama TNI Angkatan Laut.
Pemerintah berharap dengan diresmikan jasa pemandu kapal di selat tersebut akan makin memperkuat posisi Indonesia sebagai negara maritim di kawasan itu serta memperbesar kontribusi PT Pelindo I dalam mengembangkan beranda depan Indonesia.