Semarang, Jawa Tengah (Antara Babel) - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menegaskan rektor perguruan tinggi harus bisa mendeteksi masuknya radikalisme ke kampus.
"Rektor bertanggung jawab terhadap ini. Radikalisme (masuk) di dalam kampus, rektor yang bertanggung jawab," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Negeri Semarang, Sabtu, yang juga dideklarasikan semangat bela negara, antinarkoba, dan antiradikalisme yang ditandatangani oleh mantan rektor ini tersebut.
Nasir mengingatkan paham radikalisme bisa menjangkiti dosen maupun mahasiswa. Untuk itu dia mengaku sudah menyiapkan regulasi, termasuk sanksi.
"Untuk antisipasi, kami bersama kementerian-kementerian lain sedang menyiapkan regulasi untuk menguatkan langkah antiradikalisme," kata Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis pada Universitasa Diponegoro itu.
Kurikulum perkuliahan sudah menyiapkan pencegahan paham dan gerakan radikalisme yakni mata kuliah Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan mengenai empat pilar kebangsaan.
"Wawasan Kebangsaan berisi mengenai empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata Nasir.
Indonesia, kata Nasir, menyatakan diri, melalui perguruan-perguruan tinggi serta bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk membasmi radikalisme di kampus.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius menegaskan perguruan tinggi adalah wadah pendidikan yang menjadi pusat persemaian calon tunas bangsa generasi penerus yang harus steril dari hal negatif.
"Hal negatif, seperti radikalisme, narkoba, dan lain sebagainya. Kami secara aktif dan masif melaksanakan ini dengan Kemenristek Dikti. Ke depan juga dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata dia.
Suhardi menekankan perlunya kepedulian dari seluruh civitas akademika untuk memahami dinamika di kampus demi endeteksi radikalisme sejak dini.