Yerusalem (Antara Babel) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
membela keputusan pencopotan pendeteksi logam dari gerbang menuju
kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem setelah bentrokan yang merenggut
nyawa, mengatakan itu merupakan pilihan terbaik untuk kepentingan
keamanan.
Israel memasang detektor logam dan kamera pengintai
setelah serangan yang menewaskan dua polisinya pada 14 Juli di dekat
kompleks yang disebut Haram al-Syarif oleh umat Islam dan Temple Mount
oleh orang Yahudi itu.
Kepolisian Israel berdalih detektor logam
diperlukan karena senapan yang digunakan pelaku diselundupkan ke lokasi
sebelum mereka melancarkan serangan.
Tindakan itu memicu
protes umat Islam dan kerusuhan merenggut nyawa, dan pemerintah Israel
akhirnya mencopot detektor logam dan kamera-kamera pengawas dari pintu
menuju kompleks tempat suci itu pada Selasa.
Namun kebijakan itu menuai kecaman dari kubu ekstremis sayap kanan dalam koalisi konservatif pimpinan Netanyahu.
Jajak
pendapat terhadap warga Yahudi Israel menunjukkan 77 persen responden
menilai kebijakan tersebut mengandung tanda "menyerah" sementara surat
kabar Israel Hayom yang biasanya pro-Netanyahu mengkritik penanganan
krisis tersebut.
"Saya mendengarkan sensitivitas publik. Saya
memahami perasaan mereka, saya tahu keputusan yang kami ambil bukan
keputusan mudah," kata Netanyahu di awal sidang kabinet pada Minggu
(30/7), komentar publik pertamanya mengenai pencopotan detektor logam di
kompleks Masjid Al Aqsa.
"Pada saat yang sama, sebagai perdana
menteri Israel, sebagai orang yang memikul beban keamanan Israel di
bahunya, saya berkewajiban mengambil keputusan dengan tenang dan
berpikir panjang. Saya melakukan itu dengan sudut pandang yang luas,"
katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Warga Palestina
melihat kebijakan keamanan baru di kompleks Al Aqsa sebagai upaya Israel
untuk lebih mengendalikan tempat suci itu, yang meliputi Masjid Al Aqsa
dan Masjid Kubah Batu (Dome of the Rock).
Kompleks itu berada di
Yerusalem Timur, yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967
dan kemudian dicaplok dalam tindakan yang tidak pernah diakui oleh
masyarakat internasional.
Itu merupakan tempat paling suci ketiga bagi umat Islam dan tempat paling suci bagi orang Yahudi.
Sebagai
bagian dari aksi protes terhadap kebijakan keamanan baru Israel di
kompleks Al Aqsa sebelumnya umat Islam menolak memasuki kompleks itu dan
shalat di jalanan di luarnya selama sepekan lebih.
Aksi protes
dan bentrok yang merenggut nyawa meletus beberapa hari setelah tindakan
keamanan baru dijalankan, dengan kerusuhan terjadi di sekitar kompleks
di Kota Tua Yerusalem, daerah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Tujuh warga Palestina tewas dalam bentrokan-bentrokan itu.
Selain
itu ada seorang warga Palestina yang menerobos masuk ke permukiman
Yahudi di Tepi Barat, menikam empat warga Israel dan menewaskan tiga di
antaranya.
PM Israel Bela Keputusan Soal Kebijakan Keamanan di Aqsa
Senin, 31 Juli 2017 12:01 WIB
Pada saat yang sama, sebagai perdana menteri Israel, sebagai orang yang memikul beban keamanan Israel di bahunya, saya berkewajiban mengambil keputusan dengan tenang dan berpikir panjang. Saya melakukan itu dengan sudut pandang yang luas,