Jakarta (Antara Babel) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Rabu siang dijadwalkan menerima Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Austalia Najib Riphat di Kantor Presiden Jakarta.
Dubes Najib sebelumnya dipanggil pulang dari Canberra ke Jakarta menyusul adanya laporan upaya penyadapan Australia ke Indonesia khususnya terhadap sejumlah pejabat tinggi RI pada 2009.
Presiden dijadwalkan menerima Dubes Najib pada pukul 11.00 WIB.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan Pemerintah Indonesia menegaskan tidak menganggap remeh isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia seperti diberitakan sejumlah media dan akan terus memastikan untuk mengevaluasi hubungan kedua belah pihak bila tidak segera diselesaikan.
"Ini terus terang sesuatu yang tidak bisa dikecilkan atau diremehkan dampaknya. Kita telah panggil pulang Dubes kita di Canberra (Australia) untuk konsultasi, kita akan evaluasi hari demi hari," kata Marty di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/11) lalu.
Ia menegaskan, Indonesia akan terus memastikan langkah-langkah selanjutnya untuk diambil, bila pihak Austaralia tidak segera menyelesaikan masalah tersebut. Indonesia juga tengah mengevaluasi untuk terus menurunkan derajat kerja sama antar kedua negara.
"Kita terus men-downgrade (menurunkan derajat) hubungan Australia dengan kita, biar nanti pihak mereka sendiri (Asutralia) yang ambil keputusan. Intinya, sekali lagi, ini bukan kita yang bawa masalah ini, melainkan pihak Australia, sehingga pihak Australia yang harus cari jalan penyelesaian ini dengan baik," katanya.
Ia menegaskan, penyadapan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dalam hubungan antar negara. Selain merusak hubungan bilateral, tindakan tersebut juga melanggar hukum dan hak asasi manusia. Untuk itu, menurut dia, Australia harus bertanggung jawab terkait hal itu.
"Fokus kita adalah sadap penyadapan, sesuatu yang tidak lazim, melanggar hukum, sesuatu yang melanggar HAM, hak privat seorang individu, melanggar, menciderai, merusak hubungan bilateral Indonesia - Australia, dan yang bertanggungjawab hanya satu, yaitu Australia," katanya.