Jakarta (Antara Babel) - Halimah Yacob akan menjadi presiden
kedelapan dan kepala negara wanita pertama Singapura pada pekan ini,
dalam pemilihan presiden perdana bagi kandidat dari komunitas Melayu.
Mantan
ketua parlemen berusia 63 tahun itu adalah satu-satunya calon presiden
yang dinyatakan berhak mengikuti pemilihan oleh Komite Pemilihan
Presiden (PEC) pada Senin (11/9).
"Apakah ada
pemilihan atau tidak, semangat dan komitmen saya untuk melayani rakyat
Singapura tetap sama," katanya seperti dikutip dari Strait Times,
Selasa.
Dia mendapatkan sertifikat kelayakan
dari Departemen Pemilihan, tidak lama setelah menyaksikan pemilihan
penggantinya di parlemen.
Komisi Konstitusi
merekomendasikan perubahan untuk menjamin keterwakilan minoritas di
lembaga tertinggi di negara tersebut dan juga untuk memperketat kriteria
kelayakan seseorang menjadi presiden sesuai dengan pertumbuhan ekonomi.
Setelah
memegang jabatan publik utama, yaitu ketua parlemen sejak 2013, Halimah
adalah satu-satunya dari tiga calon bersuku Melayu yang secara otomatis
memenuhi syarat mencalonkan diri.
PEC
menginformasikan kepada dua kandidat lainnya, Farid Khan (61) dan chief
executive perusahaan properti Salleh Marican (67) bahwa mereka tidak
memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan presiden.
Proses
pemilihan presiden kali ini menimbulkan reaksi beragam dari para
pengamat, yang menyambut Halimah sebagai sejarah dengan menjadi presiden
wanita pertama negara itu dan kepala negara Melayu pertama dalam 47
tahun terakhir.
"Madam Halimah adalah minoritas
ganda -- tidak hanya individu Melayu-Muslim, tapi juga perempuan," kata
Wakil Direktur Institut Studi Kebijakan Gillian Koh.
Tetapi Koh merasa "penerimaan keragaman kita pasti akan lebih hebat lagi jika ada kontes terbuka".
Namun,
profesor ilmu politik Bilveer Singh dari National University of
Singapore mengatakan, "Dipilih melalui jalan pintas tidak melemahkan
atau mendelegitimasi pemenangnya."