Jakarta (Antara Babel) - "Abang tadi dapat apa?" tanya Suparni Yati kepada Ahmad Fauzi, di salah satu lorong Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tanpa bicara, Ahmad mengacungkan jari telunjuk kirinya ke udara, sembari tertawa. Juara satu. "Selamat ya, Bang," balas Suparni sumringah.
Keduanya lantas bersalaman. Namun, Suparni tidak bisa berbincang lama. Dia harus bergegas.
"Mau tes doping," ujarnya singkat. Setelah mengapit boneka harimau kuning bernama "Rimau" di lengan dan menyimpan rapi medali emas bertuliskan ASEAN Para Games ke-9 yang baru saja diberikan kepadanya, dia pun bergegas ke ruang uji doping.
Suparni Yati, ketika itu baru saja mengikuti upacara pengalungan nomor tolak peluru kelas F20 putri ASEAN Para Games ke-9 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia. Sementara Ahmad Fauzi, saat dialog itu berlangsung, baru menyelesaikan pertandingan tolak peluru kelas F37 putra.
Kelas F20 yang diikuti Suparni merupakan pertandingan bagi atlet yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Angka kecerdasan intelektual (IQ) dirinya berada di bawah 75.
Ahmad Fauzi sendiri memiliki kesulitan gerak karena menderita cerebral palsy (CP) sejak lahir. CP, yang terjadi akibat kelainan kondisi otak membuat gerakan tubuh Ahmad terganggu, tangan dan kaki sisi kanannya kaku.
Namun, justru dengan kekurangan itulah mereka berprestasi. Suparni Yati, berhasil menjadi yang terbaik pada nomor tolak peluru F20 putri dengan menorehkan tolakan sejauh 11,03 meter.
Bukan hanya medali emas, perempuan asal Pekanbaru itu sekaligus memecahkan rekor Asia untuk nomor serupa yang dipegang atlet Malaysia Nursuhana binti Ramlan sejak 2012 dengan 10,71 meter, yang ditorehkan pada Paralimpiade 2012 London.
Nursuhanna sendiri harus puas memperoleh medali perak tolak peluru F20 ASEAN Para Games ke-9 karena tolakannya yang sejauh 9,66 meter tak mampu melewati angka yang ditorehkan Suparni.
Ahmad Fauzi mendapatkan medali emas dari nomor tolak peluru F36/37 putra setelah berhasil menolak peluruh sejauh 10,57 meter. Selain emas, pria berusia 24 tahun asal Kalimantan Selatan ini juga menggondol medali perak dari lempar lembing F36/37 putra medali perunggu dari nomor lempar cakram F36/37 putra.
Suparni dan Ahmad merupakan dua dari 196 atlet difabel Indonesia yang berjuang saat ASEAN Para Games ke-9, 17-23 September 2017, di Malaysia. Berkompetisi dengan segala keterbatasan yang dimiliki, mereka sukses menembus batas dengan menerbangkan Indonesia ke tempat tertinggi.
Mereka dan atlet-atlet difabel Tanah Air lainnya berhasil membuat Indonesia keluar sebagai juara umum ASEAN Para Games ke-9 dengan mengumpulkan 126 medali emas, 75 perak dan 50 perunggu. Hasil yang sangat positif mengingat tidak sampai sebulan sebelumnya, rakyat Indonesia harus menyaksikan kontingen Tanah Air tidak berdaya dalam ajang SEA Games ke-29.
Pada Pesta Olahraga Asia Tenggara 19-30 Agustus 2017 itu, Indonesia hanya berada di posisi kelima di bawah tuan rumah Malaysia yang menjadi juara umum, Vietnam di posisi kedua, Thailand dan bahkan Singapura.
"Bapak Presiden Joko Widodo sangat bangga dengan perjuangan mati-matian para atlet difabel Indonesia," kata Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, menanggapi gelar juara umum di Malaysia.
Oleh karena itu, lanjut Imam, Presiden Jokowi memastikan bahwa semua atlet Indonesia yang mendapatkan medali di ASEAN Para Games ke-9 akan memperoleh bonus dan fasilitas serupa dengan atlet-atlet SEA Games.
Semangat, Atlet Baru dan Kejutan
Presiden Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun berkisah, keterpurukan Indonesia pada SEA Games ke-29 justru semakin "membakar" semangat atlet-atlet difabel dari Tanah Air.
Alih-alih pesimistis, para atlet dengan beragam ketunaan itu justru semakin giat berlatih. Mereka berhasrat besar ingin menunjukkan bahwa mereka pun bisa mengharumkan nama bangsa dan negara, bahwa Indonesia bisa menjadi nomor satu.
Semangat itu tersalurkan pula melalui persiapan yang matang. Atlet-atlet melakukan pemusatan latihan nasional di Solo, Jawa Tengah, sejak Februari 2017 dan difasilitasi lengkap oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
"Universitas Sebelas Maret (UNS) turut memberikan bantuan dari sisi sains olahraga. Di samping itu, kami melakukan pemetaan kekuatan dan kelemahan lawan-lawan yang akan dihadapi. Dengan itu semua kami sudah memprediksi Indonesia akan menjadi juara umum," kata Senny.
Dia melanjutkan, salah satu faktor keberhasilan besar Indonesia pada ASEAN Para Games ke-9 adalah keberadaan atlet-atlet baru yang direkrut dari Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV di Jawa Barat tahun 2016. Ini membuat kekuatan Indonesia sulit dibaca oleh negara-negara peserta lainnya.
Dari total seluruh atlet Indonesia yang dibawa ke Malaysia, jumlah atlet-atlet ini sekitar 40 persen dan mayoritas berkompetisi dalam cabang atletik --pertandingan yang memperebutkan medali terbanyak.
Atlet-atlet wajah baru ini ternyata tidak hanya memberikan medali emas, tetapi prestasinya juga langsung memecahkan beberapa rekor.
Kebanyakan dari atlet Peparnas itu bahkan sebelumnya tidak pernah merasakan atmosfer persaingan internasional. Suparni Yati, pemecah rekor difabel Asia, dan Ahmad Fauzi adalah contoh dari atlet-atlet Peparnas ini.
Selain mereka, ada pula nama-nama seperti Nur Ferry Pradana yang menyumbangkan tiga medali emas lari jarak pendek kategori tuna daksa T47. Putri Aulia juga menyabet tiga emas dari semua nomor lari "sprint" T13, kemudian Karisma Evi Tiarani (kategori T44) dan Sapto Yogo Purnomo (cerebral palsy T38) yang sama-sama menghasilkan dua emas dan satu perak.
Karisma Evi dan Sapto Yogo juga berhasil menggoreskan rekor ASEAN Para Games. Karisma, yang baru berusia 16 tahun, membuat rekor ASEAN Para Games nomor lompat jauh T44 dengan catatan 4,19 meter, lebih jauh dari rekor sebelumnya 3,19 meter.
Sapto Yogo, 19 tahun, mencetak rekor nomor lari 100 meter T38 putra dengan waktu tempuh 11,76 detik, lebih cepat dari rekor sebelumnya 12,01 detik.
Tidak heran, Indonesia menjadi juara umum cabang olahraga atletik dengan 40 medali emas, melebihi target 36 medali emas.
Rekor-rekor itu juga banyak dibuat para perenang difabel Indonesia. Dari 47 torehan rekor renang ASEAN Para Games yang dibuat di ASEAN Para Games ke-9, 28 rekor di antaranya dibuat oleh perenang Indonesia.
Hal ini merupakan kejutan bagi kontingen renang yang awalnya hanya ingin meraih target 32 medali emas. Dengan rekor-rekor itu, total Indonesia mendapatkan 39 medali emas dari renang.
Kejutan lain datang dari panahan. Indonesia, yang tidak menargetkan medali emas, ternyata bisa merebut satu emas dari nomor individual compound putra melalui Toto Wastomi. Begitu pula cabang paracycling, yang pertandingannya di Malaysia merupakan yang pertama kali digelar di ASEAN Para Games.
Di sini, Indonesia berhasil menyabet dua medali emas dari nomor yang tidak disangka yaitu individual time trial H1-H5 putri dan road race putri H1-H5 melalui orang yang sama, Ni Kadek Karyadewi.
Di samping itu, beberapa nomor pada cabang olahraga yang diikuti juga tidak jarang menjadi yang terbaik meski sebelum bertanding tidak diharapkan meraih medali emas. Hal ini membuat Indonesia menjadi juara umum di tujuh cabang olahraga yaitu atletik, renang, tenis meja, catur, bulu tangkis, angkat berat dan sepak bola CP, dari total 11 cabang yang diikuti.
Adapun sebaran lengkap medali-medali Indonesia di ASEAN Para Games ke-9 adalah atletik: 40 emas, 28 perak, 17 perunggu; renang: 39 emas, 13 perak, 12 perunggu; tenis meja: 14 emas, 10 perak, empat perunggu; catur: 14 emas, sembilan perak, lima perunggu; bulu tangkis: delapan emas, lima perak, empat perunggu; angkat berat: tujuh emas, empat perak; paracycling: dua emas, tiga perak, tujuh perunggu; panahan satu emas, tiga perak; sepak Bola CP: satu emas; boling: satu perunggu.
Tidak Boleh Puas
Segala kesuksesan pada ASEAN Para Games ke-9 berpotensi membuncahkan perasaan puas dan bahagia berlebihan. Ini dianggap berbahaya karena juara ASEAN Para Games seharusnya menjadi awal datangnya prestasi-prestasi lain, bukan akhir dari perjuangan.
Pelatih tim bulu tangkis difabel Indonesia Muhammad Nurachman menganggap rasa puas seperti itu bisa membawa olahraga Tanah Air tidak berkembang.
"Sulit mengukir prestasi lebih tinggi kalau sudah merasa puas. Oleh karena itu harus tetap ada evaluasi," tutur Nurachman, yang langsung meminta anak-anak asuhnya fokus mengikuti Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Difabel pada bulan November 2017 di Korea Selatan.
Ketua Kontingen (CdM) Indonesia di ASEAN Para Games ke-9 Bayu Rahadian berpendapat serupa. Setelah kembali dari Malaysia, atlet-atlet langsung disiapkan menuju dua ajang besar yaitu Asian Para Games 2018 di Indonesia dan Paralimpiade 2020 di Jepang.
Bayu, yang juga menjabat Asisten Deputi Pengembangan Olahraga Tradisional dan Layanan Khusus-di bawah Deputi III Pembudayaan Olahraga Kemenpora, mengatakan bahwa para atlet yang berlaga di ASEAN Para Games ke-9 akan menjadi kekuatan utama untuk dua kejuaraan itu, ditambah atlet-atlet baru hasil seleksi nantinya.
Presiden NPC Indonesia Senny Marbun pun berharap, pemusatan latihan nasional untuk gelaran terdekat, Asian Para Games 2018, bisa segera dilakukan.
"Lebih cepat lebih baik. Kami ingin memperbaiki prestasi di Asian Para Games. Kalau di Asian Para Games di Korea Selatan tahun 2014 kami berada di posisi kesembilan, di edisi 2018 kami ingin berada di peringkat di atasnya tujuh atau delapan," tutur Senny.
Namun, pria yang beraktivitas dengan bantuan kursi roda itu mengingatkan bahwa ada yang lebih penting bagi atlet-atlet disabilitas daripada sekadar prestasi. Dengan mengikuti pertandingan-pertandingan olahraga internasional itu, mereka mau meminta negara tidak menganggap mereka sebagai beban.
Setiap orang, bagaimanapun keadaan dan kondisinya, selalu memiliki kesempatan untuk berjuang demi negara, mengemban nama baik bangsa di hadapan dunia.
"Karena itulah kami meminta kepada semua orang tua dari anak-anak difabel terus mengasah bakat buah hatinya. Biarkan mereka berkarya, jangan hanya dikurung di dalam rumah," ujar Senny.
Ucapan tersebut sejalan dengan kalimat Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Khairy Jamaluddin Abu Bakar ketika membuka ASEAN Para Games ke-9 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Minggu (17/9) lalu.
Dengan pidato berapi-api tanpa teks, Khairy mengajak semua orang tidak takluk dari keadaan dan meniru sikap atlet-atlet dengan disabilitas karena mereka merupakan cerminan utuh bahwa setiap manusia bisa menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
Sebab, sering kali tantangan yang dialami atlet disabilitas jauh dari apa yang harus dihadapi atlet-atlet nomal.
Atlet-atlet dengan disabilitas, sambil melewati kesulitan-kesulitan dalam latihan, tidak jarang mesti menelan segala ketidakmungkinan yang disematkan oleh orang-orang picik kepada mereka.
"Tidak ada yang bisa menghalangi kita meraih cita-cita, termasuk keterbatasan fisik maupun intelektual. Jangan menyalahkan takdir, jangan terlarut dalam keputusasaan. Kita harus berjuang terus demi meraih keinginan-keinginan besar," kata Khairy.