Jakarta (Antara Babel) - Mantan Ketua DPR RI 2009-2014 Marzuki Alie mengaku tidak pernah bertemu dan membahas soal proyek KTP-elektronik (KTP-e) dengan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).
"Ya tidak ada, saya tidak pernah bertemu. Tidak pernah membahas tidak pernah komunikasi, tidak pernah teleponan. Dia ketua Fraksi Golkar apa urusannya dengan saya Ketua DPR," kata Marzuki seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
KPK memeriksa Marzuki Alie sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Terkait pemeriksaannya kali ini, Marzuki menyatakan bahwa pertanyaan yang diberikan penyidik KPK sama dengan saat dirinya diperiksa untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Ya sama dengan yang lalu lah, copy paste. Jadi, yang berita acara saksi untuk Andi Narogong di copy paste ke Setya Novanto, persis sama. Cuma namanya saja diubah, keterangan tidak ada beda, jadi tinggal ketik ulang. Saya baca saya tanda tangan hanya 15 menit," kata Marzuki.
Sementara soal aliran dana, Marzuki mengatakan bahwa berdasarkan keterangan Andi Narogong yang memberikan uang pada saat itu adalah anggota Komisi V dari Fraksi Partai Demokrat Mulyadi.
"Katanya yang memberikan ke saya itu Pak Mulyadi, katanya Pak Mulyadi itu Komisi V. Apa urusannya Mulyadi Komisi V memberikan uang ke saya bukannya Andi Narogong. Jadi kata Andi Narogong si a, si b, si c, ujung-ujungnya Mulyadi. Apa kaitannya Komisi V kasih duit ke saya kaitan KTP-e. Jadi ini disambung-sambungkan, agak aneh saja," tuturnya.
Terkait pemberian uang tersebut, ia pun mengatakan bahwa langsung saja diklarifikasi kepada Mulyadi.
"Kan saya katakan, katanya yang menyerahkan ke saya itu Mulyadi, ya tanya lah Mulyadi ada tidak kasih uang ke saya. Jadi katanya Andi si Mulyadi, kata Irman dan Sugiharto si Andi yang menyerahkan. Kan banyak benar katanya. Nah tanya Mulyadi Komisi V, ada tidak Mulyadi kasih saya uang KTP-e," ucap Marzuki.
Dalam dakwaan dan tuntutan penuntut umum KPK, Marzuki Alie disebut menerima Rp20 miliar terkait proyek KTP-e sebesar Rp5,95 triliun itu.
Sebelumnya pada awal Juli 2017, Marzuki juga pernah diperiksa untuk tersangka lainnya terkait kasus KTP-e, yaitu Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Marzuki Alie saat itu menantang KPK untuk menunjukkan dirinya menerima aliran dana pengadaan proyek KTP-elektronik (KTP-e) sebesar Rp20 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
"Silahkan saja tunjukkan, jangan ngomong doang, kalau hanya ngomong doang tidak akan selesai. Kalau ada bukti nih, Marzuki buktinya. Kalau tidak ada bukti jangan ngomong doang," kata Marzuki sesuai diperiksa KPK di gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/7).
Namun, ia belum memastikan apakah dirinya juga akan melaporkan KPK seperti yang dilakukan sebelumnya dengan melaporkan Andi Narogong ke Bareskrim Polri karena disebut menerima aliran dana proyek KTP-e.
"Saya lihat dulu perjalanannya kalau memang ada unsur sengaja untuk menzalimi, saya tidak mau bilang zalim lah nanti orang bilang sudah biasa. Saya pakai istilah lain kalau ada unsur menjatuhkan atau menghabisi karier saya, ya ada caranya sendiri," tuturnya.
Terkait apakah dirinya tidak mempercayai dakwaan KPK yang menyebut namanya itu, ia menyatakan tidak mau beragumentasi lebih lanjut karena dirinya sudah melapor Andi Narogong ke Bareskrim Polri sebelumnya.
"Saya tidak mau beragumentasi persoalan bukti dan sebagainya karena saya tidak menerima sesuatu, maka saya laporkan ke Bareskrim. Itu yang bisa saya lakukan," kata Marzuki.
Sementara itu, Marzuki menyatakan terdapat tiga hal terkait pemeriksaannya kali ini.
"Pertama terkait hubungan saya dengan Partai Demokrat, yang kedua hubungan saya selaku Ketua DPR terhadap persoalan KTP-e, yang ketiga kaitannya dengan kasus KTP-e sendiri," ujarnya.
Ia pun juga mengaku tidak kenal dengan dua terdakwa kasus KTP-e Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, dan tersangka Andi Narogong.
"Saya tidak tahu siapa Andi Narogong, kemudian saya juga tidak kenal Irman, tidak kenal Sugiharto. Saya tidak pernah menerima sesuatu, tidak hanya KTP-e semua proyek-proyek DPR saya tidak pernah mengambil sesuatu. Itu saya jelaskan bukan hanya proyek KTP-e saja," ucap Marzuki.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
KPK juga baru saja melimpahkan berkas perkara Andi Agustinus alias Andi Narogong, terdakwa terkait kasus KTP-e ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (7/8).
Andi adalah terdakwa ketiga yang diajukan ke persidangan setelah Irman dan Sugiharto terkait perkara proyek KTP-e tersebut.
Persidangan Andi akan dilakukan setelah mendapat penetapan dari pengadilan.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.